Kupang (Antara Babel) - Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum, Mudjiadi mengatakan wilayah Nusa Tenggara Timur yang merupakan daerah kepulauan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
"Seperti kita ketahui di beberapa tempat di daerah ini mempunyai intensitas hujan yang rendah, sehingga harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan dalam mencarikan jalan keluarnya," katanya di Kupang, Kamis, malam.
Ia mengatakan hal tersebut pada acara pelantikan Pengurus Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indoneisa (HATHI) Cabang NTT masa bhakti 2014-2017 di Kupang.
Mudjiadi yang Ketua Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia pusat mengatakan, pengalaman Nusa Tenggara Timur dalam mengelola potensi sumber daya air beserta tantangannya dapat dijadikan salah satu acuan dalam penanganan untuk mengatasi kerentanan itu guna dapat memberi manfaat yang maksimal bagi kesejahteraan rakyat di daerah ini.
Menurutnya, masalah-masalah yang dapat menjadi acuan dalam penanganan itu adalah upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim antara lain penanganan kekeringan, konservasi daerah tangkapan air dan pemenuhan kebutuhan air baku.
"Permasalah lain yang sulit dihindari, sebutnya, adalah perubahan iklim atau climate change sudah menjadi hal nyata. Apa yang dirasakan pada tahun-tahun terakhir ini, dengan meningkatnya bencana alam terkait iklim seperti banjir, kekeringan, badai, tanah longsor, gelombang pasang dan kebakaran hutan serta kerusakan lingkungan, harus dijadikan pengalaman dan acuan dalam memberikan solusi," katanya.
Dia menuturkan, wilayah NTT dengan posisi geografisnya menyebabkan daerah ini diberkahi keunikan yang tidak dimiliki daerah lain.
"Rentang pulau dengan potensi sumber daya air dan intensitas hujan bervariasi tersebut menciptakan keindahan alam dan budaya yang luar biasa, sekaligus memberikan tantangan tersendiri dalam pengelolaan sumber daya air," katanya.
Untuk masalah itu, katanya HATHI Cabang NTT diminta dapat menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang sumber daya air.
Menurut dia, keprihatinan akan masalah bencana terkait air yang sedang dihadapi saat ini sangat berkaitan dengan kemampuan kita mengelola dan melindungi sumber daya air dan lingkungannya.
"Itu, merupakan tantangan yang harus dihadapi guna mewujdukan cita-cita HATHI yaitu memberi kontribusi dan kemanfaatan yang lebih luas bagi masyarakat dan kesejahteraanya," katanya.
"Gagasan dan pemikiran baru yang 'applicable' dalam merancang dan melaksanakan pengelolaan sumber daya air diharapkan akan sangat membantu mengatasi dampak perubahan global dewasa ini," katanya.
Pemerintah katanya bersama lembaga dan instansi terkait mulai membentuk kelompok kerja guna melakukan konvergensi adaptasi perubahan iklim (API) dengan pengurangan resiko bencana (PBR).
"Sudah banyak yang dikerjakan kementerian/lembaga maupun bantuan internasional di Indonesia sebenarnya, yang kita lakukan sekarang mengintegrasikan inisiatif apa yang datang untuk adaptasi perubahan iklim dan apa yang datang untuk pengurangan resiko bencana," katanya.
Menurut dia perlu ada identifikasi semua kegiatan terkait API dan PRB dari tingkat lokal, nasional, bahkan global di Indonesia. Seperti pemerintah antar kementerian, instansi, dan lembaga, sepakat membentuk kelompok kerja yang berkoordinasi menyusun agenda percepatan kegiatan API yang berkonvergensi dengan PRB, melihat kembali program dan inisiatif yang telah dilakukan di tingkat daerah hingga nasional.
Dari hasil identifikasi, ia mengatakan kelompok kerja akan menunjuk lokasi-lokasi mana yang menjadi target API yang berkonvergensi dengan PBR sehingga hasilnya lebih kongkrit, terarah, terpadu untuk mengurangi dampak bencana terutama bencana hidro meteorologi akibat perubahan iklim.
Pengurus HATHI cabang NTT periode 2014-2017 yang dilantik pada kesempatan itu, Ketua , Djajadi, wakil-wakil ketua Charisal A.Manu, Mulu Blasius, Susilawati. Sekretaris, Alexander Leda, wakil sekretaris, Benyamin Nahak, Bendahara, R Depi Cipta Jatmika, dan wakil bendahara, Prisela Pentewati serta sejumlah bidang.