Jakarta (Antara Babel) - Sudah menjelang dua bulan, wajah tiga pasangan calon pemimpin Ibu Kota dipajang di berbagai penjuru Jakarta dalam berbagai ukuran spanduk.

Tidak hanya wajah lima lelaki dan satu perempuan itu yang diperkenalkan, kekayaannya pun telah dipublikasikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta melalui halaman resminya pada 28 November 2016.

Calon gubernur nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono memiliki total harta Rp15,2 miliar dan 511.332 dolar AS. Harta tersebut terdiri atas harta tak bergerak tanah dan bangunan di Jakarta dan Bogor senilai total Rp6,7 miliar lebih dan harta bergerak seperti mobil, giro dan setara kas serta usaha.

Calon wakil gubernur yang mendampinginya Sylviana Murni melaporkan hingga 1 Maret 2015 memiliki total harta Rp8,3 miliar, berupa harta tak bergerak tanah dan bangunan di Jakarta dan Bogor dengan nilai Rp6,6 miliar dan harta bergerak antara lain mobil, motor, logam mulia, batu mulia serta barang seni dan antik.

Untuk calon nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama, harta yang dimiliki sebesar Rp25,6 miliar lebih dan 7.228 dolar AS berupa harta tak bergerak berupa tanah dan bangunan di Belitung Timur dan Jakarta serta harta bergerak di antaranya 18 sapi dan logam mulia.

Calon wakilnya, Djarot Syaiful Hidayat melaporkan harta kekayaannya senilai Rp6,2 miliar berupa harta tak bergerak tanah dan bangunan di Depok dan Blitar dan harta bergerak mobil, logam mulia serta giro dan setara.

Adapun calon gubernur nomor urut 3 Anies Rasyid Baswedan tercatat total hartanya sebesar Rp7,3 miliar dan  8.893 dolar AS yang terdiri atas antara lain tanah bangunan di Jakarta, tiga mobil lama, logam mulia, surat berharga serta giro.

Calon wakil gubernur Sandiaga Uno tercatat mempunyai harta kekayaannya terbanyak dibandingkan calon lainnya yakni mencapai Rp3,8 triliun dan 10,3 juta dolar AS berupa harta tak bergerak tanah dan bangunan yang ada di Jakarta, Tangerang, Singapura dan Washington DC, Amerika Serikat.

Selain itu, harta bergerak mobil, surat berharga, giro dan setara kas.

    
Hanya Sebagai Etalase
   
Sejumlah pihak tampaknya terkejut dengan harta yang dimiliki oleh para calon gubernur dan wakil gubernur yang dinilai cukup besar.

Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai harta kekayaan Agus cukup besar untuk TNI dengan pangkat mayor dan telah mempunyai kekayaan lebih dari Rp15 miliar.

Uchok juga mengkritisi adanya dana hibah dalam LHKPN para calon gubernur dan wakil gubernur DKI.

"Banyak di harta giro dan setara kas bentuknya bisa deposito bisa juga tabungan, paling aneh masalah semua kandidat ada dalam bentuk hibah," tuturnya.

Hibah, katanya, bisa menutupi uang halal atau haram karena sumbernya yang kurang jelas. Untuk memperjelas hibah, penerima harus ke dinas pajak untuk melaporkan dan disertai keterangan notaris.

Ia mengatakan tidak ada yang dapat dilakukan meski memiliki keingintahuan sumber-sumber harta kekayaan para calon untuk menilai lebih lanjut sepak terjang mereka selama ini.

"Masalah harta kekayaan memang ada payung hukum, tetapi tidak menggigit dan hanya masuk untuk dipajang, tidak bisa dilakukan audit. Hanya dilaporkan saja itu etalase," ujar dia.

KPK tidak diberi kewenangan untuk mengaudit atau memberi sanksi serta hanya bisa mengimbau pejabat negara melaporkan harta kekayaan.

Ucok berpendapat seharusnya KPK memiliki kewenangan melakukan penelusuran sumber harta kekayaan para calon yang maju dalam pencalonan.

"Harus ada jalan dan solusi, seseorang punya harta harus diaudit. Harus jelas semua sebagai pejabat," kata Uchok.

    
Mempengaruhi Pemilih
   
Ketua KPU DKI Sumarno mengatakan pihaknya juga tidak memiliki hak untuk melakukan verifikasi kekayaan para calon dan hanya menerima laporan berapapun besaran dana yang untuk selanjutnya dipublikasikan.

Untuk kekayaan, KPU tidak diberikan kewenangan untuk menunjuk akuntan publik mengaudit laporan harta kekayaan agar mengetahui lebih detail sumber-sumbernya.

KPU DKI mendukung jika ada keinginan untuk melakukan verifikasi kepada calon mengenai harta kekayaannya.

"Itu iktikad baik, disempurnakan regulasi agar lembaga yang punya otoritas, KPK, bisa verfikasi harta kekayaan pejabat publik agar tahu sesuai ketentuan atau tidak sesuai," tutur dia.

Terkait penyelenggaraan verifikasi dan audit, ia mengatakan kini hanya dilakukan untuk dana kampanye.

Pasangan calon memiliki kewajiban melaporkan rekening untuk dana kampanye saat akan memasuki masa kampanye, Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) paling lambat 20 Desember 2016 serta laporan dana kampanye terakhir setelah masa kampanye berakhir pada 11 Februari 2017.

"Nanti mereka menjelaskan berapa banyak dana kampanye, darimana sumbernya, identitasnya jelas. Nama identitas, NPWP dan pernyataan sumbangan tidak berasal dari dana tidak benar," tutur Sumarno.

Setelah laporan dana kampanye diterima, KPU Provinsi DKI akan menyerahkannya kepada akuntan publik untuk diaudit dan selanjutnya diumumkan kepada masyarakat.

Jika ditemukan sumbangan dana yang tidak sah dan bermasalah, antara lain sumbangan asing, sumbangan dari BUMN atau BUMD, sumbangan melebihi ketentuan perorangan Rp75 juta perusahaan Rp750 juta, maka akan diserahkan kepada kas negara.

Meski kini sebatas menjadi etalase, publikasi harta kekayaan para calon diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan masyarakat untuk memilih.

Pemilih juga memiliki gambaran terkait transparansi para calon.

Menurut dia, sikap transparan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang berintegritas menjadi taruhan semua pihak.

Sehingga penting untuk mengetahui integritas calon sebelum menjabat agar setelah menjabat tidak bermasalah.

"Apalagi cagub DKI akan mengelola anggaran besar triliunan APBD, sumber dana di luar APBD juga sangat besar. Penting cagub punya komitmen," kata Sumarno.

Pewarta: Dyah Dwi A

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016