Lumajang (Antara Babel) - Sebanyak 12 saksi kasus pembunuhan dan
penganiayaan Salim Kancil dan Tosan, dua aktivis antitambang Desa Selok
Awar-Awar, Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mendapat
perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Tim LPSK sudah mendatangi sejumlah saksi dan keluarga korban untuk memberikan perlindungan. Namun, saya tidak tahu pasti teknis perlindungan seperti apa yang diberikan LPSK," kata Koordinator LSM Laskar Hijau Aak Abdullah Al-Kuddus yang menjadi tim advokasi kasus tersebut di Lumajang, Rabu.
Menurut dia, saksi dan keluarga korban yang mendapatkan perlindungan LPSK, yakni keluarga Salim Kancil, keluarga Tosan, saksi yang diduga mengetahui kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang, di antaranya IM, RN, AH, IN, SI, dan RD.
"Kondisi saksi dan keluarga korban masih mengalami trauma meskipun kondisi secara umum di Desa Selok Awar-Awar sudah mulai kondusif," ucap aktivis lingkungan itu.
Ia berharap LPSK memberikan perlindungan secara penuh kepada keluarga korban dan saksi yang nantinya memberikan keterangan hingga persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang.
"Keluarga korban dan para saksi harus mendapatkan jaminan perlindungan penuh dari LPSK sehingga mereka tidak dibayang-bayangi ketakutan yang berkepanjangan dari kasus pasir berdarah di Lumajang itu," tuturnya.
Sementara itu, rilis dari laman resmi LPSK Nomor 073/PR/LPSK/X/2015 menyebutkan LPSK memproses perlindungan terhadap 12 saksi terkait dengan pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan.
Tim LPSK juga sudah turun ke Lumajang pada hari Jumat (2/10) dengan mendatangi Polres Lumajang dan Polda Jatim untuk mendapat keterangan lebih lanjut terkait dengan kasus itu, kemudian bertemu dengan 12 orang saksi yang sudah mengajukan permohonan perlindungan.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban akan terus memantau situasi di desa tersebut untuk mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan ancaman yang diterima oleh 12 saksi tersebut dan juga kemungkinan adanya warga Desa Selok Awar Awar lain yang berpotensi menjadi saksi dan mendapat ancaman.
Sebelumnya, dua aktivis antitambang Desa Selok Awar-Awar, yakni Salim Kancil dan Tosan dianiaya oleh preman bayaran yang diduga disuruh oleh kepala desa setempat berinisial Har pada tanggal 26 September 2015.
Bahkan, Salim Kancil dianiaya hingga tewas di balai desa setempat dan Tosan mengalami luka parah hingga dilarikan ke rumah sakit.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Tim LPSK sudah mendatangi sejumlah saksi dan keluarga korban untuk memberikan perlindungan. Namun, saya tidak tahu pasti teknis perlindungan seperti apa yang diberikan LPSK," kata Koordinator LSM Laskar Hijau Aak Abdullah Al-Kuddus yang menjadi tim advokasi kasus tersebut di Lumajang, Rabu.
Menurut dia, saksi dan keluarga korban yang mendapatkan perlindungan LPSK, yakni keluarga Salim Kancil, keluarga Tosan, saksi yang diduga mengetahui kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang, di antaranya IM, RN, AH, IN, SI, dan RD.
"Kondisi saksi dan keluarga korban masih mengalami trauma meskipun kondisi secara umum di Desa Selok Awar-Awar sudah mulai kondusif," ucap aktivis lingkungan itu.
Ia berharap LPSK memberikan perlindungan secara penuh kepada keluarga korban dan saksi yang nantinya memberikan keterangan hingga persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang.
"Keluarga korban dan para saksi harus mendapatkan jaminan perlindungan penuh dari LPSK sehingga mereka tidak dibayang-bayangi ketakutan yang berkepanjangan dari kasus pasir berdarah di Lumajang itu," tuturnya.
Sementara itu, rilis dari laman resmi LPSK Nomor 073/PR/LPSK/X/2015 menyebutkan LPSK memproses perlindungan terhadap 12 saksi terkait dengan pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan.
Tim LPSK juga sudah turun ke Lumajang pada hari Jumat (2/10) dengan mendatangi Polres Lumajang dan Polda Jatim untuk mendapat keterangan lebih lanjut terkait dengan kasus itu, kemudian bertemu dengan 12 orang saksi yang sudah mengajukan permohonan perlindungan.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban akan terus memantau situasi di desa tersebut untuk mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan ancaman yang diterima oleh 12 saksi tersebut dan juga kemungkinan adanya warga Desa Selok Awar Awar lain yang berpotensi menjadi saksi dan mendapat ancaman.
Sebelumnya, dua aktivis antitambang Desa Selok Awar-Awar, yakni Salim Kancil dan Tosan dianiaya oleh preman bayaran yang diduga disuruh oleh kepala desa setempat berinisial Har pada tanggal 26 September 2015.
Bahkan, Salim Kancil dianiaya hingga tewas di balai desa setempat dan Tosan mengalami luka parah hingga dilarikan ke rumah sakit.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015