Goma, DR Kongo, (ANTARA News) - Sedikitnya 5.000 perempuan menjadi korban pemerkosaan di provinsi bagian timur Republik Demokratik Kongo, North Kivu, tahun ini, bersamaan dengan munculnya pemberontakan baru yang mengakibatkan kerusuhan meluas di kawasan rawan konflik itu.
"Jumlah kasus perkosaan telah meningkat secara dramatis. Kami telah mencatat sekitar 5.000 perempuan diperkosa sejak awal tahun di North Kivu. Ini sangat dramatis," kata Justin Paluku, seorang dokter kandungan dan ginekolog di Rumah Sakit Heal Africa di Goma, ibu kota Provinsi North Kive.
Jumlah kasus perkosaan telah meroket sejak kebangkitan kelompok-kelompok bersenjata, kata Paluku, yang rumah sakitnya khusus merawat korban kekerasan seksual, kepada AFP.
Ketidakstabilan kembali melanda kawasan itu sejak sekelompok tentara memberontak dari militer pada bulan April dan mulai memerangi mantan rekan-rekan mereka serta menabur teror di bagian timur.
Kelompok yang disebut M23 itu dibentuk oleh mantan prajurit dari kelompok pemberontak etnis Tutsi yang berintegrasi ke militer berdasarkan kesepakatan perdamaian 2009.
Menurut catatan PBB dan kelompok hak asasi manusia, anggota kelompok itu telah memperkosa perempuan dan anak perempuan, menculik pemuda dan anak laki-laki untuk berperang bersama mereka, dan melakukan sejumlah pembunuhan termasuk membunuh anak-anak muda yang direkrut namun mencoba melarikan diri.
Namun Kepala sayap politik M23, Jean-Marie Runiga, pada Kamis membantah kelompoknya melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
"Sejauh ini tidak ada pelanggaran yang dilakukan. Kami tidak memiliki tentara anak apapun dalam tentara kami," katanya.
"Tentara kami sangat disiplin, mereka tidak boleh memperkosa wanita dan kami tidak mentolerir penjarahan," tambahnya.
Dia juga berjanji membawa setiap pelanggaran ke pengadilan.
Runiga baru saja kembali dari pembicaraan damai yang dimediasi oleh Presiden Uganda Yoweri Museveni di Kampala.
Dia mengulang seruan M23 untuk melaksanakan perundingan langsung dengan pemerintah Presiden Joseph Kabila serta mengancam melakukan kerusuhan baru jika pembicaraan tal dilakukan.
"Jika tidak ada perundingan sesegera mungkin, akan ada risiko terjadinya bentrokan dalam beberapa hari mendatang," katanya.
(G003)