Pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia untuk air minum yang aman dan sanitasi, Pedro Arrojo-Agudo, mengatakan militerisasi air oleh Israel di wilayah Palestina adalah bagian dari kebijakan apartheid atau diskriminasi air dan teritorial.

Arrojo-Agudo dalam sebuah konferensi pers di Jenewa pada Senin (16/9) menyebutkan bahwa populasi Gaza hidup dengan rata-rata 4,7 liter air per orang per hari.

Dia mengingatkan bahwa angka tersebut jauh di bawah kebutuhan jumlah minimal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam situasi darurat, yakni 15 liter per orang per hari.

"Militerisasi air di wilayah Palestina yang diduduki telah menjadi inti dari kebijakan apartheid air dan teritorial selama 50 tahun terakhir, termasuk penghancuran infrastruktur air dasar Palestina, katanya.

Baca juga: PBB: 55 perintah evakuasi Israel mencakup 85 persen wilayah Gaza
Baca juga: Enam warga Palestina tewas dalam serangan udara Israel di Kota Gaza

Arrojo-Agudo mengatakan sumber air tawar alami satu-satunya adalah akuifer pesisir dan 2,3 juta orang di Gaza terpaksa memompa air tiga kali lebih banyak daripada yang diterima akuifer melalui pengisian alami yang mengakibatkan intrusi laut yang intens dan salinisasi.

"Selain itu, Israel telah memblokir 70 persen bahan yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan pabrik pengolahan air limbah karena penggunaan ganda, sehingga menghambat pengolahan limbah yang tepat yang menyebabkan kontaminasi feses (kotoran pembuangan dari saluran pencernaan) secara progresif pada air tanah," ujarnya.

Pejabat tersebut menekankan bahwa bahkan sebelum 7 Oktober, 40 persen dari populasi sudah diberi pasokan air minum.

Namun, saat perang pecah, Israel secara radikal memutus pasokan air tersebut dan pasokan listrik, serta menghancurkan pabrik desalinasi.

Mengenai penyakit yang meledak akibat kekurangan air bersih, dirinya mengatakan sebanyak 1,7 juta kasus penyakit menular, termasuk diare, disentri, hepatitis A, polio, cacar, telah dilaporkan.

"Semua ini, ditambah dengan kurangnya perawatan medis, mengakibatkan kematian, terutama bayi dan anak-anak, menjadikan kelangkaan dan kontaminasi air sebagai bom diam yang jauh kurang terlihat daripada bom yang menghancurkan bangunan dan telah membunuh puluhan ribu warga sipil, namun bom ini tidak kalah mematikan," ucapnya.

Lebih lanjut Arrojo-Agudo menyampaikan rakyat Palestina tidak memiliki akses ke Sungai Yordan dan tidak dapat membangun sumur atau infrastruktur air di wilayah mereka sendiri. Penduduk Palestina hanya memiliki 70 liter per orang per hari dan banyak komunitas pedesaan hanya memiliki 20 liter.

Sementara populasi Israel rata-rata memiliki empat kali lebih banyak dan pemukim ilegal menerima serta menggunakan 18 kali lebih banyak air untuk tanaman dan kolam renang mereka," tambahnya.

Sumber : Anadolu

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024