Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan harus memastikan pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru harus melibatkan partisipasi aktif dari berbagai serikat buruh.
Pemerintah harus memastikan ada pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru sesuai keputusan MK dan harus melibatkan partisipasi aktif dari serikat-serikat buruh, ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk Tindak Lanjut Putusan MK: Pembentukan UU Ketenagakerjaan Baru yang dipantau dari Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut merujuk pada tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh.
Putusan tersebut juga memuat tujuh pokok persoalan ketenagakerjaan, dan pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru secara terpisah dari Undang-Undang Cipta Kerja merupakan salah satu pokok persoalannya.
Langkah pertama dari pembuatan UU Ketenagakerjaan tersebut, lanjut Bivitri menjelaskan, adalah menyisir semua peraturan pemerintah (PP), peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan tujuh pokok persoalan ketenagakerjaan, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi.
Terus, baru deh menyiapkan tim untuk membuat Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, yang melibatkan serikat-serikat. Ini judicial order-nya (perintah hukumnya) dan harus diselesaikan pada 31 Oktober 2026, kata Bivitri.
Selain Undang-Undang Ketenagakerjaan, Bivitri juga mengatakan bahwa pekerjaan rumah lainnya bagi Kementerian Ketenagakerjaan adalah menyegerakan penetapan upah, sebagaimana harapan dari seluruh pemangku kepentingan isu ketenagakerjaan.
Itu dalam waktu dekat harus diputus soal upah sesegera mungkin, kata Bivitri.
Adapun ketujuh pokok persoalan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, libur dua hari dalam sepekan, menghidupkan kembali peran Dewan Pengupahan, memperketat aturan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Lebih lanjut, juga terdapat persoalan berupa memperketat aturan tenaga kerja asing (TKA), membatasi jenis outsourcing, dan mengusulkan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan telah mempelajari putusan MK, khususnya 21 pasal yang dicabut oleh majelis hakim. Bahkan, pihaknya juga sudah membagi tiga tahapan apa saja yang mesti segera dilaksanakan dalam waktu dekat.
Yassierli menyatakan bahwa penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk Upah Minimum Sektoral (UMSK), ditargetkan rampung sebelum 25 Desember 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Pemerintah harus memastikan ada pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru sesuai keputusan MK dan harus melibatkan partisipasi aktif dari serikat-serikat buruh, ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk Tindak Lanjut Putusan MK: Pembentukan UU Ketenagakerjaan Baru yang dipantau dari Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut merujuk pada tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh.
Putusan tersebut juga memuat tujuh pokok persoalan ketenagakerjaan, dan pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru secara terpisah dari Undang-Undang Cipta Kerja merupakan salah satu pokok persoalannya.
Langkah pertama dari pembuatan UU Ketenagakerjaan tersebut, lanjut Bivitri menjelaskan, adalah menyisir semua peraturan pemerintah (PP), peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan tujuh pokok persoalan ketenagakerjaan, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi.
Terus, baru deh menyiapkan tim untuk membuat Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, yang melibatkan serikat-serikat. Ini judicial order-nya (perintah hukumnya) dan harus diselesaikan pada 31 Oktober 2026, kata Bivitri.
Selain Undang-Undang Ketenagakerjaan, Bivitri juga mengatakan bahwa pekerjaan rumah lainnya bagi Kementerian Ketenagakerjaan adalah menyegerakan penetapan upah, sebagaimana harapan dari seluruh pemangku kepentingan isu ketenagakerjaan.
Itu dalam waktu dekat harus diputus soal upah sesegera mungkin, kata Bivitri.
Adapun ketujuh pokok persoalan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, libur dua hari dalam sepekan, menghidupkan kembali peran Dewan Pengupahan, memperketat aturan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Lebih lanjut, juga terdapat persoalan berupa memperketat aturan tenaga kerja asing (TKA), membatasi jenis outsourcing, dan mengusulkan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan telah mempelajari putusan MK, khususnya 21 pasal yang dicabut oleh majelis hakim. Bahkan, pihaknya juga sudah membagi tiga tahapan apa saja yang mesti segera dilaksanakan dalam waktu dekat.
Yassierli menyatakan bahwa penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk Upah Minimum Sektoral (UMSK), ditargetkan rampung sebelum 25 Desember 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024