Jakarta (Antara Babel) - Kubu mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin meragukan alat bukti milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digunakan sebagai alasan penetapan status tersangka.
"Mereka gunakan audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang belum final, belum pasti berapa kerugian negara yang ada," kata kuasa hukum IAS Jhonson Panjaitan saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, dengan belum finalnya hasil penghitungan yang dilakukan BPK maka audit tersebut tidak layak untuk dijadikan sebagai bukti penetapan tersangka kliennya.
Dia juga menceritakan, pihak BPK yang dihadirkan KPK sebagai saksi fakta dalam persidangan praperadilan sebelumnya juga mengakui bahwa audit kerugian negara belum mendapatkan hasil yang pasti.
"Itu BPK sendiri yang bilang saat persidangan (praperadilan) kemarin, jujur saya juga kaget dengarnya. Tapi itu malah tidak dijadikan bahan pertimbangan oleh majelis hakim," tukas Jhonson.
Kuasa hukum tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer instalasi PDAM Makassar tahun 2006-2012 itu pun menilai bahwa putusan dalam praperadilan kedua tidak didasarkan pada fakta.
Pihak Ilham Arief Sirajuddin mengajukan PK atas putusan oleh Hakim Amat Khusairi pada sidang praperadilan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Pada Kamis (9/7), PN Jakarta Selatan telah menolak permohonan praperadilan kedua yang diajukan mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin melalui putusan Hakim Ketua Amat Khusairi.
Pertimbangan hakim ialah bahwa KPK telah memenuhi alat bukti yang sah untuk menetapkan IAS sebagai tersangka dan telah sesuai dengan KUHAP dan hukum acara yang berlaku.
Selain itu, Hakim Amat juga menilai keputusan tersebut sudah berdasarkan pertimbangan bahwa penyidik dan penyelidik KPK adalah sah.
Tindakan IAS diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp38,1 miliar karena adanya sejumlah pembayaran yang digelembungkan oleh pihak pengelola dan pemerintah kota.
Pasal yang disangkakan kepada Ilham adalah pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun, denda paling banyak Rp1 miliar.
Berita Terkait
Mantan Wali Kota Palopo Serangan Jantung di Penjara Kelas 1 Makassar
21 Juli 2016 23:21
KPK Tahan Mantan Wali Kota Makassar
10 Juli 2015 16:22
Prabowo komitmen ratifikasi ZEE dalam pertemuan bilateral Vietnam
16 November 2024 09:56
Prabowo pantau laga Indonesia melawan Jepang lewat telepon genggam
15 November 2024 19:59
Komisi III DPR: uji kelayakan Capim-Dewas KPK digelar 18-21 November
15 November 2024 15:57
Supermoon terakhir tahun 2024 nampak di langit Indonesia besok
15 November 2024 15:53
Menkes-Menkeu pantau kondisi BPJS Kesehatan terkait isu kenaikan iuran
15 November 2024 11:28