Berdasarkan data Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sejak Januari hingga akhir Juni 2023 jumlah luas lahan yang terbakar di daerah itu mencapai 41 hektare dengan jumlah 31 kasus.
Namun hingga akhir Agustus 2023, jumlah tersebut meningkat menjadi seluas 60 hektare dengan jumlah kejadian di 80 lokasi. Jika dilihat dari jumlah kasus, terjadi peningkatan mencapai 49 lokasi dengan luas meningkat 19 hektare dalam 2 bulan terakhir.
Terjadinya peningkatan cukup signifikan ini tidak terlepas dari dampak musim kemarau yang terjadi di daerah itu, disertai dengan tingkat pemahaman dan kepedulian warga dalam pencegahan kebakaran lahan dan hutan yang perlu terus ditingkatkan.
Ada beberapa faktor penyebab karhutla, antara lain, karena buang puntung rokok menyala sembarangan-- meskipun faktor ini cukup kecil, bakar sampah yang merembet ke belukar sekitar, dan yang paling banyak adalah kebiasaan warga membakar hutan saat membuka lahan.
Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Satpol PP dan Damkar Kabupaten Bangka Barat Zulkarnain mengatakan penyebab kebakaran lahan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir sebagian besar karena ulah warga yang membakar sampah dekat dengan semak belukar.
Pada saat ini banyak lahan yang biasanya ditumbuhi semak belukar dalam kondisi kering sehingga memudahkan terjadinya rembetan api yang kemudian membesar dan terjadi kebakaran lahan.
Petugas mencatat, dalam beberapa hari terakhir hampir setiap hari terjadi kebakaran lahan semak belukar dan tercatat dua hingga tiga kejadian yang masuk dalam laporan ke petugas pemadam kebakaran.
Pada masa kering seperti saat ini, setiap hari petugas biasa menerima dua hingga tiga laporan dari warga. Kecamatan Mentok menjadi lokasi paling sering terjadi kebakaran lahan, terutama di lokasi bekas tambang yang memang banyak ditumbuhi semak belukar kering.
Aparat gencar mengingatkan warga agar selalu waspada dan berhati-hati guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan, dengan cara tidak sembarangan membakar sesuatu.
Pemda juga rutin memberikan sosialisasi dan edukasi hingga ke tingkat desa agar bisa bersama-sama melakukan antisipasi dini kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Perbanyak desa tangguh bencana
Dalam upaya meminimalkan risiko terjadinya bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bangka Barat juga melakukan aksi bersama dinas dan instansi terkait untuk membentuk desa tangguh bencana sekaligus tim relawan desa.
Untuk tahun ini program tersebut sudah bisa direalisasikan di seluruh desa dan kelurahan di Kecamatan Mentok. Bahkan pihaknya juga telah memberikan pelatihan dasar penanggulangan bencana kepada tim sukarelawan bencana tingkat desa dan kelurahan yang sudah dibentuk tersebut.
Program ini akan terus diperluas agar nantinya seluruh desa dan kelurahan di Bangka Barat bisa menjalankan program desa tangguh bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bangka Barat Achmad Nursyandi mengatakan pada program ini Pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat agar mampu meminimalkan risiko terjadinya bencana.
Dengan terbentuknya tim relawan tingkat desa, BPBD juga minta mereka melakukan pencegahan dan tindakan penanganan pada saat terjadi bencana sehingga bisa mengurangi dampak kerugian harta maupun korban jiwa.
Bangka Barat berada di wilayah kepulauan dengan beberapa potensi bencana, baik bencana alam maupun bencana nonalam, seperti angin kencang, puting beliung, banjir pasang air laut, tanah longsor, dan karhutla.
Bencana ini terjadi secara berulang sehingga dibutuhkan pemahaman menyeluruh dari masyarakat agar mampu melakukan langkah mitigasi atau tindakan menyeluruh untuk mengurangi atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul karena bencana.
Dalam upaya mitigasi bencana diperlukan rencana dan strategi akurat melalui kajian rutin dan berkelanjutan karena setiap desa memiliki potensi dan risiko bencana yang berbeda. Hal ini yang harus dipelajari dan dipetakan agar secara mandiri warga bisa melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan pada saat terjadi bencana.
BPBD mengajak warga dan pemerintah desa memetakan potensi dan risiko bencana di wilayah masing-masing. Pihaknya siap membantu melakukan edukasi dan pendampingan dalam merancang program dan langkah dalam mitigasi bencana.
Warga bersama pemerintah desa perlu melakukan kajian dan mempelajari kondisi geografis wilayah, misalnya, dengan memperhatikan bentang alam wilayah sekitar, seperti perbukitan, lembah, dataran rendah, pesisir, dan lainnya dengan dilengkapi informasi rekam jejak bencana yang pernah terjadi.
Masyarakat perlu menyadari bahwa bencana alam yang terjadi di suatu wilayah cenderung berulang, misalnya, banjir, longsor, dan angin kencang. Dengan mempelajari itu bisa diketahui kemungkinan bencana dan bisa menyiapkan langkah antisipasi dini maupun penanganan awal saat terjadi bencana.
Selain itu, warga bersama pemerintah desa juga bisa melakukan rencana persiapan penanganan situasi darurat dengan membekali diri setiap warga tentang pengetahuan tindakan pengamanan diri secara spesifik agar tidak menjadi korban dan bisa melakukan penyelamatan aset dan barang berharga sehingga meminimalkan kerugian.
Pemerintah desa juga bisa melakukan persiapan penanganan bencana dengan melengkapi berbagai kebutuhan sarana dan prasarana penanganan bencana dalam skala kecil, misalnya, alat pemadam kebakaran ringan, perlengkapan tindakan penyelamatan korban dan sejenisnya.
Dalam upaya mitigasi bencana ini, BPBD juga melakukan beberapa simulasi bersama warga dan perangkat pemerintah desa didampingi para personel Bhabinkamtibmas dan Babinsa agar paham langkah-langkah yang harus dilakukan saat terjadi bencana sehingga bisa mengurangi risiko bahaya.
Tak ada yang mengharapkan terjadi bencana, namun dengan persiapan yang matang dan menyeluruh setidaknya akan mampu secara bersama-sama mengurangi risiko bencana.
Aktifkan "batin hutan"
Upaya yang dilakukan dengan membentuk desa tangguh bencana tersebut sejalan dengan upaya yang akan dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat yang akan mengaktifkan pemangku adat "batin hutan" guna membantu upaya bersama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Kabupaten Bangka Barat Muhammad Ferhad Irvan mengatakan pada zaman dahulu di wilayah Pulau Bangka terdapat seorang pemangku adat bergelar "Batin Hutan" yang mengatur berbagai permasalahan yang ada kaitannya dengan aktivitas cocok tanam.
"Pemangku adat batin hutan ini berada di bawah perintah gegading (kepala desa), dia yang mengatur berbagai masalah yang berkaitan dengan kegiatan cocok tanam, pembagian lahan, pelestarian hutan dan lainnya agar tidak terjadi gesekan di tengah warga desa," kata Ferhad Irvan.
Gelar pemangku adat batin hutan ini sangat penting di setiap desa karena dia merupakan pejabat desa yang menentukan dan mengatur berbagai aktivitas penduduk yang ada kaitannya dengan lahan dan hutan.
Berdasarkan catatan Horsefield tahun 1820-an, pendudukan Pulau Bangka pada masa itu sudah melakukan aktivitas bercocok tanam, khususnya padi ladang yang menghasilkan beras merah untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Dalam bercocok tanam padi, penduduk lokal mengawali dengan membakar lahan yang akan ditanami padi yang dilakukan setahun sekali.
Pada masa itu kebiasaan bakar lahan berlangsung sekitar bulan Agustus hingga akhir September. Setelah dibakar, lahan didiamkan sekitar satu bulan untuk kemudian ditanam benih padi, selanjutnya tanaman dibiarkan tumbuh dan siap panen sekitar bulan Maret-April.
Sebelum proses bakar lahan, warga akan melakukan ritual untuk mendapatkan petunjuk dari pemilik kekuatan yang ada di hutan. Jika mendapatkan petunjuk bagus maka proses pembakaran lahan dimulai dengan cara yang sudah ditentukan oleh batin hutan.
Batin hutan lalu memerintahkan beberapa orang perwakilan keluarga untuk bersama-sama menebang pohon yang berada di pinggir lahan (dengan ukuran sekitar 50X50 meter) yang akan dibakar, kemudian batang pohon itu direbahkan ke arah dalam.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar pada saat dilakukan pembakaran, api tidak merambat ke lahan lain yang ada di sekitar lahan tersebut.
Batin hutan juga memerintahkan kepada warga untuk menunggu proses pembakaran dan setelah selesai mereka juga diwajibkan untuk memastikan api sudah padam.
Batin hutan ini yang menentukan jadwal pembakaran lahan untuk tanam padi secara bergantian yang dilakukan kolektif dalam kelompok masyarakat desa setempat.
Pembakaran lahan, baik itu hutan maupun semak belukar, perlu dilakukan karena jenis lahan di Bangka bukan tanah vulkanis sehingga melalui proses bakar lahan ini diyakini mampu membantu meningkatkan kesuburan lahan.
Pada masa itu peran seorang batin hutan sangat vital dalam pengelolaan lingkungan secara keseluruhan. Peran ini yang akan dibangkitkan kembali pada masa kini agar budaya warisan leluhur tidak hilang dan yang lebih pokok adalah adanya pejabat di tingkat desa yang mengatur berbagai aktivitas warga yang berkaitan dengan pola produksi, pemanfaatan lahan, baik untuk pertanian, perkebunan, maupun aktivitas lain agar tidak merusak lingkungan.
Sejarah telah mencatat, keberadaan seorang batin hutan di setiap desa mampu mengatur pola cocok tanam, kebiasaan bakar lahan untuk bertani padi, mencegah dan menindak tegas pembakar lahan yang tidak meminta izin kepada pihak desa maupun orang yang lalai menjadi penyebab kebakaran lahan.
Sampai saat ini masih ada beberapa desa yang masih memegang teguh budaya ini, dan warisan ini akan coba dibangkitkan kembali agar masyarakat semakin patuh terhadap aturan adat desa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Namun hingga akhir Agustus 2023, jumlah tersebut meningkat menjadi seluas 60 hektare dengan jumlah kejadian di 80 lokasi. Jika dilihat dari jumlah kasus, terjadi peningkatan mencapai 49 lokasi dengan luas meningkat 19 hektare dalam 2 bulan terakhir.
Terjadinya peningkatan cukup signifikan ini tidak terlepas dari dampak musim kemarau yang terjadi di daerah itu, disertai dengan tingkat pemahaman dan kepedulian warga dalam pencegahan kebakaran lahan dan hutan yang perlu terus ditingkatkan.
Ada beberapa faktor penyebab karhutla, antara lain, karena buang puntung rokok menyala sembarangan-- meskipun faktor ini cukup kecil, bakar sampah yang merembet ke belukar sekitar, dan yang paling banyak adalah kebiasaan warga membakar hutan saat membuka lahan.
Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Satpol PP dan Damkar Kabupaten Bangka Barat Zulkarnain mengatakan penyebab kebakaran lahan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir sebagian besar karena ulah warga yang membakar sampah dekat dengan semak belukar.
Pada saat ini banyak lahan yang biasanya ditumbuhi semak belukar dalam kondisi kering sehingga memudahkan terjadinya rembetan api yang kemudian membesar dan terjadi kebakaran lahan.
Petugas mencatat, dalam beberapa hari terakhir hampir setiap hari terjadi kebakaran lahan semak belukar dan tercatat dua hingga tiga kejadian yang masuk dalam laporan ke petugas pemadam kebakaran.
Pada masa kering seperti saat ini, setiap hari petugas biasa menerima dua hingga tiga laporan dari warga. Kecamatan Mentok menjadi lokasi paling sering terjadi kebakaran lahan, terutama di lokasi bekas tambang yang memang banyak ditumbuhi semak belukar kering.
Aparat gencar mengingatkan warga agar selalu waspada dan berhati-hati guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan, dengan cara tidak sembarangan membakar sesuatu.
Pemda juga rutin memberikan sosialisasi dan edukasi hingga ke tingkat desa agar bisa bersama-sama melakukan antisipasi dini kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Perbanyak desa tangguh bencana
Dalam upaya meminimalkan risiko terjadinya bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bangka Barat juga melakukan aksi bersama dinas dan instansi terkait untuk membentuk desa tangguh bencana sekaligus tim relawan desa.
Untuk tahun ini program tersebut sudah bisa direalisasikan di seluruh desa dan kelurahan di Kecamatan Mentok. Bahkan pihaknya juga telah memberikan pelatihan dasar penanggulangan bencana kepada tim sukarelawan bencana tingkat desa dan kelurahan yang sudah dibentuk tersebut.
Program ini akan terus diperluas agar nantinya seluruh desa dan kelurahan di Bangka Barat bisa menjalankan program desa tangguh bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bangka Barat Achmad Nursyandi mengatakan pada program ini Pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat agar mampu meminimalkan risiko terjadinya bencana.
Dengan terbentuknya tim relawan tingkat desa, BPBD juga minta mereka melakukan pencegahan dan tindakan penanganan pada saat terjadi bencana sehingga bisa mengurangi dampak kerugian harta maupun korban jiwa.
Bangka Barat berada di wilayah kepulauan dengan beberapa potensi bencana, baik bencana alam maupun bencana nonalam, seperti angin kencang, puting beliung, banjir pasang air laut, tanah longsor, dan karhutla.
Bencana ini terjadi secara berulang sehingga dibutuhkan pemahaman menyeluruh dari masyarakat agar mampu melakukan langkah mitigasi atau tindakan menyeluruh untuk mengurangi atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul karena bencana.
Dalam upaya mitigasi bencana diperlukan rencana dan strategi akurat melalui kajian rutin dan berkelanjutan karena setiap desa memiliki potensi dan risiko bencana yang berbeda. Hal ini yang harus dipelajari dan dipetakan agar secara mandiri warga bisa melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan pada saat terjadi bencana.
BPBD mengajak warga dan pemerintah desa memetakan potensi dan risiko bencana di wilayah masing-masing. Pihaknya siap membantu melakukan edukasi dan pendampingan dalam merancang program dan langkah dalam mitigasi bencana.
Warga bersama pemerintah desa perlu melakukan kajian dan mempelajari kondisi geografis wilayah, misalnya, dengan memperhatikan bentang alam wilayah sekitar, seperti perbukitan, lembah, dataran rendah, pesisir, dan lainnya dengan dilengkapi informasi rekam jejak bencana yang pernah terjadi.
Masyarakat perlu menyadari bahwa bencana alam yang terjadi di suatu wilayah cenderung berulang, misalnya, banjir, longsor, dan angin kencang. Dengan mempelajari itu bisa diketahui kemungkinan bencana dan bisa menyiapkan langkah antisipasi dini maupun penanganan awal saat terjadi bencana.
Selain itu, warga bersama pemerintah desa juga bisa melakukan rencana persiapan penanganan situasi darurat dengan membekali diri setiap warga tentang pengetahuan tindakan pengamanan diri secara spesifik agar tidak menjadi korban dan bisa melakukan penyelamatan aset dan barang berharga sehingga meminimalkan kerugian.
Pemerintah desa juga bisa melakukan persiapan penanganan bencana dengan melengkapi berbagai kebutuhan sarana dan prasarana penanganan bencana dalam skala kecil, misalnya, alat pemadam kebakaran ringan, perlengkapan tindakan penyelamatan korban dan sejenisnya.
Dalam upaya mitigasi bencana ini, BPBD juga melakukan beberapa simulasi bersama warga dan perangkat pemerintah desa didampingi para personel Bhabinkamtibmas dan Babinsa agar paham langkah-langkah yang harus dilakukan saat terjadi bencana sehingga bisa mengurangi risiko bahaya.
Tak ada yang mengharapkan terjadi bencana, namun dengan persiapan yang matang dan menyeluruh setidaknya akan mampu secara bersama-sama mengurangi risiko bencana.
Aktifkan "batin hutan"
Upaya yang dilakukan dengan membentuk desa tangguh bencana tersebut sejalan dengan upaya yang akan dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat yang akan mengaktifkan pemangku adat "batin hutan" guna membantu upaya bersama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Kabupaten Bangka Barat Muhammad Ferhad Irvan mengatakan pada zaman dahulu di wilayah Pulau Bangka terdapat seorang pemangku adat bergelar "Batin Hutan" yang mengatur berbagai permasalahan yang ada kaitannya dengan aktivitas cocok tanam.
"Pemangku adat batin hutan ini berada di bawah perintah gegading (kepala desa), dia yang mengatur berbagai masalah yang berkaitan dengan kegiatan cocok tanam, pembagian lahan, pelestarian hutan dan lainnya agar tidak terjadi gesekan di tengah warga desa," kata Ferhad Irvan.
Gelar pemangku adat batin hutan ini sangat penting di setiap desa karena dia merupakan pejabat desa yang menentukan dan mengatur berbagai aktivitas penduduk yang ada kaitannya dengan lahan dan hutan.
Berdasarkan catatan Horsefield tahun 1820-an, pendudukan Pulau Bangka pada masa itu sudah melakukan aktivitas bercocok tanam, khususnya padi ladang yang menghasilkan beras merah untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Dalam bercocok tanam padi, penduduk lokal mengawali dengan membakar lahan yang akan ditanami padi yang dilakukan setahun sekali.
Pada masa itu kebiasaan bakar lahan berlangsung sekitar bulan Agustus hingga akhir September. Setelah dibakar, lahan didiamkan sekitar satu bulan untuk kemudian ditanam benih padi, selanjutnya tanaman dibiarkan tumbuh dan siap panen sekitar bulan Maret-April.
Sebelum proses bakar lahan, warga akan melakukan ritual untuk mendapatkan petunjuk dari pemilik kekuatan yang ada di hutan. Jika mendapatkan petunjuk bagus maka proses pembakaran lahan dimulai dengan cara yang sudah ditentukan oleh batin hutan.
Batin hutan lalu memerintahkan beberapa orang perwakilan keluarga untuk bersama-sama menebang pohon yang berada di pinggir lahan (dengan ukuran sekitar 50X50 meter) yang akan dibakar, kemudian batang pohon itu direbahkan ke arah dalam.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar pada saat dilakukan pembakaran, api tidak merambat ke lahan lain yang ada di sekitar lahan tersebut.
Batin hutan juga memerintahkan kepada warga untuk menunggu proses pembakaran dan setelah selesai mereka juga diwajibkan untuk memastikan api sudah padam.
Batin hutan ini yang menentukan jadwal pembakaran lahan untuk tanam padi secara bergantian yang dilakukan kolektif dalam kelompok masyarakat desa setempat.
Pembakaran lahan, baik itu hutan maupun semak belukar, perlu dilakukan karena jenis lahan di Bangka bukan tanah vulkanis sehingga melalui proses bakar lahan ini diyakini mampu membantu meningkatkan kesuburan lahan.
Pada masa itu peran seorang batin hutan sangat vital dalam pengelolaan lingkungan secara keseluruhan. Peran ini yang akan dibangkitkan kembali pada masa kini agar budaya warisan leluhur tidak hilang dan yang lebih pokok adalah adanya pejabat di tingkat desa yang mengatur berbagai aktivitas warga yang berkaitan dengan pola produksi, pemanfaatan lahan, baik untuk pertanian, perkebunan, maupun aktivitas lain agar tidak merusak lingkungan.
Sejarah telah mencatat, keberadaan seorang batin hutan di setiap desa mampu mengatur pola cocok tanam, kebiasaan bakar lahan untuk bertani padi, mencegah dan menindak tegas pembakar lahan yang tidak meminta izin kepada pihak desa maupun orang yang lalai menjadi penyebab kebakaran lahan.
Sampai saat ini masih ada beberapa desa yang masih memegang teguh budaya ini, dan warisan ini akan coba dibangkitkan kembali agar masyarakat semakin patuh terhadap aturan adat desa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023