BPIP menyelenggarakan diskusi buku “Menemukan Kembali Api Pancasila melalui Pidato Bung Karno” di Perpustakaan Nasional pada 23 Januari 2024.
Dalam keterangan rilis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis (25/1), acara diskusi tersebut dirangkaikan dengan penyerahan buku-buku terbitan BPIP, antara lain ”Salam Merdeka dan Salam Pancasila” dan “Garuda Pancasila: Sejarah Penciptaan Lambang Negara” kepada Perpustakaan Nasional.
Buku-buku tersebut diserahkan langsung oleh Kepala BPIP, Prof. Yudian Wahyudi kepada Kepala Perpustakaan Nasional. Acara yang dihadiri oleh para pelajar SMP dan SMA serta para guru mereka dari berbagai wilayah di Jakarta, dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada Gen-Z tentang Pancasila, baik konteks sejarahnya maupun substansi nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam diskusi buku “Menemukan Kembali Api Pancasila melalui Pidato Bung Karno”, Dr. Darmansjah Djumala, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menyampaikan api Pancasila yang dimaksud oleh Bung Karno dalam pidato-pidatonya adalah dinamika dan semangat yang terkandung dalam sila-sila Indonesia.
Menurutnya, api Pancasila itu adalah karakter dari nilai Pancasila yang dinamis (selalu berkembang sesuai zaman), progresif (berorientasi pada kemajuan), universal (mengandung nilai-nilai yang disepakati umum) dan inklusif (merangkul semua golongan dari masyarakat yang majemuk).
Lebih spesifik, lanjut Dr. Djumala, api Pancasila dapat dikenali dari tiga nilai inti, yaitu Ketuhanan, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Nilai Ketuhanan, dalam ajaran Bung Karno, haruslah direfleksikan dengan cara beradab, Ketuhanan yang Berkeadaban.
Artinya menjalankan agama dengan cara saling hormat-menghormati dengan pemeluk agama lain. Nilai Kebangsaan pun hendaknya tidak membawa manusia Indonesia terjebak pada sikap chauvinistik, rasa cinta berlebihan pada bangsa sendiri sehingga merendahkan bangsa lain.
Oleh karena itu, Kebangsaan Indonesia haruslah juga mengindahkan nilai Kemanusiaan. Artinya: sekalipun kita cinta pada bangsa Indonesia dengan semangat nasionalisme, tetap lah harus menghargai bangsa-bangsa lain dengan prinsip internasionalisme.
Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina, juga menegaskan bahwa Gen-Z perlu memahami Pancasila dan mempraktekkan tiga nilai inti Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Ditegaskan oleh Dr. Djumala, pada hakikatnya Pancasila itu sendiri sudah ada tertanam dalam jiwa anak Indonesia. Pancasila sudah ”embedded in soul and mind” manusia Indonesia. Dalam kehidupan keluarga, misalnya, setiap anak Indonesia selalu pamit pada orang tuanya dengan mengucap salam. Itu adalah nilai Pancasila.
Jika terjadi bencana, dengan dorongan hati nurani masyarakat Indonesia ikut membantu dengan bergotong royong. Itu juga adalah Pancasila. Hal itu dilakukan secara naluriah, sehingga tidak pernah dinarasikan di dalam keluarga dan di ruangan publik. Sebab sudah dianggap sebagai hal yang biasa.
“Nilai Pancasila yang hidup dalam lingkungan keluarga dan masyarakat perlu kiranya dinarasikan di ruang publik, agar kita menyadari bahwa memang Pancasila itu nyata ada dalam pri-kehidupan sehari-hari. Gen-Z punya peran dalam menarasikan Pancasila dalam lingkungan keluarga dan di ruang publik”, simpul Dr. Djumala.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Dalam keterangan rilis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis (25/1), acara diskusi tersebut dirangkaikan dengan penyerahan buku-buku terbitan BPIP, antara lain ”Salam Merdeka dan Salam Pancasila” dan “Garuda Pancasila: Sejarah Penciptaan Lambang Negara” kepada Perpustakaan Nasional.
Buku-buku tersebut diserahkan langsung oleh Kepala BPIP, Prof. Yudian Wahyudi kepada Kepala Perpustakaan Nasional. Acara yang dihadiri oleh para pelajar SMP dan SMA serta para guru mereka dari berbagai wilayah di Jakarta, dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada Gen-Z tentang Pancasila, baik konteks sejarahnya maupun substansi nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam diskusi buku “Menemukan Kembali Api Pancasila melalui Pidato Bung Karno”, Dr. Darmansjah Djumala, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menyampaikan api Pancasila yang dimaksud oleh Bung Karno dalam pidato-pidatonya adalah dinamika dan semangat yang terkandung dalam sila-sila Indonesia.
Menurutnya, api Pancasila itu adalah karakter dari nilai Pancasila yang dinamis (selalu berkembang sesuai zaman), progresif (berorientasi pada kemajuan), universal (mengandung nilai-nilai yang disepakati umum) dan inklusif (merangkul semua golongan dari masyarakat yang majemuk).
Lebih spesifik, lanjut Dr. Djumala, api Pancasila dapat dikenali dari tiga nilai inti, yaitu Ketuhanan, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Nilai Ketuhanan, dalam ajaran Bung Karno, haruslah direfleksikan dengan cara beradab, Ketuhanan yang Berkeadaban.
Artinya menjalankan agama dengan cara saling hormat-menghormati dengan pemeluk agama lain. Nilai Kebangsaan pun hendaknya tidak membawa manusia Indonesia terjebak pada sikap chauvinistik, rasa cinta berlebihan pada bangsa sendiri sehingga merendahkan bangsa lain.
Oleh karena itu, Kebangsaan Indonesia haruslah juga mengindahkan nilai Kemanusiaan. Artinya: sekalipun kita cinta pada bangsa Indonesia dengan semangat nasionalisme, tetap lah harus menghargai bangsa-bangsa lain dengan prinsip internasionalisme.
Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina, juga menegaskan bahwa Gen-Z perlu memahami Pancasila dan mempraktekkan tiga nilai inti Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Ditegaskan oleh Dr. Djumala, pada hakikatnya Pancasila itu sendiri sudah ada tertanam dalam jiwa anak Indonesia. Pancasila sudah ”embedded in soul and mind” manusia Indonesia. Dalam kehidupan keluarga, misalnya, setiap anak Indonesia selalu pamit pada orang tuanya dengan mengucap salam. Itu adalah nilai Pancasila.
Jika terjadi bencana, dengan dorongan hati nurani masyarakat Indonesia ikut membantu dengan bergotong royong. Itu juga adalah Pancasila. Hal itu dilakukan secara naluriah, sehingga tidak pernah dinarasikan di dalam keluarga dan di ruangan publik. Sebab sudah dianggap sebagai hal yang biasa.
“Nilai Pancasila yang hidup dalam lingkungan keluarga dan masyarakat perlu kiranya dinarasikan di ruang publik, agar kita menyadari bahwa memang Pancasila itu nyata ada dalam pri-kehidupan sehari-hari. Gen-Z punya peran dalam menarasikan Pancasila dalam lingkungan keluarga dan di ruang publik”, simpul Dr. Djumala.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024