Jombang (Antara Babel) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) membantah bahwa
rekomendasi pendirian BPJS syariah ada muatan kepentingan bisnis, namun
rekomendasi itu semata karena kepentingan kesesuaian syariah.
"Tidak ada kepentingan politik ataupun bisnis. Itu (rekomendasi
darurat BPJS) keluar ralam rangka ijtima ulama, ada 700 ulama, masak
dimanfaatkan BPJS, kan tidak mungkin," kata Wakil Ketua Umum Majelis
Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin di Jombang, Jawa Timur, Sabtu.
Ia mengatakan, adanya pembahasan tentang BPJS dilatarbelakangi
karena ada sorotan dan atas permintaan masyarakat. Hal itu
ditindaklanjuti oleh MUI, dibahas, hingga mengeluarkan kebijakan tentang
darurat BPJS tersebut.
Maruf Amin juga mengatakan kebijakan itu sebenarnya sudah
dikeluarkan lama, sejak Juni 2015, namun baru menjadi topik saat ini,
terlebih lagi menjelang kegiatan Muktamar Nahdlatul Ulama yang digelar
di Jombang, pada 1-5 Agustus 2015.
Menurut hasil kesepakatan ulama, dalam produk harus memperoleh
pernyataan kesesuaian syariah yang dikeluarkan oleh dewan syariah
nasional.
Hal itu menunjukkan bahwa produknya sudah sesuai dengan syariah.
Beberapa keterangan itu harus menunjukkan tentang aspeknya, akadnya,
dananya, termasuk jika terjadi surplus.
Ia mengakui, BPJS mempunyai sisi kemanfaatan yang cukup besar.
Banyak masyarakat yang memanfaatkan BPJS. Namun, ia berharap BPJS yang
ada itu sesuai dengan aturan syariah.
Maruf menambahkan, sampai saat ini fatwa dari MUI adalah darurat
dan boleh dimanfaatkan, namun ia berharap hal itu tidak terjadi terus
menerus dan harus secepatnya ada kebijakan terkait status syariah.
"Jika terus menerus, ini darurat abadi," ujarnya.
Saat disinggung dengan program asuransi lainnya, KH Maruf
mengatakan nantinya akan dikaji kembali oleh MUI. Namun, ia tetap
berharap hasil dari ijtima ulama itu bisa dijadikan sebagai rujukan oleh
pemerintah.
Sejumlah kalangan menilai bahwa MUI sengaja dimanfaatkan pihak
tertentu saat membuat kebijakan tentang status darurat BPJS. Dalam
ijtima ulama, MUI merekomendasikan untuk dibuat BPJS syariah. Salah satu
yang mengatakan ada kekhawatiran MUI dimanfaatkan adalah Jaringan Islam
Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur.
Koordinator Presidium Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa
Timur Aan Anshori mengaku sangat menyesalkan dengan fatwa MUI yang
terkesan dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis bagi segelintir orang
tersebut. Kebijakan itu justru membuat masyarakat merasa tidak nyaman.
Aan juga mengatakan, tudingan MUI dimana BPJS mengandung unsur yang
dilarang oleh agama Islam, seperti "maysir", "gharar", dan riba tidak
seharusnya dipandang sebelah mata.
Walaupun tidak memasukkan unsur syariah, BPJS jelas merupakan
instrumen tolong-menolong (taawun) yang berbasis kegotongroyongan untuk
menjamin terlindunginya tujuan syariah (maqashid al-syariah), melindungi
jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), kebebasan berpikir (al-aql), harta
benda (al-maal) dan kemerdekaan beragama/ berkeyakinan (al-din).
Menurut Aan, status fatwa MUI tersebut tidak mengikat dan
pemerintah tidak wajib mengikuti omongan MUI. Namun, kritik tersebut
dinilai perlu diapresiasi. Dalam praktiknya, masih banyak kelemahan dan
implementasi BPJS.
Ia berharap, ke depan negara harus berupaya tidak lagi membebani
lagi rakyat dengan pembayaran premi karena mereka sudah membayar pajak.
MUI Bantah BPJS Syariah Bermuatan Kepentingan Bisnis
Sabtu, 1 Agustus 2015 23:36 WIB
Tidak ada kepentingan politik ataupun bisnis. Itu (rekomendasi darurat BPJS) keluar ralam rangka ijtima` ulama, ada 700 ulama, masak dimanfaatkan BPJS, kan tidak mungkin,"