Beijing (Antaranews Babel) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas menyatakan bahwa Revisi Undang-Undang Anti-Terorisme jauh lebih penting daripada pembentukan Komando Operasi Pasukan Khusus Gabungan (Koopssusgab).

"Rencana pembentukan Koopssusgab yang terdiri dari satuan-satuan di TNI untuk menangkal terorisme sebaiknya tidak diteruskan. Kita berharap bahwa DPR dan pemerintah fokus pada Revisi Undang-Undang Antiterorisme," katanya kepada Antara di Beijing, China, Kamis.

Menurut dia, UU Antiterorisme yang berlaku saat ini memiliki banyak kelemahan, di antaranya tidak adanya aturan mengenai tindakan-tindakan pendahuluan terorisme.

"Misalnya ada orang Indonesia yang ikut pelatihan atau bahkan mendukung ISIS atau Alqaeda di luar negeri. Dia dilatih untuk merakit bom, dicuci otak untuk menjadi tetroris. Namun saat pulang ke Indonesia tidak disentuh oleh hukum kita karena belum ada undang-undangnya," kata pria yang berprofesi sebagai pengacara ini.

NU telah mengusulkan adanya perluasan pengertian mengenai terorisme, termasuk tidakan pendahuluan.

Ia melihat bahwa UU Antiterorisme yang berlaku saat ini belum mengoptimalkan peran serta intsitusi yang memiliki otoritas tindakan pencegahan.

"Ada BAIS, BIN, di kejaksaan ada intel, di lembaga-lembaga lain juga ada yang tidak diatur dalam undang-undang saat ini. Kami usulkan direvisi agar antarlembaga tersebut tidak menimbulkan egosketoral. Jangan sampai ada yang punya informasi, tapi tidak disampaikan karena yang punya nama dalam penindakan itu institusi tertentu. Ini berbahaya sekali," ujar Robikin yang mendampingi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj melakukan kunjungan kerja ke berbagai wilayah di daratan Tiongkok itu.

Ia menilai UU Antiterorisme masih memberikan kewenangan kepada penegak hukum secara terbatas dalam pemeriksaan dan penahanan.

"Di lain pihak, hak-hak terduga teroris harus dijamin oleh hukum. Misalnya untuk mendapatkan lawyer, menjalankan ibadah. Ini semua belum berimbang," katanya.

Baca : Wapres JK berharap UU Terorisme selesai Juni
Baca juga: Mempercepat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme


Robikin merasa yakin UU  Antiterorisme versi revisi, terutama pada upaya pencegahan atas tindakkan terorisme bisa efektif dilakukan.

Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menambahkan bahwa para ulama tidak akan bosan membangun masyarakat beradab, berakhlak, dan berbudaya.

"Walaupun tidak diperintah, tidak diminta, bahkan tidak dibayar, para ulama akan mebangun masyarakat beradab itu. Kiai-kiai di kampung memastikan ajarannya bukan radikal," ujarnya.

Selain radikalisme, NU juga mengimbau kepada para kandidat kepala daerah dan presiden dan wakil presiden agar tidak menjadikan masjid sebagai mimbar kampanye politik.

Delegasi PBNU sebelumnya telah berkunjung ke Kunming, Provinsi Yunnan, untuk menemui tokoh komunitas Muslim setempat.

Di KBRI Beijing, Said juga menyaksikan pembacaan ikrar Pengurus Cabang Istimewa NU China dengan disaksikan Duta Besar RI Djauhari Oratmangun, Rabu (16/5).

"NU Tiongkok harus pandai menyampaikan nilai-nilai universal. Toleran baru bisa dilakukan kalau seseorang berahlak mulia. Tanpa ahlak yang mulia, tidak akan ada sikap toleran atau menghormati perbedaan," ujarnya kepada jajaran PCINU China itu.

Sebelumnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Presiden Joko Widodo sudah mengizinkan pembentukan Koopssusgab untuk memberantas teror.

Koopssusgab merupakan tim antiteror gabungan tiga matra TNI. Pasukan ini berasal dari Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus milik TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara TNI Angkatan Laut dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas dari TNI Angkatan Udara.

Menurut Moeldoko, Koopssusgab berada di bawah komando Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

"Ini operasi harus dijalankan untuk preventif agar masyarakat merasa tenang. Saat ini terjadi hukum alam, hukum aksi dan reaksi. Begitu teroris melakukan aksi, kita beraksi, kita melakukan aksi, mereka bereaksi," tambah Moeldoko.

Pewarta: M. Irfan Ilmie

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018