“Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” [Al-A’raaf: 81]

Sungguh telah melampaui batas para pelaku sodomi (liwath). Mereka melakukan perbuatan keji dan mengerikannya lagi hal ini terus berulang. Bahkan di tempat-tempat yang kita kira aman. Mirisnya banyak pelaku sodomi menjadikan anak-anak sebagai target sasaran sebab lemah dan mudah diiming-imingi hadiah.

Salah satu kasus sodomi yang membuat warga Bangka geram tahun ini terjadi di Kecamatan Payung, Kabupaten Bangka Selatan. Seorang oknum pimpinan pondok pesantren diduga mencabuli 12 santri laki-laki dengan modus akan memberikan uang, pakaian dan juga membelikan handphone (HP). (Sekilasindonews.com, 27/05/2025)

Kasus sodomi makin merebak, pelakunya juga berasal dari berbagai latar belakang. Menunjukkan perilaku penyimpangan ini telah menyebar di masyarakat. Di Lampung misalnya, pelaku sodomi dilakukan oleh oknum guru. Pelaku melakukan perbuatan keji tersebut kepada dua siswanya yang masih SD dan SMP. (Okezone news, 15/05/2025). 

Atau di Mataram, kasus sodomi dilakukan oleh seorang dosen yang mengajar di 3 universitas. Dengan korban teridentifikasi sementara 22 orang, pelaku hanya dihukum dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. (Kicknews.today, 04/01/2025). 

Dirilis oleh Detik Jabar, salah satu kasus sodomi yang amat memilukan di tahun 2024 lalu adalah kasus sodomi yang dilakukan oleh S yang berusia 14 tahun di Sukabumi. 

Ia menyodomi teman adiknya yang berusia 7 tahun sebanyak 3 kali dan tega menghabisi nyawanya. Namun, sudah melakukan kejahatan sadis begitu pelaku hanya diancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun dengan alasan pelaku masih di bawah umur. Hal ini jauh dari tuntutan keluarga korban yang menuntut hukuman maksimal dengan dipenjara seumur hidup. 

Berbagai fakta diatas juga memperjelas bahwa pelaku sodomi bisa dari kalangan “agamis” hingga yang terdidik. Dari yang sudah tua hingga remaja. Fakta diatas juga membuka mata kita, bahwa hukuman bagi pelaku sodomi di negeri ini sangat ringan. Tidak sebanding dengan efek yang dialami para korban.

Sekulerisme Akar Masalah Sodomi

Rasanya tidak berlebihan jika kita menyimpulkan bahwa kasus sodomi telah terjadi secara sistemik. Sebab bukan sekali dua kali atau satu dua daerah saja terjadinya kasus sodomi melainkan menyebar sporadis. Dengan demikian kasus yang sistemik ini tentunya juga lahir dari kerusakan sistem. 

Benar, berbagai kerusakan, kemaksiatan yang merajalela menimpa ummat ini sejak diterapkan ideologi sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) di negeri-negeri kaum muslimin. 

Kaum muslimin hidup jauh dari agama. Agama hanya dipakai untuk mengatur hubungan dengan Allah dilingkungan privat atau sekedar hubungan dengan diri sendiri seperti berpakaian. Namun agama disingkirkan dari ruang publik. 

Agama diasingkan dari kehidupan. Akibatnya, manusia menjalani kehidupan sesuai dengan hawa nafsunya. 

Maha Benar Allah yang telah berfirman: karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf 12: Ayat 53)

Kehidupan diatur berdasarkan hawa nafsu manusia. Akibatnya lahirlah liberalisme yang diangkut barat ke daratan kaum muslimin. Hidup serba bebas bahkan diluar batas pantas. Perilaku sodomi lahir dari diterapkannya ideologi sekulerisme di negeri ini. 

Pengaruh Media Sosial

Kenapa media begitu penting? Sebab meracuni media diibaratkan sama akibatnya dengan meracuni air bersih di suatu wilayah. Adian Husaini mengungkap bahwa masalah pokoknya adalah masyarakat menerima fakta dari pers kapitalistik bukan sebagaimana adanya. 

Namun,  apa yang mereka anggap sebagai fakta ternyata bermuatan nilai-nilai Barat. Alhasil jaringan konglomerasi media sangat efektif menjadi alat penjajahan pemikiran ala Barat. Kaum muslimin hidup dengan ideologi dan nilai-nilai barat yang jauh dari Islam. (Majalah Al-Waie: 2022)

Media sosial hari ini telah tumbuh begitu cepat, namun kecepatan teknologi ini tidak selalu baik. Berbagai konten termasuk yang menyimpang menjamur tersebar, mudah diakses oleh siapa saja. 

Film atau lagu berbau seksual amat sering berlalu lalang. Termasuk juga grup atau komunitas online yang menyimpang (LGBT). Semua tersebar sebab menghasilkan banyak cuan, banyak diminati tanpa memperdulikan kerusakam yang diakibatkan. Inilah wajah rusak sistem kapitalisme dimana yang dipentingkan dalam mengatur media adalah keuntungan materi semata. Tidak peduli halal haram, pokoknya kalau cuan bisnis jalan. 

Maka tidak heran dengan begitu banyaknya rangsangan yang tersebar tanpa dibentengi keimanan dan rasa takut pada Allah lahirlah perilaku buas. Yah, sodomi. Pelaku mencari mangsa atau korban yang tidak berdaya di dunia nyata agar hasrat mereka segera terpuaskan. 

Sanksi yang Lemah

Sanksi bagi pelaku sodomi bisa dibilang lemah. Tidak memberikan efek jera dan tidak membuat orang lain takut. Misalnya hukuman di Indonesia untuk pelaku sodomi hanyalah kurungan penjara sekian tahun dan denda. 

Misalnya Pasal 417 UU 1/2023 Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Atau Pasal 417 UU 1/2023 Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.    

Setiap orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga anak, untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Jika korban sodominya anak-anak minimal penjaranya 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

Hukuman penjara yang ringan bisa saja dipotong remisi idul fitri atau remisi lainnya diduga juga bisa membuat pelaku sodomi keluar penjara lebih cepat daripada sanksi yang dijatuhkan di persidangan. Sanksi yang ringan ini mengakibatkan kasus sodomi terus berulang.

Islam Berantas Tuntas Perilaku Sodomi

Islam adalah sebuah ideologi yang juga memiliki hukum-hukum yang mampu memecahkan berbagai persoalan kehidupan.

Pertama, Islam mengharamkan perilaku sodomi dan Ummat Islam harus menjauhkan diri darinya. Banyak dalil baik di Al-qur’an maupun As-sunah yang dengan tegas melarang dan mencela perbuatan kaum Luth ini. Diantaranya: 

“Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Lut.” (HR. Nasa’i)

Bahkan Allah SWT mencela perbuatan kaum Luth yakni laki-laki mendatangi laki-laki untuk memuaskan hawa nafsu sebagai perbuatan yang sangat hina. Allah Swt berfirman yang artinya: “Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?”  (QS. Al-A’raf: 80)

Dengan demikian haruslah ada rasa takut untuk mengerjakan perbuatan tersebut. Rasa takut melakukan keharaman tidaklah muncul sendiri, ia dimunculkan dari orang-orang yang bertakwa dengan senantiasa mengkaji Islam dalam kehidupan dan mendekatkan diri kepada Allah. 

Pemahaman Islamnya diamalkan bukan sekedar catatan di lembaran buku atau hafalan di dalam kepala. Maka Islam mewajibkan untuk memahami islam yang tentunya akan mendekatkan seorang hamba pada Allah. Memahami Islamnya bukan parsial (sebagian) melainkan secara kaffah (menyeluruh) dengan mengkajinya secara intensif. 

Kedua, penerapan ideologi islam secara total baik bagi Individu, masyarakat dan negara. Suasana kehidupan adalah suasana keimanan. Islam bukan sekedar aqidah ruhiyyah yang mengatur masalah ibadah kepada Allah tapi Islam juga aqidah Siyasiyah yang mengatur urusan polik atau mengurusi berbagai persoalan dalam kehidupan. 

Penerapan Islam secara komprehensif dalam kehidupan akan menjadi solusi paling praktis dan efektif untuk mengentaskan sodomi. Negara akan menerapkan sistem pergaulan Islam yang melarang khalwat (berdua-duaan), Ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan) juga menjaga interaksi yang terjadi di masyarakat artinya tidak bebas (liberal) sebagaimana hari ini. 

Ketiga, tolak ukur media dalam Islam adalah syariah Islam bukan materi. Berbagai tontonan yang diharamkan syariat maka dilarang beredar. 

Media dalam Islam digunakan untuk melayani ideologi Islam bukan ideologi asing yang membawa kerusakan bagi ummat manusia. Dalam menyampaikan Islam melalui media, syariah Islam mengharuskan Negara agar mengadopsi strategi informasi yang spesifik dalam memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas. 

Hal ini diharapkan akan mampu menggerakkan akal manusia agar mangarahkan pandangannya pada Islam serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Strategi informasi ini di dalam Daulah Khilafah dijalankan fungsinya oleh Instansi Penerangan. (Al-Waie: 2022)

Dengan demikian negara melalui media selain menjaga masyarakat juga akan mengedukasi kaum muslimin dengan ajaran Islam. Media akan menaikkan derajat berfikir masyarakat dan mengarahkan mereka hidup dengan mulia dan menjauhi perilaku tercela. 

Keempat, sanksi bunuh bagi pelaku sodomi. Islam sebagai sebuah ideologi juga memiliki sistem sanksi yang khas. Terkait dengan perilaku sodomi maka Islam memiliki sanksi yakni hukuman bunuh baik bagi yang menyodomi atau yang disodomi dengan sukarela.

Tak ada khilafiyah (perbedaan) di antara para fuqaha, khususnya para Sahabat Nabi saw. seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifaa‘ terkait hukuman bunuh bagi pelaku sodomi. Nabi saw. bersabda,”Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al-Khamsah, kecuali an-Nasa‘i).

Para Sahabat berbeda pendapat mengenai teknis hukuman mati untuk pelaku liwath. Menurut Ali bin Abi Thalib ra., harus dibakar. Menurut Ibnu Abbas ra., harus dicari  bangunan tertinggi, lalu mereka dijatuhkan dengan kepala di bawah, dan sampai di tanah dilempari batu.  

Umar bin Khaththab ra. dan Utsman bin Affan ra berpendapat, kaum gay dihukum mati dengan dibenturkan ke dinding tembok  sampai mati. Memang para Sahabat berbeda pendapat tentang caranya. 

Namun, semuanya sepakat gay wajib dihukum mati. (Abdurrahman al-Maliki, Nizhaam al-‘Uquubaat). (Al-Waie, 16/07/23)

Tentu saja hukuman tersebut tidak diberikan kepada korban sodomi yakni jika mereka dipaksa untuk disodomi. Sanksi yang tegas terhadap pelaku sodomi akan menjadikan orang lain yang ingin melakukan hal serupa mengurungkan niatnya. 

Dengan demikian kasus sodomi dapat dituntaskan oleh Islam dengan penerapan syariah Islam secara komprehensif oleh negara. Wallahu’alambishowwab.

Penulis: Nurul Aryani (Aktivis Dakwah)

Pewarta: Nurul Aryani*)

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2025