Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Syarief Hasan untuk diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.
Syarief yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR itu dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Direktur Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) 2010-2017 Kemas Danial (KD) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penyaluran dana bergulir oleh LPDB-KUMKM Tahun 2012-2013.
"Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka KD. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta atas nama Syariefuddin Hasan, Wakil Ketua MPR (Menteri Koperasi dan UKM periode 2009-2014)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta.
Selain itu, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya, yakni Endang Suhendar selaku wiraswasta.
Sebelumnya pada Jumat (23/12), KPK juga telah memeriksa saksi pengawas koperasi utama di Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM/Inspektorat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2015 Suparno.
KPK mendalami pengetahuannya terkait dengan pengawasan yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM atas penggunaan dana bergulir oleh LPDB-KUMKM yang saat itu dikelola oleh tersangka KD.
KPK menetapkan empat tersangka kasus tersebut, yaitu KD, Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti (Kopanti) Jabar Dodi Kurniadi (DK), Sekretaris II Kopanti Jabar Deden Wahyudi (DW), dan Direktur PT Pancamulti Niagapratama (PN) Stevanus Kusnadi (SK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada 2012, SK selaku Direktur PT PN menemui KD dengan maksud menawarkan bangunan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang kondisi bangunannya belum selesai seratus persen.
Tawaran SK itu antara lain agar KD dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari LPDB-KUMKM. KD menyetujui penawaran tersebut dan merekomendasikan SK untuk segera menemui Andra A. Ludin selaku Ketua Pusat Kopanti Jabar agar bisa mengkondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.
Sesuai arahan KD, selanjutnya Andra A. Ludin meminta DK mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp90 miliar ke LPDB yang digunakan untuk pembelian kios di Mall BTP seluas 6.000 meter persegi yang akan diberikan pada 1.000 orang pelaku UMKM.
KPK mengungkapkan data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai 1.000 orang dan diduga fiktif, namun tetap dipaksakan agar dana bergulir tersebut bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinasi oleh DW.
Agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, KD kemudian membuat surat perjanjian kerja sama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan mempedomani analisa bisnis dan manajemen risiko.
Untuk periode 2012-2013, KPK menyebut telah disalurkan pinjaman dana bergulir kepada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar sebesar Rp116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian selama 8 tahun.
Adapun uang sebesar Rp116,8 miliar tersebut seluruhnya kemudian di-"autodebet" melalui rekening bank milik Kopanti Jabar dan selanjutnya dibayarkan ke rekening Bank PTPN milik SK sebesar Rp98,7 miliar.
KPK mengungkapkan dikarenakan pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan SK hanya sebesarRp3,3 miliar dan masuk kategori macet sehingga KD mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun.
KPK menduga KD selanjutnya menerima uang sekitar Rp13,8 miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mall BTP dari SK. Sedangkan DK dan DW diduga juga turut menikmati dan mendapatkan fasilitas antara lain berupa mobil dan rumah dari Kopanti Jabar.
Akibat perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp116,8 miliar.