Muntok, 25/2 (AntaraBabel) - Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, berupaya meningkatkan peran serta seluruh petugas posyandu yang tersebar hingga ke pelosok untuk menekan jumlah kasus gizi buruk.
"Kami sudah memiliki 154 posyandu yang tersebar di 64 kelurahan/desa di enam kecamatan seluruh Bangka Barat, itu yang akan kami tingkatkan perannya untuk menekan kasus," ujar Kepala Bidang Promosi Kesehatan Dinkes Kabupaten Bangka Barat Lanny Luhukay di Muntok, Senin.
Ia menjelaskan, kasus gizi buruk pada balita di daerah itu pada 2012 jumlahnya mencapai 23 kasus atau meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu 11 kasus.
Namun, kata dia, peningkatan temuan kasus itu dinilai bukan karena peningkatan kasus murni, tetapi karena pada 2012 seluruh petugas melakukan pendataan lebih menyeluruh dari rumah ke rumah, yang tidak dilakukan pada tahun sebelumnya.
"Kami perkirakan kasus tidak meningkat namun karena temuannya yang meningkat, bahkan kemungkinan jumlah itu menurun dibanding tahun sebelumnya," kata dia.
Ia menjelaskan, sebanyak 23 kasus itu ditemukan di Kecamatan Tempilang sembilan kasus, Muntok empat kasus, Simpang Teritip lima kasus, Jebus dan Parittiga lima kasus.
"Dari jumlah itu yang masuk dalam kategori kasus lama atau karena cacat bawaan sebanyak lima orang, dan karena infeksi sebanyak sembilan orang," katanya.
Menurut dia, kasus balita penderita gizi buruk sebagian besar dipengaruhi karena pola asuh para orang tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi anak, selain infeksi dan cacat bawaan sejak lahir.
"Banyaknya kasus kawin muda menjadi salah satu penyebab utama, karena ibu dan ayah bayi kurang mampu memperhatikan kebutuhan anak dan tidak siap melakukan kewajibannya sebagai orang tua dalam mengasuh anaknya," katanya.
Ia mengatakan, khusus untuk penanganan kasus balita gizi buruk, pemkab setempat sudah menganggarkan sebesar Rp127 juta atau meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu Rp125 juta untuk program pemberian makanan tambahan (PMT).
"Program PMT ini kami berikan langsung kepada para balita yang berada di bawah garis merah seperti yang tertera dalam buku kesehatan ibu dan anak," kata dia.
Menurut dia, pemberian makanan tambahan tidak hanya bagi balita penderita gizi buruk, namun juga kepada ibu hamil berupa susu balita, biskuit dan susu hamil.
Ia mengatakan, kasus gizi buruk bisa dipengaruhi karena saat ibu hamil kekurangan energi dan kalori untuk itu pemkab juga tetap berkomitmen untuk menekan kemunginan terjadinya kasus gizi buruk bayi saat lahir.
"Secara keseluruhan untuk penanganan kasus gizi buruk pada balita dan
ibu hamil, pemkab sudah mengalokaasikan anggaran sebesar Rp1,13 miliar
pada 2013 atau meningkat dari tahun sebelumnya yaitu Rp1,07 miliar, dan
itu sudah disetujui DPRD Kabupaten untuk direalisasikan tahun ini," kata
dia.