Dokter spesialis anak dari Universitas Indonesia dr. Ria Yoanita Sp.A menyarankan para orang tua agar berhati-hati dalam memberikan teh kepada anak, antara lain karena bisa berdampak kurang baik pada tumbuh kembang anak.

Kepada ANTARA di Jakarta, Jumat, Ria menyampaikan bahwa orang tua sebaiknya memperhatikan waktu pemberian teh dan jumlahnya, memastikan anak tidak berlebihan minum teh.

Menurut dia, anak seringkali tidak mau makan setelah minum teh karena sudah merasa kenyang, padahal teh tidak mengandung zat gizi makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

"Teh tidak mengandung zat gizi makro, seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta hanya sedikit sekali mengandung mineral. Hal ini bisa merugikan bagi anak-anak yang membutuhkan zat gizi lengkap untuk bisa tumbuh dan berkembang," ia menjelaskan.

Selain itu, polifenol dan asam fitat yang terkandung dalam teh dapat menghambat penyerapan zat besi, sehingga menimbulkan risiko defisiensi besi pada anak.

"Teh mengganggu penyerapan zat besi, anak jadi mudah terkena anemia defisiensi besi, akibatnya terjadi kenaikan berat badan seret, lama kelamaan menjadi stunting jika tidak diatasi segera," kata Ria.

Oleh karena itu, teh sebaiknya tidak dijadikan sebagai pendamping makan, tidak diminum pada saat makan.

Ria juga menyampaikan bahwa teh mengandung kafein, theobromine, dan teofilin, stimulan yang bisa membuat anak menjadi terlalu aktif dan sudah tidur. 

Di samping itu, teh bersifat diuretik sehingga anak akan sering buang air kecil kalau minum teh terlalu banyak.

Ria mengingatkan, teh dalam kemasan sebaiknya tidak diberikan kepada anak karena mengandung cukup banyak gula. Minuman dengan kandungan gula tinggi dapat meningkatkan risiko obesitas. 

Pewarta: Fitra Ashari

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024