Jakarta (Antara Babel) - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengungkapkan sejumlah asetnya berupa properti maupun mobil mewah yang pernah dibayari oleh pengusaha bernama Danu Wira selaku Direktur Utama PT Wirabayu Pratama.
"Ada pembayaran mobil Audi A5 sebesar Rp850 juta, pembayaran apartemen Callia sebesar Rp375 juta, rumah di Vimala Hills Rp539 juta, pembayaran Range Rover Rp64,75 juta sebesar dua kali, pembayaran Audi A6 Rp388 juta, pembayaran Alphard Rp287 juta, pembayaran Range Rover Rp1,25 miliar dan apartemen SOHO dua kali masing-masing Rp107,071 juta jadi totalnya sekitar Rp4 miliar," kata Sanusi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam dakwaan, sejumlah harta Sanusi disebut jaksa penuntut umum berasal dari Danu Wira.
Harta tersebut adalah gedung Sanusi Center di Jalan Mushola Rt 004 Rw 09 Kramat Jati senilai Rp3 miliar, membayari Rp1,64 miliar untuk satu unit rumah susun non hunian Thamrin Executive Residence di Jalan Kebon Kacang Raya 1 Kelurahan Kebon Melati Tanah Abang, satu unit apartemen Callia (Park Center Pulomas) di jalan Kayu Putih Raya dan Jalan Perintis Kemerdekaan Pulo Gadung Jakarta Timur sebesar Rp375,715 juta diminta dari Danu Wira, satu unit tanah dan bangunan di jalan Haji Kelik Komplek Perumahan Permata Regency Glok F Kembangan sejumlah Rp7,35 miliar atans nama Naomi Shallima dan satu mobil Audi A5 Nomor polisi (nopol) B 22 Eve yang dipesan Evelin Irawan senilai Rp875 juta.
Masih ada satu unit tanah dan bangunan yang kepemilikannya diatasnamakan Sanusi di perumahan Vimala Hills Villa dan Resorts Cluster Alpen seharga Rp5,995 miliar dan meminta Danu Wira untuk membayarkan sejumlah Rp2,72 miliar; satu unit apartemen Soho di Jalan MT Haryono seharga Rp3,21 miliar yang dibayar Danu Wira sebesar Rp1,28 miliar; satu unit apartemen Residence 8 @Senopati di Jalan Senopati seharga Rp3,15 miliar yang dibayarkan Danu Wira sejumlah Rp3,05 miliar; dan satu unit tanah dan bangunan di Jalan Saidi seharga Rp16,72 miliar yang diatasnamakan Jeffry Setiawan Tan dan meminta Danu Wira membayarkan sejumlah Rp900 juta.
"Uang itu adalah pembayaran utang dari dia (Danu Wira) ke saya dari bisnis tambang di Kutai Kartanegara sebesar Rp3 miliar tapi ternyata gagal, padahal kalau tambang berproduksi modal awal saya itu akan ditambah Rp1 miliar dan kalau untung akan ditambah setengah dolar AS per ton. Tapi karena pinjaman itu adalah pada 2011 sedangkan baru dibayar 2014 jadi jeda 4 tahun tentu Pak Danu sudah memperhitungkan bunganya, kalau uang Rp3 miliar saya pakai untuk putar uang bisa dapat lebih banyak lagi," tambah Sanusi.
Namun Sanusi mengakui bahwa Danu Wira pernah melaporkan kepada dirinya mengenai persoalan bisnis Danu Wira sebagai rekanan dinas Pekerjaan Umum pemerintah provinsi DKI Jakarta.
"Dia pernah melapor tidak dibayar sama PU lalu say sampaikan 'Nanti loe bersurat saja ke Ketua Komisi D, nanti gue panggil dia (Kepala Dinas PU), saya sudah panggil Pak Teguh Hendrawan (Kepala Dinas PU), datang ke ruangan saya. Sebenarnya pekerjaan Pak Danu sudah selesai bahkan komisi D mau survei ke sana tapi ternyata pompa belum dipasang karena belum ada itikad dari pemprov untuk membayar," ungkap Sanusi.
Sehingga menurut Sanusi, sampai sekarang Danu Wira juga belum mendapat pembayaran dari pekerjaannya di Dinas PU Tata Air.
"Sampai detik ini juga belom dibayarkan pemprov, makanya Pak Danu mengatakan akan melakukan arbitrase ya saya katakan silakan. Orang yang mengadu ke saya juga bukan hanya Pak Danu, tapi banyak sejak 2013," tambah Sanusi.
Sanusi juga mengakui tidak pernah melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK sejak menjabat pada 2009.
"Sejak menjadi anggota dewan pada 2009 tidak ada surat himbauan untuk melaporkan LHKPN ke KPK baik dari ketua dewan maupun kesekretariatan dewan, tidak pernah ada surat itu, saya juga sudah tanya teman-teman dewan lain dan tidak ada surat," tegas Sanusi.
Sanusi didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar, antara lain diterima dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan pelaksana proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp21,18 miliar yaitu dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira (Rp21,18 miliar), Direktur Utama PT Imemba Contrakctors Boy Ishak (Rp2 miliar) dan dari pihak-pihak lain sejumlah Rp22,1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Ada pembayaran mobil Audi A5 sebesar Rp850 juta, pembayaran apartemen Callia sebesar Rp375 juta, rumah di Vimala Hills Rp539 juta, pembayaran Range Rover Rp64,75 juta sebesar dua kali, pembayaran Audi A6 Rp388 juta, pembayaran Alphard Rp287 juta, pembayaran Range Rover Rp1,25 miliar dan apartemen SOHO dua kali masing-masing Rp107,071 juta jadi totalnya sekitar Rp4 miliar," kata Sanusi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam dakwaan, sejumlah harta Sanusi disebut jaksa penuntut umum berasal dari Danu Wira.
Harta tersebut adalah gedung Sanusi Center di Jalan Mushola Rt 004 Rw 09 Kramat Jati senilai Rp3 miliar, membayari Rp1,64 miliar untuk satu unit rumah susun non hunian Thamrin Executive Residence di Jalan Kebon Kacang Raya 1 Kelurahan Kebon Melati Tanah Abang, satu unit apartemen Callia (Park Center Pulomas) di jalan Kayu Putih Raya dan Jalan Perintis Kemerdekaan Pulo Gadung Jakarta Timur sebesar Rp375,715 juta diminta dari Danu Wira, satu unit tanah dan bangunan di jalan Haji Kelik Komplek Perumahan Permata Regency Glok F Kembangan sejumlah Rp7,35 miliar atans nama Naomi Shallima dan satu mobil Audi A5 Nomor polisi (nopol) B 22 Eve yang dipesan Evelin Irawan senilai Rp875 juta.
Masih ada satu unit tanah dan bangunan yang kepemilikannya diatasnamakan Sanusi di perumahan Vimala Hills Villa dan Resorts Cluster Alpen seharga Rp5,995 miliar dan meminta Danu Wira untuk membayarkan sejumlah Rp2,72 miliar; satu unit apartemen Soho di Jalan MT Haryono seharga Rp3,21 miliar yang dibayar Danu Wira sebesar Rp1,28 miliar; satu unit apartemen Residence 8 @Senopati di Jalan Senopati seharga Rp3,15 miliar yang dibayarkan Danu Wira sejumlah Rp3,05 miliar; dan satu unit tanah dan bangunan di Jalan Saidi seharga Rp16,72 miliar yang diatasnamakan Jeffry Setiawan Tan dan meminta Danu Wira membayarkan sejumlah Rp900 juta.
"Uang itu adalah pembayaran utang dari dia (Danu Wira) ke saya dari bisnis tambang di Kutai Kartanegara sebesar Rp3 miliar tapi ternyata gagal, padahal kalau tambang berproduksi modal awal saya itu akan ditambah Rp1 miliar dan kalau untung akan ditambah setengah dolar AS per ton. Tapi karena pinjaman itu adalah pada 2011 sedangkan baru dibayar 2014 jadi jeda 4 tahun tentu Pak Danu sudah memperhitungkan bunganya, kalau uang Rp3 miliar saya pakai untuk putar uang bisa dapat lebih banyak lagi," tambah Sanusi.
Namun Sanusi mengakui bahwa Danu Wira pernah melaporkan kepada dirinya mengenai persoalan bisnis Danu Wira sebagai rekanan dinas Pekerjaan Umum pemerintah provinsi DKI Jakarta.
"Dia pernah melapor tidak dibayar sama PU lalu say sampaikan 'Nanti loe bersurat saja ke Ketua Komisi D, nanti gue panggil dia (Kepala Dinas PU), saya sudah panggil Pak Teguh Hendrawan (Kepala Dinas PU), datang ke ruangan saya. Sebenarnya pekerjaan Pak Danu sudah selesai bahkan komisi D mau survei ke sana tapi ternyata pompa belum dipasang karena belum ada itikad dari pemprov untuk membayar," ungkap Sanusi.
Sehingga menurut Sanusi, sampai sekarang Danu Wira juga belum mendapat pembayaran dari pekerjaannya di Dinas PU Tata Air.
"Sampai detik ini juga belom dibayarkan pemprov, makanya Pak Danu mengatakan akan melakukan arbitrase ya saya katakan silakan. Orang yang mengadu ke saya juga bukan hanya Pak Danu, tapi banyak sejak 2013," tambah Sanusi.
Sanusi juga mengakui tidak pernah melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK sejak menjabat pada 2009.
"Sejak menjadi anggota dewan pada 2009 tidak ada surat himbauan untuk melaporkan LHKPN ke KPK baik dari ketua dewan maupun kesekretariatan dewan, tidak pernah ada surat itu, saya juga sudah tanya teman-teman dewan lain dan tidak ada surat," tegas Sanusi.
Sanusi didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar, antara lain diterima dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan pelaksana proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp21,18 miliar yaitu dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira (Rp21,18 miliar), Direktur Utama PT Imemba Contrakctors Boy Ishak (Rp2 miliar) dan dari pihak-pihak lain sejumlah Rp22,1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016