Denpasar (Antara Babel) - Cristine, Anak kandung terdakwa Margrit Megawe memerintahkan saksi Dewa Ketut Raka selaku petugas keamanan (Security) untuk melarang Menteri PAN-RB Yudi Chrisnandi masuk rumah terdakwa di jalan Sedap Malam, Denpasar, beberapa waktu lalu.
"Saya hanya diperintahkan Cristin untuk melarang orang lain masuk rumah termasuk menteri tanpa seijinnya, karena Margrit tidak ingin diganggu," ujar Dewa Ketut Raka, dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edward Haris Sinaga itu, saksi sering melihat Cristin datang ke rumah ibunya dan mengantar jemput Margrir untuk mengajak makan siang.
Ia mengatakan, Cristin pernah menegur dirinya saat mengizinkan "pecalang" (aparat desa) masuk ke dalam rumah Margrit untuk ikut membantu mencari Engeline yang hilang.
"Saat itu ekspresi wajah Cristin sangat kecewa dengan tugasnya sebagai satpam, karena mengizinkan pecalang masuk untuk melihat-lihat hal yang mencurigakan di rumah Margrit tanpa seizin anak terdakwa," ujar Dewa Ketut Raka yang mengaku digaji sebesar Rp1,9 juta sebagai satpam itu.
Ia mengakui, sebagai satpam mulai bekerja menjaga rumah Margrit itu sejak pukul delapan pagi hingga 16 sore dan pada malam hari ada satpam lain yang menggantikan tugasnya.
"Saya baru bekerja enam hari di rumah Margrit sejak 4-10 Juni 2015," katanya.
Dalam rumah tersebut, ia mengaku hanya mengenal Handono, Susiani, dan anak Margrit Cristin. Sedangkan, tidak pernah mengenal dengan Agustay Hamdamay, terdakwa kasus pembunuhan Engeline.
Ia menambahkan, saat bertugas di rumah terdakwa, dirinya sempat bekenalan dan bercerita dengan Budi dukun, anggota polisi Polresta Denpasar, yang menceritakan sempat menanggil roh Engeline dan mengatakan bahwa Engeline meninggal dunia.
"Bapak budi dukun itu bercerita kepada saya bahwa Engelien sudah meninggal dan terkubur di pojok halaman belakang rumah ibu kandungnya itu," ujarnya.
Kemudian, saat Saksi dan Budi menuju lokasi sebelum ditemukannnya tempat penguburan Engeline di halaman dekat kandang ayam rumah Margrit itu, terdakwa sempat mencium bau busuk.
Namun, terdakwa tidak tau bahwa disana Engeline terkubur dan Budi dukun itu bercerita kepada saksi bahwa mencium bau busuk sebanyak tiga kali di halaman tersebut.
"Saat saya dan Budi dukun itu masuk ke dalam rumah, Margrit tidak ada di rumah karena keluar membeli makan kurang lebih dua jam," ujarnya.
Sebelunya, jenazah bocah cantik Engeline (8) ditemukan menjadi mayat pada 10 Juni 2015, di halaman rumah ibu amgkatnya, Jalan Sedap Malam Denpasar, Bali.
Kondisi jenazah Engeline saat ditemukan sudah sulit dikenali, karena bercampur tanah dan jenazah terkubur di dalam tanah dengan kedalaman kurang lebih 30 centimeter.
Kemudian, jenazah Engeline dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Saya hanya diperintahkan Cristin untuk melarang orang lain masuk rumah termasuk menteri tanpa seijinnya, karena Margrit tidak ingin diganggu," ujar Dewa Ketut Raka, dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edward Haris Sinaga itu, saksi sering melihat Cristin datang ke rumah ibunya dan mengantar jemput Margrir untuk mengajak makan siang.
Ia mengatakan, Cristin pernah menegur dirinya saat mengizinkan "pecalang" (aparat desa) masuk ke dalam rumah Margrit untuk ikut membantu mencari Engeline yang hilang.
"Saat itu ekspresi wajah Cristin sangat kecewa dengan tugasnya sebagai satpam, karena mengizinkan pecalang masuk untuk melihat-lihat hal yang mencurigakan di rumah Margrit tanpa seizin anak terdakwa," ujar Dewa Ketut Raka yang mengaku digaji sebesar Rp1,9 juta sebagai satpam itu.
Ia mengakui, sebagai satpam mulai bekerja menjaga rumah Margrit itu sejak pukul delapan pagi hingga 16 sore dan pada malam hari ada satpam lain yang menggantikan tugasnya.
"Saya baru bekerja enam hari di rumah Margrit sejak 4-10 Juni 2015," katanya.
Dalam rumah tersebut, ia mengaku hanya mengenal Handono, Susiani, dan anak Margrit Cristin. Sedangkan, tidak pernah mengenal dengan Agustay Hamdamay, terdakwa kasus pembunuhan Engeline.
Ia menambahkan, saat bertugas di rumah terdakwa, dirinya sempat bekenalan dan bercerita dengan Budi dukun, anggota polisi Polresta Denpasar, yang menceritakan sempat menanggil roh Engeline dan mengatakan bahwa Engeline meninggal dunia.
"Bapak budi dukun itu bercerita kepada saya bahwa Engelien sudah meninggal dan terkubur di pojok halaman belakang rumah ibu kandungnya itu," ujarnya.
Kemudian, saat Saksi dan Budi menuju lokasi sebelum ditemukannnya tempat penguburan Engeline di halaman dekat kandang ayam rumah Margrit itu, terdakwa sempat mencium bau busuk.
Namun, terdakwa tidak tau bahwa disana Engeline terkubur dan Budi dukun itu bercerita kepada saksi bahwa mencium bau busuk sebanyak tiga kali di halaman tersebut.
"Saat saya dan Budi dukun itu masuk ke dalam rumah, Margrit tidak ada di rumah karena keluar membeli makan kurang lebih dua jam," ujarnya.
Sebelunya, jenazah bocah cantik Engeline (8) ditemukan menjadi mayat pada 10 Juni 2015, di halaman rumah ibu amgkatnya, Jalan Sedap Malam Denpasar, Bali.
Kondisi jenazah Engeline saat ditemukan sudah sulit dikenali, karena bercampur tanah dan jenazah terkubur di dalam tanah dengan kedalaman kurang lebih 30 centimeter.
Kemudian, jenazah Engeline dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015