Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak konsultan Prof. Dr. dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K) mengatakan pemberian obat penawar fomepizole setidaknya memunculkan suatu harapan dalam proses perbaikan kondisi pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
“Setelah kami berikan, sebagian ada yang memberikan hasil yang baik atau ada perkembangan yang baik, tapi ada juga yang tidak. Sehingga meskipun demikian hasilnya, ada suatu harapan. Tapi belum dapat kami simpulkan bahwa obat itu obat yang sangat baik,” kata dokter dari Divisi Nefrologi dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu dalam bincang virtual di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan bahwa mulanya dokter mencurigai salah satu penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal yaitu ethylene glycol (EG) sehingga berusaha untuk mencari obat penawar atau antidotum dari luar negeri.
“Femopizole tidak ada di Indonesia, ternyata ada di Singapura. Kemudian kami berikan kepada pasien-pasien kami di RSCM,” katanya.
Dia menegaskan bahwa jika terdapat anak yang sembuh, belum tentu hal tersebut dikarenakan pemberian obat fomepizole. Begitu pula sebaliknya, jika terdapat anak yang tidak sembuh maka belum tentu karena tidak mendapatkan obat tersebut.
“Kenapa? Karena seorang anak yang sakit, kalau kita obati, ada banyak faktor yang berperan terhadap kesembuhan seorang anak,” katanya.
Faktor-faktor yang berperan tersebut bisa saja terkait salah satunya dengan usia mengingat bayi dan anak memiliki proses penyembuhan yang berbeda. Kemudian ada pula faktor lain seperti kadar gizi pada anak, waktu kedatangan ke rumah sakit apakah datang dalam keadaan ringan atau parah, terdapat komplikasi lain atau tidak, hingga bagaimana tata laksana yang dilakukan.
Menurut Sudung, gangguan ginjal akut yang biasa pada umumnya dapat sembuh dengan baik. Akan tetapi, gangguan ginjal akut progresif atipikal merupakan kasus yang baru muncul kali ini sehingga para ahli dan tenaga kesehatan masih melakukan penyelidikan.
Dia mengatakan fungsi ginjal semestinya bisa pulih seperti semula pada anak dengan gangguan ginjal akut. Namun, hal tersebut bergantung pada tingkat keparahan atau tingkat kerusakan ginjal sewaktu anak pertama kali dirujuk ke rumah sakit.
Pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh, Sudung menggarisbawahi pentingnya dokter untuk memantau kondisi lebih jauh lagi, apakah terdapat kemungkinan untuk menjadi penyakit ginjal kronik di kemudian hari atau tidak. Apabila kemungkinan tersebut muncul, diharapkan deteksi dini bisa dilakukan.
“Oleh karena itu meskipun sudah sembuh, kami masih perlu mengevaluasi lebih lanjut bagaimana nanti perkembangannya. Biasanya dikatakan sembuh itu setelah diperiksa lewat urine-nya normal, kemudian nanti baru pulang dalam keadaan baik,” katanya.