Jakarta (Antara Babel) - Persaingan antarpasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla, serta antartim pemenangan dan pendukung mereka, kian memanas.
Berbagai serangan berupa sindiran atau tuduhan dan tangkisan berupa bantahan atau klarifikasi mengemuka dan menjadi konsumsi publik, terlebih pada masa kampanye 4 Juni - 5 Juli 2014, yang merupakan tahapan krusial terjadi kerawanan menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014.
Badan Intelijen Negara (BIN) telah mengidentifikasi potensi kerawanan keamanan menjelang penyelenggaraan pemilu ini. Kepala BIN Marciano Norman mengingatkan dari berbagai laporan dan analisis yang dilakukan, masih terdapat beberapa potensi kerawanan yang dapat berpengaruh terhadap keamanan dan lancarnya pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014.
"Akhir-akhir ini terlihat adanya kekhawatiran terjadinya konflik horizontal yang melibatkan para pendukung pasangan capres-cawapres," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta baru-baru ini.
Kepala BIN mengemukakan soal beredarnya rumor dan perang opini serta kampanye hitam mendominasi media sosial. Selain itu juga terdapat kelompok-kelompok ideologis radikal kanan yang menolak demokrasi sebagai pilihan sistem politik.
Mereka dengan tegas menyuarakan penolakan terhadap pelaksanaan Pilpres bahkan diantaranya disertai ancaman melakukan aksi-aksi kekerasan dan teror guna menggagalkan pelaksanaan pemilu.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga sedang konsentrasi penuh dalam pengamanan Pemilu Presiden untuk mengantisipasi berbagai ancaman terorisme.
Deputi I BNPT Agus Surya Bakti mengatakan untuk mengantisipasi aksi terorisme yang dapat menggagalkan proses demokrasi.
Menurut Agus yang berpangkat Mayjen TNI itu, demokrasi merupakan salah satu lawan terorisme sehingga potensi yang dapat mengganggu keamanan dalam proses demokratisasi itu harus dapat diredam. Faham radikal terorisme yang berkembang di sebagian masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kekerasan merupakan ancaman nyata bagi keamanan Negara Kesatuan Republi Indonesia (NKRI).
BNPT berkonsentrasi dalam pengamanan Pemilu Presiden dari aksi radikal terorisme. BNPT bermitra dengan Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) yang tersebar di berbagai provinsi.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman memastikan belum ada ancaman teror yang akan menganggu proses pemilu namun kewaspadaan terus menerus dipertahankan untuk mengantisipasi kemungkinan ancaman itu.
Dalam menyikapi berbagai hal yang dapat membahayakan dan mengganggu keamanan serta kelancaran Pemilu Presiden, intelijen tentunya telah melakukan semua langkah antisipatif yang dipandang perlu. BIN mengkoordinasikan berbagai langkah upaya yang dilakukan oleh para penyelenggara intelijen dan pemangku kepentingan atau "stakeholders" keamanan lainnya, yaitu TNI-Polri serta aparatur sipil negara (ASN), guna terwujudnya pemilu yang aman, jujur, dan adil.
"Langkah-langkah intelijen tersebut tentunya dilaksanakan secara profesional, objektif, dan akuntabel serta tidak memihak pada pihak manapun," kata Marciano Norman. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Kepala Negara menekankan kepada Kepala BIN ketika mengawali tugasnya bahwa tidak ada ruang bagi BIN untuk berbuat dan bertindak di luar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
TNI turunkan" tensi"
Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman meminta jajarannya untuk membantu menurunkan ketegangan atau tensi atas situasi memanas menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden 9 Juli 2014. Menurut dia, kerawanan selama pelaksanaan pemilu sangat beragam dan masing-masing daerah mempunyai tingkat kerawanan yang berbeda.
Semua wilayah menjadi prioritas pengamanan karena semua berpotensi terjadi kekacauan dengan tingkat kerawanan masing-masing. Budiman mencontohkan kerawanan di wilayah Papua berbeda dengan kerawanan di daerah lain maka wilayah itu memerlukan perlakuan yang berbeda pula.
"Tindakan ini sebagai tanggung jawab prajurit demi keutuhan dan kedaulatan bangsa Indonesia," kata Kepala Staf TNI AD.
Mengenai jumlah personel pengamanan, Polri mengerahkan sekitar 235.035 anggotanya untuk menjaga keamanan dan ketertiban pada masa Pemilu Presiden 2014, sebelum dan sesudah pemungutan suara. Mereka dikerahkan ke seluruh daerah.
"Tentunya Polri tidak akan jalan sendiri melainkan berkoordinasi dengan TNI dan pihak-pihak terkait untuk menyukseskan pemilu," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto.
Prajurit TNI juga membantu Polri dalam mengamankan pemilu. Jenderal Budiman menyebutkan sekitar 35.000 prajurit TNI Angkatan Darat diterjunkan untuk membantu kepolisian dalam mengamankan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.
"Kami menyiapkan aparat teritorial, mulai dari Babinsa, personel koramil, korem, kodim hingga kodam," katanya saat melakukan kunjungan kerja ke Akademi Militer di Magelang, Jateng, pekan lalu.
Prajurit TNI juga disebar di seluruh wilayah Indonesia. Mereka dituntut untuk terus mengawal penyelenggaraan pesta demokrasi serta melakukan pengawasan terhadap titik rawan yang dapat mengacaukan pelaksanaan pilpres.
Simulasi dan Satgas 5
Untuk mengetahui kesiapan TNI-Polri dalam pengamanan pemilu, mereka telah melakukan simulasi penanganan gangguan keamanan terkiat hasil-hasil pemilu. Simulasi berlangsung di depan Komisi Pemilihan Umum (KPU), di Bundaran HI, di depan Gedung MPR-DPR-DPD, di depan Mahkamah Konstitusi, dan di Pasar Glodok.
Simulasi gabungan antara TNI-Polri dalam menghadapi para pengunjuk rasa itu berlangsung pada 29 Mei lalu. Simulasi pengamanan penyelenggaraan pemilu presiden melibatkan sekitar 800 anggota Polda Metro Jaya dan prajurit TNI.
Mereka menunjukkan penanganan gangguan keamanan yang dilakukan oleh ratusan demonstran yang memaksa masuk ke Gedung KPU. Petugas kepolisian dan prajurit TNI bahu membahu menangani aksi unjuk rasa itu, hingga menyemprotkan "water canon" ke arah pengunjuk rasa dan menghalau massa untuk membubarkan diri.
Kepala Pengamanan Gedung KPU, AKBP Kadaruzman, yang juga Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jayamemimpin simulasi pengamanan penyelenggaraan pemilu presiden.
Kadaruzman memastikan bahwa aparat keamanan dalam menangani gangguan keamanan pemilu, menempuh prosedur baku sesuai ketentuan. Semua kondisi dari amanm, waspada, dan bahaya diatur sesuai ketentuan.
Biaya pengamanan pemilu dianggarkan sebesar Rp600 miliar dan lantaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 berlangsung satu putaran maka bisa menghemat sekitar Rp200 miliar.
"Kalau satu putaran, itu kira-kira anggarannya Rp300 miliar sampai Rp400 miliar. Jadi bisa menghemat sekitar Rp200 miliar dari anggaran yang disiapkan sebesar Rp600 miliar," kata Asisten Operasi Kapolri Irjen Arif Wachjunadi.
Untuk pelaksanaan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD lalu, Polri telah menghabiskan dana anggaran sebesar Rp900 miliar.
Lalu bagaimana dengan ancaman keamanan yang mengarah kepada pasangan capres dan cawapres. Polri telah mengantisipasi hal itu karena potensi gangguan keamanan yang menimpa capres dan cawapres.
Polri mempersiapkan 630 personel yang tergabung dalam Satgas 5 untuk mengawal pasangan capres dan cawapres sejak ditetapkan sebagai peserta pemilu, kata Arif Wachjunadi.
Sebanyak 630 personel kepolisian tersebut terdiri atas lima kesatuan, intelijen, reserse, lalu lintas, sabhara dan brimob.
Ratusan anggota kepolisian itu mengawal segala kegiatan dua pasangan capres dan cawapres beserta keluarga mereka hingga ke daerah-daerah dalam rangka tahapan kampanye.
"Misalnya mereka kampanye ke Medan, dari Jakarta akan ada delapan orang polisi yang mengawal, merapat terus. Delapan personel itu untuk satu calon, jadi kalau sepasang capres dan cawapres ada 16 orang," katanya.
Selain personel dari Satgas 5, petugas polisi dari kepolisian daerah (Polda) terkait juga disiagakan untuk menjaga keamanan selama aktivitas politik capres dan cawapres tersebut.
"Nanti ketika tiba di daerah, mereka akan dijemput oleh kapolda masing-masing daerah," katanya.
Polda juga akan melakukan pengamanan terhadap pihak keluarga masing-masing calon di daerah tempat tinggal mereka.
"Kalau untuk keluarga nanti akan ada petugas dari polda yang mengamankan. Misalnya, kalau Pak Hatta Polda Sumsel, Pak Joko Widodo Polda Jateng, Pak Jusuf Kalla Polda Sulsel, Pak Prabowo mungkin oleh Polda Jabar," kata mantan Kapolda Bali itu.
Untuk pelaksanaan Pilpres, Arif mengatakan jumlah personel polisi yang disiagakan tidak bertambah dari anggota yang mengamankan pelaksanaan Pileg lalu.
13 Arahan
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan 13 arahan dan ajakan guna menyukseskan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Arahan tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Rapat koordinasi itu diikuti oleh para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pemilihan presiden yaitu gubernur, bupati-wali kota, pangdam, kapolda, pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Mabes TNI, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, KPU, Bawaslu, Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten-kota, serta institusi terkait.
Pertama, Presiden mengajak semua komponen untuk menyukseskan pemilihan presiden. Dunia mengapresiasi tinggi atas pelaksanaan pemilu di negeri kita yang berlangsung damai, fair, dan demokratis.
Kedua, Kepala Negara meminta agar menjadikan pengalaman sebagai guru bagi pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 dan mengupayakan tidak ada lagi pelanggaran dan penyimpangan dalam pemilu.
"Yang sudah baik, mari kita jaga dan pertahankan, yang belum baik, mari kita perbaiki".
Ketiga, penyelenggaraan Pemilu Presiden harus berpegang teguh pada UUD 1945 serta undang-undang dan aturan yang telah diterbitkan.
Keempat, para pemangku kepentingan dalam Pemilu Presiden diminta agar memahami kewenangan, kewajiban dan tanggung jawabnya. Selain itu juga dibutuhkan sosialisasi agar masyarakat memahami hal itu. Presiden berharap tetap ada sosialisasi tentang siapa bertanggung jawab tentang apa, siapa bertugas apa, agar tidak salah alamat kalau ada aduan.
Kelima, Presiden mengajak seluruh komponen untuk mencegah dan meniadakan bentuk penyimpangan dan penyelenggaraan pemilu, termasuk intimidasi dari siapa pun, dalam bentuk apa pun. "Dalam pemilihan legislatif 2014 lalu, saya masih mendengar ada semacam instruksi dari sejumlah bupati, walikota, jangan terjadi lagi. Para pengawas dan penegak hukum, harus aktif untuk mencegah penyimpangan dan pelanggaran itu. Dalam hal penyimpangan, pelanggaran, sanksi harus adil," katanya.
Keenam, mencegah terjadinya kekerasan antarmassa kontestan pemilu, menjaga kedamaian dan ketertiban kampanye Pemilu Presiden.
"Mari kita cegah pula tindakan dan pernyataan yang provokatif dan agitatif, baik capres, cawapres atau tim sukses yang bisa menyulut emosi, banyak cara untuk berkampanye tanpa timbulkan ekses tidak perlu," katanya. Presiden juga mengingatkan bahwa Pemilu Presiden tahun ini merupakan pertama kalinya diikuti oleh dua pasangan calon sehingga kemungkinan akan berlangsung lebih keras dibandingkan sebelumnya.
Ketujuh, Presiden menyerukan untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi para penyelenggara pemilu, aparat pemerintah dan penegak hukum. Presiden menyadari, bahwa dalam pelaksanaan pemilu, suhu politik pasti memanas. Untuk itu, dengan transparansi dan akuntabilitas tersebut dapat mencegah tindakan-tindakan-tindakan yang bisa menimbulkan kecurigaan dan tuduhan tidak perlu. "Apalagi kalau lantas menimbulkan fitnah.
Kedelapan, protes dan ketidakpuasan terhadap pemilu dan hasilnya harus dilakukan secara damai dan sesuai prosedur hukum. "Jangan main hakim sndiri, melakukan kekerasan, aksi destruktif, anarkis, merusak, benturan fisik antar pendukung. Dalam pilkada, masih sering terjadi. Pilpres harapan saya tidak terjadi," katanya.
Kesembilan, Presiden menyerukan kepada pers dan media massa, untuk memberitakan secara akurat, konstruktif, adil dan berimbang. "Saya yakin pers kita juga memiliki semangat untuk menyukseskan pilpres 2014 ini, sebagaimana yang dulu-dulu pers lakukan. sungguh pun demikian rakyat indonesia ingin agar siaran dan pemberitaan pers di samping faktual dan akurat, juga 'fair' (adil) dan berimbang," kata Presiden. Hakikatnya, media massa milik publik dan untuk kepentingan publik, bukan hanya pemilik modal. Pers juga berperan mewujudkan pemilu damai, tertib, adil, demokratis.
Kesepuluh, Presiden Yudhoyono menginstruksikan jajaran pemerintah, bupati, gubernur dan walikota tetaplah mengutamakan tugasnya di pemerintahan. "Kalau memang tidak bisa lagi mengurusi kementeriannya, dan harus aktif menjadi tim sukses misalnya atau bergerak ke sana kemari, saya persilahkan untuk mengundurkan diri," kata Presiden Yudhoyono
Kesebelas, Presiden mengingatkan kembali, netralitas TNI dan Polri. Era TNI dan Polri berpolitik praktis telah usai.
Kedua belas, Presiden menginstruksikan jajaran pemerintah pusat dan daerah membantu penyelenggaraan pemilu. Misalnya untuk pengiriman logistik pemilu ke daerah-daerah terpencil seperti di Papua, Papua Barat.
Ketig abelas, Presiden menyerukan agar menggunakan anggaran yang telah dialokasiakan dengan sebaik-baiknya.
Bila potensi kerawanan telah diidentifikasi, simulasi penanganan gangguan keamanan sudah dilakukan, dan arahan dari Kepala Negara telah disampaikan secara menyeluruh ke jajarannya di pusat dan daerah, kita tinggal berharap semoga Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berjalan lancar, tertib, dan aman, sehingga mempu menghasilkan pemerintahan baru yang didukung oleh seluruh rakyat.
