Jakarta (Antara Babel) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan kondisi peralihan kemarau ke musim hujan dapat berlangsung hingga akhir November, sedangkan musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi dimulai pada akhir November sampai awal Desember 2015.

Sementara fenomena El Nino yang telah mengakibatkan kekeringan di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi bakal meluruh pada April 2016.

El Nino merupakan gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra Pasifik sekitar ekuator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru).

Tren penurunan El Nino di wilayah Samudra Pasifik tidak berpengaruh terhadap datangnya musim hujan, karena kebetulan Indonesia juga memasuki awal musim hujan.

Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, puncak musim hujan di Indonesia bakal terjadi pada Januari-Februari 2016.

Namun, katanya, khusus di wilayah Aceh dan Riau curah hujan akan berkurang pada Januari dan Februari karena di sana puncak musim kemarau terjadi dua kali. Sedangkan di wilayah timur Indonesia seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT), masuk musim hujan pada Desember 2015.

Untuk wilayah barat seperti Riau, Andi Eka Sakya mengatakan pada Januari/Februari 2016 memasuki musim kemarau yang membawa dampak potensi kemudahan terjadinya kebakaran lahan.

Mengenai potensi banjir di Indonesia, Kepala Sub-Direktorat Informasi BMKG Hari Tirto Djatmiko mengatakan pada November 2015 pemerintah perlu mewaspadai beberapa daerah yang berpotensi tinggi dan menengah terkena banjir, di antaranya Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Sedangkan untuk Desember, potensi banjir dengan skala menengah ke atas merata terjadi dari Aceh, DKI Jakarta, Kalimantan, hingga Papua dan Maluku.

Menurut Hari, potensi banjir tersebut dibuat berdasarkan kerja sama antara BMKG, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 64 juta jiwa masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan sedang hingga tinggi banjir. Mereka tinggal di 315 kabupaten atau kota di seluruh Indonesia.

Daerah dengan intensitas hujan tinggi menjadi daerah yang memiliki kerentanan terjadinya longsor.

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Pergerakan Tanah PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) Subandriyo mengatakan pada tahun 2014-2015 PVMBG telah memasang 27 early warning system (EWS) tanah longsor di seluruh wilayah Indonesia.

PVMBG mengharapkan mitigasi gerakan tanah yang salah satunya adalah menyusun peta zona gerakan tanah tingkat kabupaten, pemasangan EWS di 34 provinsi dan perkiraan potensi kejadian gerakan tanah dan banjir bulanan, dapat langsung disampaikan kepada gubernur seluruh Indonesia.

"Laporan tersebut kemudian digunakan sebagai dasar awal mengambil kebijakan kesiapsiagaan banjir dan tanah longsor di wilayah masing-masing," katanya.

    
Kesiapsiagaan Bencana
    
Menghadapi ancaman bencana di musim hujan, pemerintah pusat mulai melakukan sejumlah persiapan.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan memasuki musim hujan, potensi kemudahan terjadinya kebakaran menurun, tetapi potensi banjir dan longsor meningkat.

Oleh karena itu, katanya, peningkatan kewaspadaan di lokasi-lokasi rawan longsor dan banjir perlu ditingkatkan.

Kemenko PMK sudah melakukan koordinasi ke seluruh kementerian dan lembaga untuk siaga menghadapi bencana banjir dan longsor. Semua kementerian dan lembaga terkait harus menyiapkan rencana dan langkah guna meminimalkan risiko dan kerugian yang timbul akibat banjir dan tanah longsor.

Puan Maharani mengatakan Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan dirinya untuk memimpin koordinasi operasi penanggulangan seandainya bencana banjir dan tanah longsor terjadi di Tanah Air.

Menurut Puan, pemerintah berkomitmen untuk mencegah dan meminimalisasi timbulnya korban dan kerugian akibat bencana banjir dan longsor, mengingat selama 2015 terjadi 375 banjir dan 402 tanah longsor di seluruh Indonesia.

Banjir telah menimbulkan korban 25 orang meninggal dunia dan 107 jiwa akibat tanah longsor.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan, pihaknya telah menyiapkan anggaran untuk penanggulangan bencana banjir dan longsor sebesar Rp150 miliar.

"Seluruh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga sudah disiagakan untuk melakukan penanggulangan di wilayah masing-masing," kata Willem.

BNPB sudah memetakan dan mengidentifikasi daerah-daerah yang rawan bencana, yang jumlahnya mencapai 279 daerah rawan bencana di seluruh Indonesia pada 2015.

Sedangkan Badan SAR Nasional (Basarnas) juga menyatakan siap siaga dan selalu berkoordinasi dengan BPBD dalam penanganan bencana, antara lain meningkatkan kesiapsiagaan SAR di 34 Kantor SAR dan 65 Pos SAR di seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa BPBD Kabupaten/Kota telah menyusun rencana kontingensi sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan tanah longsor. Kesiapsiagaan menghadapi bencana dimulai dari tingkat aman, peningkatan kapasitas relawan, dukungan logistik dan peralatan, serta berbagai pelatihan untuk sumberdaya manusia yang perlu terus ditingkatkan.

Dalam menghadapi bencana banjir dan longsor, pemerintah pusat dan daerah sepakat untuk melakukan sejumlah hal, di antaranya koordinasi dan kerjasama antar lembaga, sesuai dengan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2012 tentang Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor dengan melibatkan antara lain BMKG, Basarnas, Kementerian Sosial, Kementerian PU-Pera, Kementerian Kesehatan, PVMBG.

Selain itu, melakukan penyiapan peta rawan bencana yang mengidentifikasi daerah-daerah potensial terjadi banjir dan tanah Longsor, penyiapan rencana kontinjensi tingkat provinsi, kabupaten/kota sebagai penjabaran dari Rencana Kontinjensi Menghadapi Bahaya Banjir dan Tanah Longsor.

Hal lain yang dilakukan adalah mengaktifkan posko untuk merencanakan, memantau dan mengendalikan operasi penanganan bencana/kedaruratan, serta mengerahkan sumberdaya dengan mengutamakan sumberdaya dan potensi lokal, termasuk  unsur TNI, POLRI, PMI, RAPI dan ORARI, dunia usaha, dan sumberdaya lainnya untuk mendukung pelaksanaan operasi tanggap darurat.    
    
Di samping itu, tindakan lainnya adalah menyiapkan sumberdaya logistik dan peralatan di setiap daerah guna mendekatkan kebutuhan bantuan darurat dengan daerah-daerah rawan.

    
Banjir Jakarta
    
Sementara itu, puncak musim hujan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) diprediksi akan terjadi pada Desember 2015 hingga Februari 2016.

Pemprov DKI mulai mengantisipasi banjir dengan menyiapkan sejumlah langkah, di antaranya membuat 303 lokasi evakuasi untuk warga yang menjadi korban banjir. Lokasi yang diutamakan seperti kantor kecamatan atau kelurahan, gelanggang olahraga, gedung sekolah, tempat ibadah, dan lapangan.

Kepala Bidang Informatika dan Pengendalian BPBD DKI Bambang Surya Putra mengatakan, selain tempat penampungan, BPBD juga menyiagakan petugas relawan penanggulangan bencana sebanyak 40 relawan yang tersebar di 125 wilayah kelurahan rawan banjir.

Para relawan itu akan bertugas membantu tim kesehatan untuk mengurus warga, terutama yang rentan seperti anakanak, ibu-ibu, dan orangtua lanjut usia. "Mereka juga punya tugas untuk membantu Taruna Siaga Bencana (Tagana) di dapur umum," katanya.

Sedangkan Dinas Sosial DKI Jakarta juga akan menyiapkan 30 Kampung Siaga Bencana (KSB) untuk mengantisipasi dampak bencana banjir yang tersebar di lokasi rawan banjir Jakarta.

KSB akan menjadi tempat penampungan, pengolahan, dan pendistribusian logistik untuk korban bencana. Nantinya pemerintah provinsi akan memberikan segala macam logistik di setiap KSB untuk dikelola secara swadaya oleh masyarakat sekitar.

Pewarta: Arief Mujayatno

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015