Jakarta (Antaranews Babel) - Anggota tim penasihat hukum Syafruddin Temenggung, Ahmad Yani, mempertanyakan penandatanganan "Letter of Statement" Nomor 48 terkait pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum terhadap Sjamsul Nursalim dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Sjamsul Nusalim ada mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dalam penyelesaian BLBI.
"Persoalan penandatangan Letter of Statement No. 48 terungkap pada persidangan," kata Ahmad di Jakarta, Jumat.
Ahmad mengaku sempat menanyakan masalah dan menunjukkan Letter of Statement itu kepada saksi mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto, serta mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto pada sidang terdakwa mantan BPPN Syafruddin Temenggung.
Melihat salinan bukti yang ditunjukan tersebut, saksi mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto mengakui bahwa akta notaris tersebut memang ditandatangani oleh dirinya yang saat itu diberikan surat kuasa penuh oleh Glenn Muhammad Surya Yusuf untuk menandatangani segala urusan yang terkait MSAA.
Dalam kesaksian di persidangan juga terungkap bahwa "apabila ada keberatan atau persengketaan dari Pemegang saham terhadap klaim atau tuntutan dari BPPN, maka klaim tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh pengadilan".
Hal itu merujuk pada ketentuan MSAA Pasal 12.4 kalimat terakhir. Ketentuan dalam MSAA tersebut ditunjukkan Penasehat Hukum dan diakui oleh saksi Glen dan Farid. Farid menambahkan di masa dia, klaim BPPN yang ditolak pemegang saham tidak pernah diajukan oleh BPPN ke pengadilan.
Terungkap pula bahwa surat Glenn tertanggal 1 November 1999 kepada PS BDNI yang isinya bahwa PS memberikan pernyataan utang petambak adalah kredit lancar ternyata merupakan kredit macet. PS kemudian diminta aset pengganti. PS-BDNI dalam surat balasannya kepada Glen membantah memberikan pernyataan mengenai kelancaran hutang petambak.
Glen dalam kesaksiannya kemarin mengakui bahwa dia baru tahu bahwa PS BDNI tidak pernah memberikan pernyataaan mengenai kelancaran kredit petambak tersebut, dan juga tidak ditemukan adanya pernyataan kelancaran kredit petambak di dalam MSAA. PS BDNI juga tidak pernah menjamin pembayaran kredit petambak sebagaimana terungkap dari Schedule 8.14 MSAA yang ditunjukkan di persidangan.
"Saya hanya diberitahukan pihak lain bahwa Sjamsul Nursalim memberikan pernyataan mengenai lancarnya kredit petambak. Pada sidang hari ini saya justru baru mendengar dari saksi ternyata bukan Sjamsul Nursalim yang menyatakan tapi konsultan keuangan PS BDNI," katanya.
Sementara itu, ketiga saksi mengakui bahwa mereka telah memberikan Release and Discharge (R&D) atau pemberian pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum terhadap Sjamsul Nursalim, mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) dalam penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
R&D tersebut terdiri dari dua surat. Yang pertama ditandatangani oleh Farid Harianto selaku kuasa Glenn Yusuf mewakili BPPN. Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan PS BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali bantuan likuiditas (BLBI).
Surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN mewakili Pemerintah Indonesia. Surat yang ke-2 ini menegaskan "sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apapun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum pemberian kredit terkait Pinjaman Pemegang Saham dan segala hal terkait BLBI".
Pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai. R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin Arsjad Temenggung untuk memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada 2004.
Bambang Subianto adalah Menteri Keuangan pada masa Presiden BJ Habibie, sementara Glen dan Farid menjabat pimpinan BPPN di masa Habibie sampai awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Sjamsul Nusalim ada mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dalam penyelesaian BLBI.
"Persoalan penandatangan Letter of Statement No. 48 terungkap pada persidangan," kata Ahmad di Jakarta, Jumat.
Ahmad mengaku sempat menanyakan masalah dan menunjukkan Letter of Statement itu kepada saksi mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto, serta mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto pada sidang terdakwa mantan BPPN Syafruddin Temenggung.
Melihat salinan bukti yang ditunjukan tersebut, saksi mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto mengakui bahwa akta notaris tersebut memang ditandatangani oleh dirinya yang saat itu diberikan surat kuasa penuh oleh Glenn Muhammad Surya Yusuf untuk menandatangani segala urusan yang terkait MSAA.
Dalam kesaksian di persidangan juga terungkap bahwa "apabila ada keberatan atau persengketaan dari Pemegang saham terhadap klaim atau tuntutan dari BPPN, maka klaim tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh pengadilan".
Hal itu merujuk pada ketentuan MSAA Pasal 12.4 kalimat terakhir. Ketentuan dalam MSAA tersebut ditunjukkan Penasehat Hukum dan diakui oleh saksi Glen dan Farid. Farid menambahkan di masa dia, klaim BPPN yang ditolak pemegang saham tidak pernah diajukan oleh BPPN ke pengadilan.
Terungkap pula bahwa surat Glenn tertanggal 1 November 1999 kepada PS BDNI yang isinya bahwa PS memberikan pernyataan utang petambak adalah kredit lancar ternyata merupakan kredit macet. PS kemudian diminta aset pengganti. PS-BDNI dalam surat balasannya kepada Glen membantah memberikan pernyataan mengenai kelancaran hutang petambak.
Glen dalam kesaksiannya kemarin mengakui bahwa dia baru tahu bahwa PS BDNI tidak pernah memberikan pernyataaan mengenai kelancaran kredit petambak tersebut, dan juga tidak ditemukan adanya pernyataan kelancaran kredit petambak di dalam MSAA. PS BDNI juga tidak pernah menjamin pembayaran kredit petambak sebagaimana terungkap dari Schedule 8.14 MSAA yang ditunjukkan di persidangan.
"Saya hanya diberitahukan pihak lain bahwa Sjamsul Nursalim memberikan pernyataan mengenai lancarnya kredit petambak. Pada sidang hari ini saya justru baru mendengar dari saksi ternyata bukan Sjamsul Nursalim yang menyatakan tapi konsultan keuangan PS BDNI," katanya.
Sementara itu, ketiga saksi mengakui bahwa mereka telah memberikan Release and Discharge (R&D) atau pemberian pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum terhadap Sjamsul Nursalim, mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) dalam penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
R&D tersebut terdiri dari dua surat. Yang pertama ditandatangani oleh Farid Harianto selaku kuasa Glenn Yusuf mewakili BPPN. Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan PS BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali bantuan likuiditas (BLBI).
Surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN mewakili Pemerintah Indonesia. Surat yang ke-2 ini menegaskan "sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apapun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum pemberian kredit terkait Pinjaman Pemegang Saham dan segala hal terkait BLBI".
Pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai. R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin Arsjad Temenggung untuk memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada 2004.
Bambang Subianto adalah Menteri Keuangan pada masa Presiden BJ Habibie, sementara Glen dan Farid menjabat pimpinan BPPN di masa Habibie sampai awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018