Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat bakso ikan yang diperkaya daun kelor untuk mencegah anemia pada remaja putri dalam rangka mendukung percepatan penurunan stunting (kekerdilan anak).
"Pusat Riset Teknologi Tepat Guna mengembangkan produk nugget dan bakso dari ikan laut yang diperkaya dengan daun kelor sebagai sumber zat besi," kata peneliti di Pusat Riset Teknologi Tepat Guna BRIN Ainia Herminiati saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak di mana anak tidak tumbuh tinggi seperti anak usianya atau disebut juga dengan kerdil akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang.
Ainia menjelaskan produk tersebut dapat menjadi pilihan konsumsi terutama bagi remaja putri yang membantu pemenuhan zat besi untuk mencegah anemia.
Selain mengandung zat besi, daun kelor juga memiliki kandungan antara lain protein, vitamin A, vitamin B , vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin C, vitamin E, serat, mineral, kalsium, magnesium, fosfor, sulfur, dan asam oksalat.
Intervensi gizi untuk pencegahan anemia melalui pemberian bakso ikan yang diperkaya daun kelor, kata dia, akan dilakukan pada November-Desember 2022 pada 70 remaja putri di SMK Negeri 1 Legonkulon Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Melalui kegiatan itu, diharapkan dapat meningkatkan gizi remaja putri untuk mencegah anemia, yang pada gilirannya juga mendukung upaya pencegahan stunting.
Sebelum intervensi terhadap 70 remaja putri itu, katanya, akan dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan Hematologi dan feritin.
Remaja putri yang mengalami anemia atau kekurangan sel darah merah berisiko melahirkan anak yang mengalami stunting dikarenakan defisit gizi.
Ia menambahkan remaja putri banyak mengalami anemia akibat menstruasi.
Oleh karena itu, menurut Ainia Herminiati , mereka perlu mengimbangi asupan makanan dengan mengonsumsi produk pangan yang mengandung zat besi untuk mengembalikan sel-sel darah yang terbuang.
Pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau sekitar 5,33 juta balita.