Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum Komisi Pemilihan Umum untuk menunda pemilu adalah cacat hukum dan bertentangan dengan UUD NRI 1945.
‘’Putusan pengadilan negeri yang meminta KPU menunda pemilu jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945 yang secara jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," kata Ahmad Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Padahal, lanjut dia, hakim dalam memutus perkara harus berpedoman kepada UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tertinggi.
Dia berpendapat gugatan Partai Prima seharusnya diselesaikan dengan UU pemilu, bukan hukum perdata berupa perbuatan melawan hukum.
Pengadilan Negeri Jakpus, Kamis, mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU RI yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan Nomor Register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan KPU RI yang menetapkan sebagai partai dengan status tidak memenuhi syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Baca juga: KPU RI tegaskan tetap jalankan tahapan Pemilu 2024 usai putusan PN Jakpus
Baca juga: TII nilai hakim PN Jakpus salah terapkan hukum soal penundaan pemilu
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Akibat kecerobohan itu, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda pemilu.
Hakim menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Ahmad Basarah menjelaskan sengketa pemilu pada dasarnya adalah permasalahan yang tunduk pada lex spesialis (hukum yang bersifat khusus) tentang hukum pemilu dalam hal ini UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Akademisi: Putusan terkait pemilu bukan yuridiksi peradilan umum
‘’Partai Prima yang merasa dirugikan oleh verifikasi administrasi KPU hingga tidak lolos ke tahap verifikasi faktual seharusnya merupakan sengketa proses pemilu yang harus diproses lewat upaya hukum ke PTUN,’’ kata dia.
Doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu mengatakan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa sejak berlakunya undang-undang tersebut, maka semua gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat pemerintahan merupakan kewenangan PTUN.
‘’Karena ada upaya banding oleh KPU, maka putusan PN Jakpus itu belum berkekuatan hukum tetap. Artinya tahapan pemilu 2024 tetap berjalan sebagaimana mestinya,’’ kaya Ahmad Basarah.
Untuk itu, Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan dukungannya kepada KPU untuk melakukan upaya hukum banding atas putusan PN Jakpus dan tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu yang sudah disepakati bersama pemerintah dan DPR RI.
Upaya banding tersebut, menurut Ahmad Basarah sebagai langkah yang tepat dan beralasan menurut hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
‘’Putusan pengadilan negeri yang meminta KPU menunda pemilu jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945 yang secara jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," kata Ahmad Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Padahal, lanjut dia, hakim dalam memutus perkara harus berpedoman kepada UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tertinggi.
Dia berpendapat gugatan Partai Prima seharusnya diselesaikan dengan UU pemilu, bukan hukum perdata berupa perbuatan melawan hukum.
Pengadilan Negeri Jakpus, Kamis, mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU RI yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan Nomor Register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan KPU RI yang menetapkan sebagai partai dengan status tidak memenuhi syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Baca juga: KPU RI tegaskan tetap jalankan tahapan Pemilu 2024 usai putusan PN Jakpus
Baca juga: TII nilai hakim PN Jakpus salah terapkan hukum soal penundaan pemilu
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Akibat kecerobohan itu, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda pemilu.
Hakim menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Ahmad Basarah menjelaskan sengketa pemilu pada dasarnya adalah permasalahan yang tunduk pada lex spesialis (hukum yang bersifat khusus) tentang hukum pemilu dalam hal ini UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Akademisi: Putusan terkait pemilu bukan yuridiksi peradilan umum
‘’Partai Prima yang merasa dirugikan oleh verifikasi administrasi KPU hingga tidak lolos ke tahap verifikasi faktual seharusnya merupakan sengketa proses pemilu yang harus diproses lewat upaya hukum ke PTUN,’’ kata dia.
Doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu mengatakan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa sejak berlakunya undang-undang tersebut, maka semua gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat pemerintahan merupakan kewenangan PTUN.
‘’Karena ada upaya banding oleh KPU, maka putusan PN Jakpus itu belum berkekuatan hukum tetap. Artinya tahapan pemilu 2024 tetap berjalan sebagaimana mestinya,’’ kaya Ahmad Basarah.
Untuk itu, Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan dukungannya kepada KPU untuk melakukan upaya hukum banding atas putusan PN Jakpus dan tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu yang sudah disepakati bersama pemerintah dan DPR RI.
Upaya banding tersebut, menurut Ahmad Basarah sebagai langkah yang tepat dan beralasan menurut hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023