Jakarta (ANTARA) - Dunia berputar dalam rentang pandemi yang meresahkan. Meski terasa berat ketika melangkah, namun banyak yang tak menyadari bahwa masyarakat di Tanah Air telah setahun lamanya hidup berdampingan dengan COVID-19.
Silih berganti kabar berdatangan, baik kerabat yang berpulang atau pun mereka yang pulih dari infeksi virus corona jenis baru itu.
Semuanya memberikan pelajaran penting dan peringatan bahwa sejak hari ketika COVID-19 pertama diumumkan masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020, hidup tak lagi sama seperti sebelumnya.
Ketika mengingat kembali setahun silam, tiga orang anggota keluarga menjadi kasus pertama, kedua, dan ketiga COVID-19 di Indonesia dan mereka berhasil kembali sehat mengalahkan virus Sars Cov-2.
Dalam keterangan pers hari Jumat (5/3) di Kantor Presiden, juru bicara pemerintah dr. Reisa Broto Asmoro menjelaskan bahwa kemungkinan untuk sembuh dari COVID-19 selalu ada, sehingga diskriminasi dan stigma terhadap pasien sangat tidak perlu dan tidak layak dilakukan.
Oleh karena itu, vaksinasi menjadi hal yang sangat penting, termasuk ketika dr. Reisa menjelaskan sampai dengan hari ini, sudah lebih dari 2 juta orang telah menerima dosis vaksinasi COVID-19 pertama. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memvaksinasi 181,5 juta penduduk secara bertahap.
Sementara tiga hari yang lalu, telah tiba kiriman kelima vaksin Coronavac produksi Sinovac sebanyak 10 juta dosis melengkapi ketersediaan vaksin untuk menyukseskan vaksinasi tahap dua kepada pelayan publik.
Selain itu, dalam waktu dekat vaksin Astrazeneca yang didapatkan dari Covax Facility yang merupakan hasil kerja sama multilateral pengadaan vaksin juga akan segera datang secara bertahap.
Dokter Reisa mengatakan bahwa vaksinasi tahap kedua bagi pelayan publik di Yogyakarta yang menargetkan 19 ribu orang, termasuk pedagang pasar dan pelaku usaha di Malioboro, beberapa waktu lalu, yang dihadiri dan dipantau oleh Presiden merupakan bukti bahwa mengutamakan kesehatan dan mengupayakan perbaikan kondisi ekonomi harus dijalankan secara bersamaan.
Kesuksesan vaksinasi ini akan juga menguatkan aktivitas masyarakat di pasar, pusat niaga, dan pusat kebudayaan.
Selain itu, Reisa juga turut mengajak untuk mengapresiasi kreativitas dan solidaritas masyarakat Indonesia guna memastikan semua yang siap divaksin menerima hak mereka.
Di satu sisi inovasi pun dikembangkan demi mendukung pelaksanaan program vaksinasi, ketika pertama kalinya di Asia, vaksinasi drive thru atau di dalam kendaraan dilakukan di Bali dan Jakarta.
Berbagai organisasi sosial dan nirlaba juga turut bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk menggelar vaksinasi bagi lansia dengan memastikan tempat dan pelayanan vaksinasi yang nyaman untuk mereka menerima dosis pertama vaksin COVID-19.
Dan harus disyukuri bahwa saat ini Indonesia merupakan satu dari beberapa puluh negara di dunia yang sudah menggelar program vaksinasi COVID-19 dan merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang memberikan vaksin secara gratis kepada seluruh masyarakat.
Faktanya lebih dari seratus negara lainnya di dunia masih kesulitan mendapatkan suplai vaksin dan belum bisa melakukan program vaksinasi kepada rakyat mereka.
Setelah Vaksin
Di kalangan masyarakat masih ada yang mempertanyakan apa pentingnya vaksinasi dan terpenting apa yang terjadi dalam tubuh setelah vaksinasi. Apakah setelah vaksin akan aman dari COVID-19?
Memang setelah menjalani proses vaksinasi maka penting kiranya untuk mengetahui satu langkah lanjutan untuk mengetahui apa yang terjadi dalam tubuh.
Masyarakat perlu mulai memahami satu langkah lain, yakni uji kuantitatif serologi melalui tes derologi kuantitatif.
Dokter spesialis Patologi dari Siloam Hospitals Purwakarta dr Adrian Suhendra, Sp.PK. menjelaskan bahwa uji serologi kuantitatif merupakan cara medis melalui pengambilan sampel darah yang berfungsi guna mengidentifikasi patogen di dalam tubuh manusia.
Tujuannya untuk mengetahui dan melihat respons kekebalan tubuh seseorang atau antibodi dari seseorang yang telah mendapatkan suntik vaksin COVID-19.
Adrian Suhendra menjelaskan uji kuantitatif serologi dilakukan pada laboratorium khusus Serologi bertujuan membaca hasil pemeriksaan secara kuantitatif. Wujudnya adalah jumlah titer antibodi yang ada di dalam darah.
Uji tes ini berbeda dengan rapid test serologi sebelumnya, metode kualitatif, yaitu menunjukkan apakah hasil tes reaktif atau nonreaktif. Intinya adalah metode serologi kuantitatif berfungsi untuk mengecek imun tubuh pasca-vaksinasi.
Tes kuantitatif serologi menggunakan immunoassay untuk menentukan nilai kuantitatif titer antibodi terhadap protein spike-receptor binding domain (S-RBD) COVID-19 dalam darah manusia.
Metode ini akan membantu memberikan hasil nilai antibodi seseorang secara akurat sehingga pasien bisa mengetahui bagaimana respons imun tubuhnya terhadap COVID-19.
Bukan diagnosis
Meskipun perlu untuk dilakukan, tetapi harus pula dipahami bahwa tes serologi kuantitatif bukan untuk screening atau diagnosis.
Tes ini termasuk jenis tes imunologi yang bersifat mengavaluasi titer antibodi COVID-19 dalam tubuh seseorang, baik itu pascavaksin COVID-19 maupun kondisi setelah terpapar COVID-19. Karenanya tes kuantitatif serologi berbeda dengan tes kualitatif serologi pada umumnya.
Tes kualitatif serologi bertujuan untuk screening COVID-19, sementara tes kuantitatif serologi bertujuan mengetahui titer antibodi seseorang terhadap COVID-19 yang ditunjukkan dengan satuan u/mL.
Selain itu, tes kuantitatif antibodi juga berguna dalam menilai respons imun humoral seseorang, yaitu antibodi terhadap COVID-19, baik pada penyintas COVID-19 maupun pada individu penerima vaksin.
Dalam prosesnya, pengumpulan sampel tes kuantitatif serologi diambil dari darah vena dengan waktu proses pemeriksaan adalah sekitar 120 menit.
Pada penerapannya, tes serologi kuantitatif ini ada memiliki tiga kegunaan, yaitu bagi yang telah vaksinasi COVID-19, dapat mengetahui apakah tubuh sudah memiliki imun atau belum memiliki antibodi COVID-19.
Kedua, bagi penyintas COVID-19 bisa mengetahui apakah serologinya dapat memproteksi dirinya atau masih bisa terkena kembali.
Terakhir, sebagai terapi plasma konvaselen, yaitu sebagai pendonor (orang yang sembuh dari COVID-19 dan sudah diuji dengan hasil negatif) bagi penderita/pasien COVID-19.
Dokter Adrian Suhendra, Sp.PK. mengatakan bahwa tes serologi kuantitatif pada umumnya bisa dilakukan secara berkala dan direkomendasikan untuk pasien yang sudah divaksinasi setelah periode 14 hingga 60 hari dari penyuntikan vaksin tahap ke dua.
Langkah yang dilakukan ini tak lain sebagai ikhtiar untuk menguatkan aktivitas masyarakat di tengah pandemi COVID-19 sampai terbentuknya kekebalan komunitas hingga pandemi perlahan dapat teratasi.
Berita Terkait
Cek fakta, pebulu tangkis asal China Zhang Zhi Jie meninggal karena vaksin COVID-19
9 Juli 2024 11:07
Agar liburan Natal aman dari COVID-19, ingat vaksin hingga masker
24 Desember 2023 10:39
Kemenkes imbau masyarakat lengkapi dosis vaksinasi COVID-19
16 Desember 2023 23:33
Benarkah varian baru COVID-19 lebih menular pada orang yang divaksinasi? Simak fakta selengkapnya
7 September 2023 19:43
Penerima vaksin COVID-19 booster kedua capai 3,37 juta pada Selasa
27 Juni 2023 19:55
Angka penyintas COVID-19 di Indonesia naik menjadi 6.637.815 jiwa
11 Juni 2023 22:13
Penerima vaksin COVID-19 penguat kedua di Indonesia capai 3,19 juta
9 Juni 2023 18:38