Rusia sedang menyelidiki kemungkinan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang diluncurkan Korea Utara jatuh di perairannya, lapor media pemerintah setempat mengutip Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko.
Rudenko mengungkapkan Kementerian Pertahanan Rusia sedang menyelidiki hal itu, namun sejauh ini mereka belum memperoleh informasi yang jelas apakah rudal tersebut jatuh di zona ekonomi Rusia, kata kantor berita TASS dan RIA.
Rudal antarbenua bernama Hwasong-18 itu adalah kekuatan utama persenjataan nuklir Korea Utara, kata media pemerintah Korea Utara, seraya menyebutkan uji coba tersebut menjadi peringatan keras bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang mengutuk uji coba rudal antarbenua tersebut yang disampaikan bersama oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin dalam Forum Regional ASEAN di Jakarta, Jumat kemarin.
Namun, Rudenko menilai uji coba rudal Korea Utara tersebut adalah reaksi terhadap tindakan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang "justru memprovokasi Korea Utara membangun kekuatan pertahanannya.”
Korea Utara terkena sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2006 akibat program pengembangan rudal dan senjata nuklirnya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB berbeda pendapat mengenai sanksi yang mesti dijatuhkan kepada negara tersebut.
Rusia dan China, dua dari lima negara pemilik hak veto dalam Dewan Keamanan PBB, beranggapan sanksi kepada Korea Utara tidak akan efektif menyelesaikan masalah ini. Mereka menginginkan pemberian sanksi itu dikurangi.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB Khaled Khiari pekan ini menyatakan bahwa rudal Hwasong-18 meluncur sejauh lebih dari seribu kilometer selama kurang lebih 74 menit.
Rudal Korea Utara itu jatuh di wilayah laut yang masih masuk zona ekonomi eksklusif Rusia, namun dekat dengan perairan Jepang, pungkas Khiari.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Rudenko mengungkapkan Kementerian Pertahanan Rusia sedang menyelidiki hal itu, namun sejauh ini mereka belum memperoleh informasi yang jelas apakah rudal tersebut jatuh di zona ekonomi Rusia, kata kantor berita TASS dan RIA.
Rudal antarbenua bernama Hwasong-18 itu adalah kekuatan utama persenjataan nuklir Korea Utara, kata media pemerintah Korea Utara, seraya menyebutkan uji coba tersebut menjadi peringatan keras bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang mengutuk uji coba rudal antarbenua tersebut yang disampaikan bersama oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin dalam Forum Regional ASEAN di Jakarta, Jumat kemarin.
Namun, Rudenko menilai uji coba rudal Korea Utara tersebut adalah reaksi terhadap tindakan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang "justru memprovokasi Korea Utara membangun kekuatan pertahanannya.”
Korea Utara terkena sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2006 akibat program pengembangan rudal dan senjata nuklirnya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB berbeda pendapat mengenai sanksi yang mesti dijatuhkan kepada negara tersebut.
Rusia dan China, dua dari lima negara pemilik hak veto dalam Dewan Keamanan PBB, beranggapan sanksi kepada Korea Utara tidak akan efektif menyelesaikan masalah ini. Mereka menginginkan pemberian sanksi itu dikurangi.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB Khaled Khiari pekan ini menyatakan bahwa rudal Hwasong-18 meluncur sejauh lebih dari seribu kilometer selama kurang lebih 74 menit.
Rudal Korea Utara itu jatuh di wilayah laut yang masih masuk zona ekonomi eksklusif Rusia, namun dekat dengan perairan Jepang, pungkas Khiari.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023