Pangkalpinang (ANTARA) - Pengamat ekonomi sekaligus guru besar Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jawa Tengah, Izza Mafruhah mengatakan Pemerintah perlu terus mendorong peran strategis resi gudang sebagai bagian penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
"Resi gudang yang telah berjalan lebih dari 15 tahun di Indonesia tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan pemilik komoditas, namun instrumen ini juga bisa menjadi bagian untuk mendukung ketahanan pangan nasional, terutama dari sisi rantai pasok atau 'supplay chain'nya," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Izza Mafruhah melalui rilis yang diterima Antara di Pangkalpinang, Bangka Belitung, Kamis.
Membicarakan resi gudang dalam konteks ketahanan pangan, kata Izza, tentunya instrumen ini dapat membantu dari aspek produksi berupa pembiayaan dan juga aspek penjagaan harga untuk menekan laju inflasi, karena hasil pertanian adalah salah satu produk yang tergantung pada kondisi alam dan musim.
"Tanaman pangan membutuhkan masa sekitar tiga hingga empat bulan sekali panen dan pada saat panen raya jumlah produk melimpah sehingga harga turun. Sebaliknya pada masa tanam dan produksi, hal ini menyebabkan harga fluktuatif," katanya.
Salah satu alternatif dalam mengatasi ini adalah dengan menyiapkan saluran distribusi yang menjaga ketersediaan barang sekaligus meredam fluktuasi harga agar tidak merugikan baik petani maupun konsumen, dan itu bisa dengan melalui sistem resi gudang.
Perlu upaya bersama dari para pemangku kepentingan, baik pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan juga media perlu melakukan kolaborasi untuk mengoptimalkan sistem resi gudang ini dalam mendukung ketahanan pangan.
Menurut dia, ada beberapa upaya yang perlu dilakukan, yaitu sosialisasi tentang sistem resi gudang (SRG), tujuan, aktivitas serta upaya yang dilakukannya termasuk dalam hal bantuan pembiayaan yang bisa diberikan kepada pelaku usaha. Langkah ini perlu dilakukan oleh pemerintah termasuk dengan menggandeng akademisi dan media.
Langkah berikutnya, meningkatkan kemudahan dan keterjangkauan akses pembiayaan kepada pihak petani dan pelaku usaha pertanian agar tidak terjebak pada pembiayaan ilegal, selanjutnya bekerja sama dengan pelaku usaha pemasaran agar mampu menyalurkan barang kebutuhan pangan dengan kualitas baik dan harga terjangkau.
"Perlu juga dilakukan pendekatan kepada pihak pemerintah khususnya dalam penjaminan pinjaman atau 'government guarantee' terhadap petani dan UMKM terkait," kata Izza Mafruhah.
Menurut Direktur PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) Agung Rihayanto, terkait SRG untuk mendukung ketahanan pangan selama ini sistem tersebut dapat dimanfaatkan dari sisi 'supplay chain' atau rantai pasok, hal ini karena ketahanan pangan adalah tentang ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat terhadap kebutuhan pangan.
"Untuk itu, dengan adanya SRG ketersediaan akan terjaga sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan dalam hal mendapatkan kebutuhan pangan," kata Agung.
Ia menjelaskan, pemanfaatan resi gudang di Indonesia terus mengalami pertumbuhan dan berdasarkan data PT KBI menunjukkan pada tahun 2021 sampai bulan November, jumlah resi gudang yang diregistrasi mencapai 582 resi gudang, terdiri dari 11 komoditas, dengan total volume sebesar 12,3 juta kilogram, senilai Rp484,1 miliar.
Dari sisi pembiayaan, sepanjang 2021 sampai bulan November telah mencapai Rp261 miliar, sedangkan sepanjang tahun 2020, jumlah resi gudang yang di registrasi mencapai 427 resi gudang, terdiri dari tujuh komoditas, dalam volume 9,6 juta kilogram senilai Rp200,7 miliar, sedangkan pembiayaan mencapai Rp93,8 miliar.
Terkait pemanfaatan resi gudang, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2021 yang merupakan Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2020 tentang Barang dan Persyaratan Barang yang dapat Disimpan dalam Sistem Resi Gudang, komoditas yang dapat masuk ke Sistem Resi Gudang meliputi beras, gabah, jagung, kopi, kakao, karet, garam, lada, pala, ikan, bawang merah, rotan, kopra, teh, rumput laut, gambir, timah, gula putih kristal, kedelai dan ayam karkas beku.
Agung Rihayanto menambahkan, sebagai pusat registrasi KBI ke depan akan terus berupaya meningkatkan peran penting resi gudang dalam konteks ketahanan pangan.
"Berbagai upaya terus dilakukan, seperti sosialisasi, edukasi, dan kerja sama dengan berbagai pihak sebagai 'offtaker' (stand by buyer)," ujarnya.
Dalam hal pembiayaan, KBI juga terus berupaya mengajak lembaga pembiayaan, baik bank maupun nonbank, untuk turut serta dalam pembiayaan resi gudang.
"Kami optimistis, ke depan resi gudang ini akan mampu menjadi salah satu pilar dalam penciptaan ketahanan pangan nasional," demikian Agung Rihayanto.