Jakarta (Antaranews Babel) - Pemerintah telah berupaya menarik makin banyak investor yang mau menanamkan sahamnya di Tanah Air, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Menurut Presiden RI Joko Widodo, perpres tersebut bertujuan agar izin TKA di Indonesia makin mudah guna menggenjot investasi asing di Tanah Air.

Persoalan TKA, menurut Kepala Negara, perlu dicarikan solusinya karena globalisasi ekonomi mendorong pasar tenaga kerja sudah melewati batas-batas negara.

Sejalan dengan makin derasnya arus investasi, Indonesia juga dinilai makin berpotensi menerima masuknya TKA dengan kualifikasi tertentu yang dibutuhkan dalam investasi.

Hal tersebut adalah untuk bisa memastikan kepentingan nasional dengan meningkatkan daya tarik investasi maupun kepentingan terserapnya tenaga kerja dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan regulasi untuk menata masuknya TKA.

Selain itu, guna menggerakkan ekonomi di luar APBN agar bisa tumbuh secara berkualitas. Maka, salah satu kuncinya terletak di investasi.

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan bahwa TKA yang masuk ke Indonesia lebih diutamakan untuk alih teknologi sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas produksi industri di Tanah Air.

Wapres di Jakarta, Jumat (6-4-2018), menjelaskan bahwa masuknya TKA ke Tanah Air membuka kesempatan lebih besar bagi tenaga kerja domestik untuk memperoleh pekerjaan di Indonesia.

Menurut Jusuf Kalla, satu TKA bisa membuka setidak-tidaknya sebanyak 100 lapangan kerja.

Kalla berharap keberadaan TKA mampu membawa ilmu dan pengalaman baru yang bermanfaat bagi pekerja domestik.

Dengan demikian, lanjut Jusuf Kalla, industri di Tanah Air bisa berkembang dan menghasilkan produk berkualitas sehingga ekspor Indonesia juga turut meningkat.
    
Cermat

Namun, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi Munawar meminta Pemerintah benar-benar cermat dalam menerapkan regulasi yang mengatur mengenai penggunaan TKA yang terdapat di wilayah Republik Indonesia.

Menurut Rofi Munawar, dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA, tampaknya desakan publik agar tidak gampang memberikan kelonggaran terhadap masuknya tenaga kerja asing hanya dianggap angin lalu.

Rofi berpendapat bahwa regulasi baru tersebut secara alamiah akan memperkecil kesempatan pekerja Indonesia karena regulasi itu hanya berdasarkan pola pikir eksternalitas.

Ia mengingatkan bahwa ada terdapat sejumlah faktor internal yang perlu diperhatikan seperti masih sedikitnya jumlah pengawas TKA, yaitu hanya 1.200 orang untuk seluruh wilayah Indonesia.

Pengawasan yang tidak optimal, menurut dia, akan berdampak pada penggunaan TKA pada bidang kerja yang seharusnya ditempati pekerja domestik.

Menurut dia, TKA yang didatangkan oleh perusahaan hendaknya benar-benar tenaga yang terampil sehingga dapat mendorong investasi, pembangunan ekonomi, dan teknologi di Indonesia.

Anggota Komisi IX DPR RI Ahmad Zainuddin di Jakarta, Rabu (11-4-2018) berpendapat bahwa regulasi tersebut dalam rangka memudahkan masuknya investasi, seperti mempermudah masuknya TKA. Hal ini juga perlu memikirkan bonus demografi yang bakal dialami Indonesia.

Ahmad Zainuddin mengingatkan bahwa RI tengah menuju bonus demografi, yakni jumlah angkatan kerja terus bertambah dan puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun 2020 s.d. 2030.

Menurut dia, dengan fenomena seperti itu, wajar bila ada yang meresahkan keluarnya Peraturan Presiden No. 20/2018 karena perpres tersebut dipersepsikan pemerintah bahwa kemudahan masuknya TKA ke dalam negeri adalah satu-satunya cara efektif meningkatkan investasi asing.

Untuk itu, dia menyatakan bahwa Pemerintah seharusnya lebih bagus mendorong pembangunan SDM lokal dan suprastruktur dalam negeri agar banyak diserap industri dan bisnis.

Ahmad meyakini Indonesia memiliki banyak SDM yang berkapasitas untuk mengisi sejumlah posisi strategis di manajemen tingkat atas berbagai usaha.

Sebelumnya, terkait dengan bonus demografi, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyiapkan pemetaan sektor pekerjaan yang bakal tumbuh dan menghilang dalam 15 tahun ke depan sebagai dampak era digitalisasi dan bonus demografi yang dapat menyebabkan munculnya peluang kerja baru.

Menaker mengingatkan bahwa pada intinya perubahan industri sebagai akibat revolusi teknologi informasi harus diantisipasi secara cepat karena di satu sisi menciptakan peluang kerja baru. Namun, di sisi lain, juga membunuh pekerjaan yang lama.

Meski demikian, Hanif mengajak semua pihak optimistis menghadapi revolusi industri yang terjadi sejak tahap satu hingga empat tetapi umat manusia tetap bisa bertahan.
    
Payung Hukum

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy berharap Perpres No. 2/2018 mampu menjadi payung hukum yang efektif guna meningkatkan jumlah investasi yang masuk ke Tanah Air.

Menurut Imelda Freddy, Perpres No. 20/2018 dapat menyederhanakan beberapa hal yang selama ini kerap dianggap penghambat masuknya pekerja asing ke Indonesia.

Penyederhanaan beberapa hal dalam perpres itu, antara lain, dapat membuka pintu lebih lebar bagi pekerja asing sebagai bagian dari masuknya investasi asing.

Walaupun demikian, Imelda menegaskan pentingnya kepatuhan bagi para pekerja asing terhadap hal-hal yang sudah diwajibkan dalam perpres tersebut.

"Pekerja asing harus tetap mengikuti hal-hal yang sudah diwajibkan. Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku juga merupakan bagian dari memudahkan investasi asing di Indonesia itu sendiri," jelasnya.

Ia berpendapat bahwa sejumlah hal dalam perpres tersebut selain dapat menghemat waktu, penyederhanaan di dalamnya dianggap akan mengurangi proses birokrasi yang dinilai berbelit-belit.

Dengan kata lain, perpres diharapkan bisa menyederhanakan proses ini supaya lebih efektif dan efisien, seperti rekomendasi diharapkan pula bisa selesai di Kementerian Ketenagakerjaan dan instansi terkait tanpa harus melibatkan kementerian lainnya.

Imelda berpendapat bahwa rekomendasi yang lebih efektif terkait dengan persyaratan itu adalah agar izin tinggal dibuat berdasarkan lama durasi kontrak saja.

Ia juga menyatakan bahwa sistem pengawasan yang efektif untuk pekerja asing sangat penting untuk menjaga iklim investasi yang kondusif di Indonesia.

Selain itu, kata dia, sistem tersebut juga harus transparan supaya bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh banyak pihak," katanya.
    
Mekanisme Pengawasan

Untuk itu, CIPS merekomendasikan adanya mekanisme pengawasan terhadap pekerja asing terkait dengan status keimigrasiannya. Mekanisme tersebut harus memiliki kemampuan untuk "track and trace" yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, misalnya perusahaan pemberi kerja, pemerintah, kedutaan, dan agen.

Salah satu contoh dari pengaplikasian sistem "track and trace" ini adalah perusahaan pemberi sponsor harus selalu memonitor status keimigrasian dari para pekerja asing yang dipekerjakannya.

Selain itu, kata dia, perusahaan pemberi kerja harus ikut bertanggung jawab untuk mengawasi status keimigrasian para pekerja asingnya.

Kedua, jika pekerja asing tersebut berhenti bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut, baik pemilik perusahaan maupun pekerja asing, harus menginformasikan kepada pihak imigrasi.

Hal tersebut dalam rangka mempermudah pihak imigrasi untuk memonitor status dari para pekerja asing tersebut. Pasalnya, jika pekerja asing itu tidak terdaftar di perusahaan mana pun, mereka tidak berhak untuk tetap tinggal di Indonesia.

Sistem pengawasan yang efektif dan transparan, kata Imelda, akan meminimalkan potensi pelanggaran keimigrasian, serta juga akan menimbulkan kepatuhan, tidak hanya dari para pekerja asing, tetapi juga dari para perusahaan pemberi kerja.

"Hal ini juga dapat menghindarkan para pekerja asing dari tindakan sewenang-wenang yang mungkin saja terjadi pada mereka. Di beberapa daerah, tidak jarang para pekerja asing mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dalam bentuk razia tidak resmi yang dilancarkan sekelompok orang yang mengatasnamakan komunitas atau daerah tertentu," tuturnya.

Selain pengawasan terhadap sistem keimigrasian pekerja asing, kehadiran para pekerja asing juga harus membawa manfaat bagi para pekerja Indonesia dan perusahaan yang mempekerjakannya.

Dengan menerapkan "collaborative approach" atau pendekatan yang mengutamakan kolaborasi antara pekeja asing dan pekerja Indonesia, perusahaan dinilai akan membentuk budaya kerja yang lebih aktif dan mengedepankan komunikasi dua arah.

Misalnya, para pekerja asing tidak hanya memberi perintah pada pekerja lokal, tetapi pekerja asing harus bisa memberikan pengetahuan mengenai hal yang ditugaskan sehingga pekerja lokal mendapatkan ilmunya, serta pekerjaan tersebut harus melibatkan kedua belah pihak secara seimbang dan dengan mengikutsertakan input dari keduanya juga.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018