Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang mengatur tindakan tegas terkait netralitas anggota TNI/Polri dalam pilkada.
“Secara normal, kami sangat mendukung, dan sebenarnya dalam konteks kepolisian, soal netralitas itu aturannya juga sudah banyak dan ketat. Jadi, bagi kami, putusan MK itu satu hal yang sangat positif dan kita akan dukung itu,” kata anggota Kompolnas Muhammad Choirul Anam ketika dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, dalam hal pengawasan netralitas Korps Bhayangkara dalam pilkada, pihaknya telah ikut turun dalam mengawasi persiapan pengamanan pilkada.
“Pekan kemarin, saya ke Jawa Timur, ke Polda dan beberapa Polres untuk memastikan netralitas, termasuk juga untuk persiapan pengamanan, logistik, dan sebagainya,” kata dia.
Selain itu, lanjutnya, Kompolnas juga bekerja sama dengan lembaga terkait, salah satunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
“Bersama teman-teman KPU, Bawaslu, kami mengecek bagaimana keterlibatan kepolisian, sehingga yang dalam konteks implementasi putusan MK tersebut, bagi kami sesuatu yang tidak dimulai dari nol karena memang perangkatnya ada, kerja samanya ada, pertemuan-pertemuan juga ada,” ucapnya.
Sebelumnya, MK memutuskan pemberian hukuman pidana penjara atau denda untuk pejabat daerah dan anggota TNI/Polri pada Kamis (14/11).
MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 188 UU Nomor 1/2015 sebelumnya berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Adapun usai Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024 dikeluarkan, Pasal 188 UU Nomor 1/2015 kini selengkapnya menjadi berbunyi:
"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
“Secara normal, kami sangat mendukung, dan sebenarnya dalam konteks kepolisian, soal netralitas itu aturannya juga sudah banyak dan ketat. Jadi, bagi kami, putusan MK itu satu hal yang sangat positif dan kita akan dukung itu,” kata anggota Kompolnas Muhammad Choirul Anam ketika dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, dalam hal pengawasan netralitas Korps Bhayangkara dalam pilkada, pihaknya telah ikut turun dalam mengawasi persiapan pengamanan pilkada.
“Pekan kemarin, saya ke Jawa Timur, ke Polda dan beberapa Polres untuk memastikan netralitas, termasuk juga untuk persiapan pengamanan, logistik, dan sebagainya,” kata dia.
Selain itu, lanjutnya, Kompolnas juga bekerja sama dengan lembaga terkait, salah satunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
“Bersama teman-teman KPU, Bawaslu, kami mengecek bagaimana keterlibatan kepolisian, sehingga yang dalam konteks implementasi putusan MK tersebut, bagi kami sesuatu yang tidak dimulai dari nol karena memang perangkatnya ada, kerja samanya ada, pertemuan-pertemuan juga ada,” ucapnya.
Sebelumnya, MK memutuskan pemberian hukuman pidana penjara atau denda untuk pejabat daerah dan anggota TNI/Polri pada Kamis (14/11).
MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 188 UU Nomor 1/2015 sebelumnya berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Adapun usai Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024 dikeluarkan, Pasal 188 UU Nomor 1/2015 kini selengkapnya menjadi berbunyi:
"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024