Jakarta (Antaranews Babel) - Seluruh pihak harus mewaspadai kemungkinan terjadinya peningkatan praktik ujaran kebencian dalam tahun politik 2018-2019, kata peneliti The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono.

"Semakin dekat dengan agenda kontestasi politik, maka ujaran kebencian akan semakin meningkat. Ujaran kebencian digunakan sebagai salah satu strategi kampanye untuk menyerang dan menjatuhkan lawan politik," ujar dia ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Arfianto mengatakan Amnesty Internasional Indonesia telah memprediksi, ujaran kebencian masih akan terjadi pada 2018-2019 di mana akan diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara serentak di 171 daerah serta pemilihan legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden.

Ujaran kebencian yang terjadi di Indonesia, terjadi dalam bentuk isu, misalnya tuduhan adanya kebangkitan PKI serta ujaran kebencian berbasis sentimen agama.

Dia mengatakan ujaran kebencian dan tindak intoleransi pertama kali marak terjadi pada Pemilu Presiden 2014. Beberapa contohnya, iklan yang berjudul "rest in peace" Jokowi, yang mana dalam iklan tersebut Jokowi dikatakan telah meninggal dunia pada 4 Mei 2014 pukul 15.30 WIB.

Selain itu, adanya isu yang menyebutkan Prabowo Subianto memiliki gangguan kejiwaan atau psikopat.

Ujaran kebencian kemudian makin marak  selama Pilkada DKI Jakarta pada 2017. Berawal dari kasus tuduhan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur petahana Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang mendorong meningkatnya ujaran kebencian, mengaitkan isu SARA selama pernyelenggaraan pilkada setempat.   

"Akibat kejadian tersebut, menurut Economist Intelligence Unit, Indeks Demokrasi Indonesia pada 2017 merosot 20 peringkat dari posisi 48 ke posisi 68," kata dia.

Arfianto mengatakan bahwa penggunaan ujaran kebencian dalam kampanye akan merugikan pemilih.

Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya para calon kepala daerah maupun partai peserta Pemilu 2019 untuk menciptakan kampanye yang mendidik.

Kampanye yang mendidik, menurut dia, menekankan pada pertarungan gagasan para kontestan, bukan justru membangkitkan sentimen kebencian.

Selain itu, kata dia, penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu, bekerja sama dengan Polri, harus tegas menjatuhkan hukuman bagi pasangan calon, partai politik, tim sukses, maupun tim relawan pendukung yang terindikasi melakukan ujaran kebencian dalam kampanye.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) perlu memperkuat koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam rangka pengawasan secara ketat penyebar ucapan kebencian melalui media sosial.

"Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah memantau akun-akun di media sosial yang menyebarkan ucapan kebencian. Jika terbukti secara hukum bahwa akun-akun tersebut menyebabkan  dampak negatif dan jatuhnya korban, maka BSSN bersama aparat penegak hukum terkait harus menindaklanjuti lewat proses hukum yang transparan, akuntabel, dan tegas, dengan tetap melindungi prinsip kebebasan berekspresi setiap warga negara," kata dia.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018