Jakarta (Antaranews Babel) - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan berupaya untuk memanfaatkan dan membaca peluang dari adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, untuk mendongkrak ekspor serta memperkuat cadangan devisa Indonesia.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa dengan kondisi perang dagang antara AS dan China tersebut, Indonesia bisa memanfaatkannya dengan mengisi kekosongan produk yang diimpor kedua negara dan digantikan oleh produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri.
"Mengisi kekosongan produk-produk China di Amerika yang sesuai dengan produksi dalam negeri, juga peluang yang bisa diambil di China atas kekosongan produk dari Amerika," kata Enggartiasto, saat dihubungi Antara, Jumat.
Amerika Serikat melalui kepemimpian Presiden Donald Trump telah mulai menerapkan tarif pajak tinggi terhadap barang-barang impor dari China. Retaliasi tersebut dibalas dengan mengurangi pembelian beberapa produk dari Negeri Paman Sam itu.
Dari kondisi tersebut, ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan produk baik di Amerika maupun di China. Selain itu, Indonesia berkepentingan untuk menggenjot ekspor, dalam upaya untuk memperkuat cadagan devisa.
Selain melihat peluang tersebut, Indonesia tetap berupaya untuk membuka pasar-pasar tujuan ekspor nontradisional dan mengamankan pasar ekspor tradisional. Pasar ekspor nontradisional tersebut antara lain adalah negara di kawasan Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, Eurasia, serta Asia Selatan.
"Kami membuka pasar baru, dan produk baru, selain juga mengamankan pasar ekspor yang sudah ada," kata Enggartiasto.
Dalam upaya untuk meningkatkan cadangan devisa negara, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa salah satu langkah yang diperlukan adalah dengan menekan volume impor. Jokowi ingin mengevaluasi untuk memisahkan antara impor strategis dan tidak strategis.
"Impor barang konsumsi yang melalui Kementerian Perdagangan akan dikendalikan," kata Enggartiasto.
Pasar nontradisional seperti Amerika Serikat memang perlu untuk terus diamankan. Beberapa waktu lalu, Negeri Paman Sam itu menyatakan akan melakukan peninjauan kembali tentang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) ke Indonesia.
Enggartiasto mengambil langkah dengan merangkul para importir asal Amerika itu dan menyatakan bahwa bahan baku yang datang dari Indonesia diperlukan untuk menunjang keberlangsungan bisnis mereka. Tanpa skema GSP tersebut maka harga produk buatan Amerika Serikat akan mengalami kenaikan.
Sementara itu, salah satu peluang untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara nontradisional dan menambah devisa, adalah dengan peningkatan ekspor pesawat terbang. Salah satu negara tujuan ekspor nontradisional yang berminat untuk membeli pesawat dari Indonesia adalah Nigeria.
Hingga 2017 PT Dirgantara Indonesia, Tbk telah membuat sebanyak 431 unit pesawat terbang. Tipe yang paling banyak dipesan antara lain NC212i sebanyak 110 unit, helikopter NBO105 sebanyak 122 unit, dan saat ini sedang dikembangkan jenis CN 235, pesawat terbang kecil.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa dengan kondisi perang dagang antara AS dan China tersebut, Indonesia bisa memanfaatkannya dengan mengisi kekosongan produk yang diimpor kedua negara dan digantikan oleh produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri.
"Mengisi kekosongan produk-produk China di Amerika yang sesuai dengan produksi dalam negeri, juga peluang yang bisa diambil di China atas kekosongan produk dari Amerika," kata Enggartiasto, saat dihubungi Antara, Jumat.
Amerika Serikat melalui kepemimpian Presiden Donald Trump telah mulai menerapkan tarif pajak tinggi terhadap barang-barang impor dari China. Retaliasi tersebut dibalas dengan mengurangi pembelian beberapa produk dari Negeri Paman Sam itu.
Dari kondisi tersebut, ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan produk baik di Amerika maupun di China. Selain itu, Indonesia berkepentingan untuk menggenjot ekspor, dalam upaya untuk memperkuat cadagan devisa.
Selain melihat peluang tersebut, Indonesia tetap berupaya untuk membuka pasar-pasar tujuan ekspor nontradisional dan mengamankan pasar ekspor tradisional. Pasar ekspor nontradisional tersebut antara lain adalah negara di kawasan Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, Eurasia, serta Asia Selatan.
"Kami membuka pasar baru, dan produk baru, selain juga mengamankan pasar ekspor yang sudah ada," kata Enggartiasto.
Dalam upaya untuk meningkatkan cadangan devisa negara, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa salah satu langkah yang diperlukan adalah dengan menekan volume impor. Jokowi ingin mengevaluasi untuk memisahkan antara impor strategis dan tidak strategis.
"Impor barang konsumsi yang melalui Kementerian Perdagangan akan dikendalikan," kata Enggartiasto.
Pasar nontradisional seperti Amerika Serikat memang perlu untuk terus diamankan. Beberapa waktu lalu, Negeri Paman Sam itu menyatakan akan melakukan peninjauan kembali tentang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) ke Indonesia.
Enggartiasto mengambil langkah dengan merangkul para importir asal Amerika itu dan menyatakan bahwa bahan baku yang datang dari Indonesia diperlukan untuk menunjang keberlangsungan bisnis mereka. Tanpa skema GSP tersebut maka harga produk buatan Amerika Serikat akan mengalami kenaikan.
Sementara itu, salah satu peluang untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara nontradisional dan menambah devisa, adalah dengan peningkatan ekspor pesawat terbang. Salah satu negara tujuan ekspor nontradisional yang berminat untuk membeli pesawat dari Indonesia adalah Nigeria.
Hingga 2017 PT Dirgantara Indonesia, Tbk telah membuat sebanyak 431 unit pesawat terbang. Tipe yang paling banyak dipesan antara lain NC212i sebanyak 110 unit, helikopter NBO105 sebanyak 122 unit, dan saat ini sedang dikembangkan jenis CN 235, pesawat terbang kecil.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018