Jakarta (Antara Babel) - Sebenarnya permasalahan utama yang didera sektor perumahan rakyat di Indonesia adalah persoalan "backlog" atau kekurangan perumahan yang jumlahnya diperkirakan telah mencapai lebih dari 15 juta unit.
Sejak masih menjadi lembaga Kementerian Perumahan Rakyat pada era presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, pihak Kemenpera juga telah berupaya mendorong masyarakat dapat memanfaatkan sebaik-baiknya program seperti Kredit Pemilikan Rumah dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP).
"Kemenpera akan terus mendorong masyarakat untuk dapat memanfaatkan KPR FLPP apabila ingin memiliki rumah yang disubsidi oleh Pemerintah," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera ketika itu, Sri Hartoyo.
Sebagaimana diketahui, program KPR FLPP adalah hasil kerja sama antara Kementerian Perumahan Rakyat dan berbagai Bank Umum Nasional serta Bank Pembangunan Daerah yang bertujuan mempermudah akses pemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kemudahan tersebut, antara lain melalui pemberian suku bunga tetap sebesar 7,25 persen untuk masa tenor atau jangka waktu pinjaman maksimum sampai dengan 20 tahun, atau jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan KPR komersial.
Pada medio tahun 2014, Kemenpera menyatakan bahwa fokus pada penyaluran KPR bersubsidi diubah untuk rumah susun guna mengatasi masalah keterbatasan lahan akibat pertumbuhan hunian, sementara kebutuhan rumah makin relatif banyak.
"Kami akan fokuskan penyaluran KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di rusun. Kalau bangun rumah tapak terus-menerus, akan menggerus lahan produktif yang ada saat ini," kata Sri.
Menteri Perumahan Rakyat kala itu, Djan Faridz, mengatakan bahwa pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif bagi penyediaan rumah sebagai tempat tinggal bagi MBR.
"Penduduk setiap tahun bertumbuh, tetapi tanah tidak tumbuh. Jalan keluar yang terbaik adalah rumah susun," kata Djan Faridz dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) yang digelar di kantor Kemenpera, Jakarta, 13 Mei 2014.
Menurut dia, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif, apalagi mengingat kebutuhan rumah diperkirakan bertambah hingga sebesar satu juta unit per tahun.
Kemenpera juga mengingatkan setiap pemilik rumah susun di Indonesia wajib membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) untuk mengelola hunian vertikal tersebut.
"Hal itu diperlukan agar para penghuni dan pemilik rusun dapat memahami serta melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sehingga pengelolaan hunian bersama tersebut dapat terlaksana dengan baik," kata Asisten Deputi Evaluasi Perumahan Formal Kemenpera Iriantosyah Kasim.
Iriantosyah menjelaskan bahwa pembentukan PPPSRS adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Pasal 74 dan 75.
Dileburkan
Pada masa Kabinet Kerja yang disusun oleh Presiden RI Joko Widodo, Kementerian Perumahan Rakyat saat ini sudah tidak ada lagi karena dileburkan ke dalam Kementerian Pekerjaan Umum sehingga saat ini institusi yang baru hasil penggabungan tersebut bernama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, peleburan tersebut disayangkan pelaku properti karena dinilai tidak akan membantu dalam menyelesaikan beragam permasalahan perumahan yang terdapat di Tanah Air.
Menurut Ali Tranghanda, pelaku properti menyayangkan penggabungan tersebut, antara lain karena permasalahan pekerjaan umum dan perumahan rakyat dinilai sebagai dua hal yang berbeda.
Ia menjelaskan bidang PU lebih banyak bersifat konstruksi dan perencanaan, sedangkan di sektor perumahan rakyat sangat terkait dengan banyak hal, termasuk masalah pasokan dan permintaan di pasar perumahan, pembiayaan, subsidi, dan pertanahan.
Penggabungan itu, kata dia, akan membuat prioritas perumahan rakyat tersisihkan dan pemerintah tidak akan fokus pada penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Apalagi, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch mengemukakan bahwa selama satu dekade terakhir, perumahan rakyat di Indonesia telah terabaikan dan tidak berjalan dengan baik.
"Kegagalan kementerian ini selama periode tersebut jangan diartikan bahwa Kementerian Perumahan Rakyat tidak penting. Kegagalan program yang ada lebih dikarenakan sosok menteri yang tidak dapat menjalankan program dengan baik. Masalah perumahan rakyat makin lama makin karut-marut dan membutuhkan penangan sesegera mungkin," katanya.
Namun, Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) menyatakan bahwa penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo merupakan langkah yang tepat.
"Gapensi menilai penggabungan antara Kementerian PU dan Perumahan Rakyat merupakan langkah yang tepat," kata Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Nurdin Karumpa.
Menurut Andi, penggabungan tersebut dinilai tepat, antara lain agar koordinasi dan sistem manajemen kedua sektor dapat terintegrasi serta mendorong efisiensi.
Sementara itu, Menpupera Basuki Hadimuljono telah menjamin bahwa penggabungan tersebut tidak akan memengaruhi kinerja pemerintah, baik dalam sektor infrastruktur maupun perumahan rakyat.
"Tidak ada masalah karena dulu Kemenpera juga pernah bergabung dengan PU," kata Basuki.
Basuki optimistis dan menyatakan program perumahan rakyat dari Kemenpera selama ini dinilai tidak jauh berbeda dengan program Ditjen Cipta Karya Kementerian PU dalam menciptakan permukiman layak bagi masyarakat.
Badan Pelaksana Perumahan
Untuk itu, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menegaskan bahwa pemerintah harus segera membentuk Badan Pelaksana Perumahan seperti yang diamanatkan UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang sampai saat ini setelah tiga tahun tidak kunjung dibentuk.
"Pemerintah perlu membentuk Badan Pelaksana Perumahan seperti yang telah diamanatkan oleh UU No. 1/2011 yang sampai saat ini belum terbentuk juga," tutur Ali Tranghanda.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah harus mendorong segera terbentuknya Badan Pelaksana Perumahan karena sangat strategis sebagai bagian dalam mekanisme pengendalian harga tanah untuk perumahan rakyat.
Ketua Badan Pelaksana Perumahan, tegas Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, adalah mutlak harus dari kalangan profesional yang benar-benar mengerti sektor perumahan rakyat.
Ali juga mendesak perlunya instrumen bank tanah yang dinilai penting untuk menjamin ketersediaan tanah bagi pembangunan perumahan rakyat di berbagai daerah di Tanah Air.
"Perlu instrumen bank tanah dari pemerintah yang dapat menjamin ketersediaan tanah untuk pembangunan rumah murah," katanya.
Di sisi lain, menurut Ali, pemerintah harus segera menyelesaikan tata ruang di daerah-daerah terkait zona mana yang tidak dapat beralih fungsi untuk mendukung ketahanan pangan dan zona-zona mana yang masih bisa dibangun perumahan.
Ia menegaskan adanya penerapan tata ruang yang jelas di berbagai daerah bakal menghindarkan praktik tata ruang menjadi tata uang.
"'Backlog' makin bertambah, tanpa ikut campur pemerintah dalam 'public housing' (perumahan rakyat) maka jangan harap kesejahteraan rakyat akan naik.
Implementasikan Bank Tanah
Indonesia Property Watch menginginkan konsep bank tanah yang telah dicetuskan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla jangan hanya menjadi sekadar wacana dan harus segera diimplementasikan di lapangan.
"Wacana pembentukan bank tanah terkesan sangat lambat dilaksanakan di Indonesia dibanding negara-negara tetangga," kata Ali.
Ia menambahkan bahwa bank tanah sebenarnya sudah ada di masing-masing pemda. Namun, masih bersifat sebatas aset yang belum dimanfaatkan maksimal.
Ali menjelaskan bahwa konsep bank tanah sebenarnya sangat sederhana sebagai pengendali harga tanah di pasaran untuk keperluan penyediaan rumah menengah bawah.
Dengan adanya bank tanah, lanjut dia, pemerintah dapat mengendalikan harga tanah yang khusus diperuntukan untuk penyediaan rumah murah tersebut dan tidak mengikuti pergerakan mekanisme pasar tanah yang terus naik sesuai permintaan pasar yang ada.
"Sederhananya, misalnya harga tanah di sekitar bank tanah tersebut melonjak naik, pemerintah tetap dapat mematok harga tanah sesuai dengan daya beli masyarakat," kata Ali.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch mengatakan bahwa kenaikan harga BBM saat ini seharusnya dapat mengalihkan subsidi pada semacam "kartu papan" yang nantinya akan terintegrasi dengan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang sampai saat ini juga belum terealisasi.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursidan Baldan mengatakan bahwa konsep bank tanah akan menjamin ketersediaan lahan dalam pembangunan.
"Konsep ini nanti memayungi semua, di sebuah tempat dan menjadi proteksi dari negara kepada ketersediaan lahan," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/11).
Ketersediaan lahan tersebut, menurut dia, dapat dipergunakan untuk pembangunan, seperti infrastruktur, lahan pertanian, dan lahan untuk kepentingan masyarakat miskin.
Dengan adanya penerapan yang baik terkait dengan Badan Pelaksana Perumahan dan Bank Tanah, kedua instrumen itu juga diharapkan dapat mengurangi dan bahkan sampai meniadakan "backlog" atau kekurangan perumahan di Indonesia.
