Forum Penyelamatan Hutan Rakyat (FPHR) audiensi bersama Komisi III DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), guna membahas pelanggaran dari beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas di hutan milik masyarakat.
"Kedatangan kami hari ini untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan hasil terkini dari penyelidikan kami mengenai pelanggaran yang dilakukan beberapa perusahaan ini," kata Ketua FPHR Babel, Rudi, di Pangkalpinang, Kamis.
Rudi mengatakan, FPHR hadir menyampaikan aspirasi masyarakat yang sebelumnya juga sudah disampaikan oleh Gerakan Mahasiswa Peduli Hutan Rakyat (GMPHR) kepada DPRD Babel, di bulan lalu, terkait hal yang sama dari masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kota Waringin, Kota Kapur, Penagan.
Rasa keberatan terhadap kehadiran beberapa perusahaan yang ada di desa tersebut sudah disampaikan kepada tim pansus izin Kawasan hutan pada 4 Juli 2022. Dan kali ini pihaknya kembali menyampaikan aspirasi dan hasil terkini dari penyelidikan terkait perusahaan yang di maksud, yakni PT. Narina Keisha Imani (NKI) dan PT Agro Pratama Sejahtera (APS).
"Kami juga meminta agar tim pansus segera mengevaluasinya, agar tidak merugikan masyarakat kecil," paparnya.
Koordinator dari GMPHR Babel Aldy Kurniawan berharap agar tim pansus izin pengelolaan kawasan hutan DPRD Babel mencabut kerjasama atau mengevaluasi izin perusahaan-perusahaan yang sangat merugikan masyarakat kecil.
GMPHR Babel dengan sangat jelas menekankan apa yang telah di sampaikan di audiensi sebelumnya, yang mana pihaknya menuntut kepada DPRD khususnya tim pansus izin pengelolaan kawasan hutan untuk dapat menindak tegas mencabut kerjasama dan izin yang melekat kepada PT NKI, PT APS dan PT Sawindo Kencana.
"Dan Kami meyakini pansus akan menjadi wasit yang objektif dan menjunjung keadilan sosial setinggi-tingginya, mengingat DPRD merupakan lembaga representatif bagi masyarakat se-Bangka Belitung," ujarnya.
Sementara itu, ketua Pansus Hutan, Adet Mastur mengatakan, pihaknya sudah mendengar semua masukan dan aspirasi dari perwakilan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kotawaringin, Kotakapur, dan Penagan ini.
"Inti akar permasalahan sudah kita terima semua, dan kita akan bersama-sama mencari solusi dengan pihak terkait. Pansus sudah mengumpulkan data-data untuk diangkat, dan sudah 50 persen yang kami terima, besok akan kami sampaikan ke Kementerian Kehutanan di Jakarta," kata Adet Mastur.
Adet menambahkan, sebelum ada solusi, pihaknya menekankan, jangan sampai terbit izin-izin usaha yang baru di kawasan hutan tersebut maupun hutan lain yang menjadi hal masyarakat.
"Memang izin-izin usaha yang masuk ke dalam kawasan hutan itu tidak jelas, termasuk empat perusahaan itu. Kita harap tidak ada lagi perusahaan yang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi selama ini belum menemukan solusi. Dan jika ada fee serta transaksi jual beli di Kawasan hutan itu jelas melanggar, ini yang akan kami laporkan nanti," Tutup Adet.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
"Kedatangan kami hari ini untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan hasil terkini dari penyelidikan kami mengenai pelanggaran yang dilakukan beberapa perusahaan ini," kata Ketua FPHR Babel, Rudi, di Pangkalpinang, Kamis.
Rudi mengatakan, FPHR hadir menyampaikan aspirasi masyarakat yang sebelumnya juga sudah disampaikan oleh Gerakan Mahasiswa Peduli Hutan Rakyat (GMPHR) kepada DPRD Babel, di bulan lalu, terkait hal yang sama dari masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kota Waringin, Kota Kapur, Penagan.
Rasa keberatan terhadap kehadiran beberapa perusahaan yang ada di desa tersebut sudah disampaikan kepada tim pansus izin Kawasan hutan pada 4 Juli 2022. Dan kali ini pihaknya kembali menyampaikan aspirasi dan hasil terkini dari penyelidikan terkait perusahaan yang di maksud, yakni PT. Narina Keisha Imani (NKI) dan PT Agro Pratama Sejahtera (APS).
"Kami juga meminta agar tim pansus segera mengevaluasinya, agar tidak merugikan masyarakat kecil," paparnya.
Koordinator dari GMPHR Babel Aldy Kurniawan berharap agar tim pansus izin pengelolaan kawasan hutan DPRD Babel mencabut kerjasama atau mengevaluasi izin perusahaan-perusahaan yang sangat merugikan masyarakat kecil.
GMPHR Babel dengan sangat jelas menekankan apa yang telah di sampaikan di audiensi sebelumnya, yang mana pihaknya menuntut kepada DPRD khususnya tim pansus izin pengelolaan kawasan hutan untuk dapat menindak tegas mencabut kerjasama dan izin yang melekat kepada PT NKI, PT APS dan PT Sawindo Kencana.
"Dan Kami meyakini pansus akan menjadi wasit yang objektif dan menjunjung keadilan sosial setinggi-tingginya, mengingat DPRD merupakan lembaga representatif bagi masyarakat se-Bangka Belitung," ujarnya.
Sementara itu, ketua Pansus Hutan, Adet Mastur mengatakan, pihaknya sudah mendengar semua masukan dan aspirasi dari perwakilan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kotawaringin, Kotakapur, dan Penagan ini.
"Inti akar permasalahan sudah kita terima semua, dan kita akan bersama-sama mencari solusi dengan pihak terkait. Pansus sudah mengumpulkan data-data untuk diangkat, dan sudah 50 persen yang kami terima, besok akan kami sampaikan ke Kementerian Kehutanan di Jakarta," kata Adet Mastur.
Adet menambahkan, sebelum ada solusi, pihaknya menekankan, jangan sampai terbit izin-izin usaha yang baru di kawasan hutan tersebut maupun hutan lain yang menjadi hal masyarakat.
"Memang izin-izin usaha yang masuk ke dalam kawasan hutan itu tidak jelas, termasuk empat perusahaan itu. Kita harap tidak ada lagi perusahaan yang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi selama ini belum menemukan solusi. Dan jika ada fee serta transaksi jual beli di Kawasan hutan itu jelas melanggar, ini yang akan kami laporkan nanti," Tutup Adet.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022