Pangkalpinang (ANTARA) - Bangka Belitung telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah, dibanding sektor lainnya. Pertambangan timah hingga kini masih menjadi sektor andalan penyokong perekonomian daerah itu.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama periode Januari hingga Desember 2022, peran timah pada total ekspor sebesar 86,86 persen dan sisanya komoditas non-timah.
Hal ini membuktikan begitu besar peran timah sebagai komoditas ekspor dari daerah itu dibandingkan komoditi lainnya. Selain menjadi komoditas ekspor andalan, keberadaan timah tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang Kepulauan Bangka Belitung. Pertambangan timah bisa dikatakan sebagai saksi sejarah dari daerah itu.
Tak heran jika berdiri kokoh museum khusus timah di kota itu untuk mengedukasi pengunjung dan masyarakat setempat. Kehadiran museum timah di Kota Beribu Senyum itu telah menjadi titik balik yang menguak jejak pertambangan timah di daerah tersebut.
Selain di Kota Pangkalpinang, ada satu lagi museum timah di Pulau Bangka, yakni di Kota Mentok Kabupaten Bangka Barat. Perbedaannya pada Museum Timah Pangkalpinang lebih memfokuskan pada sejarah penambangan timah, sedangkan Museum Timah Muntok pada peleburan timah dan logamnya.
Museum yang mengusung tema pertimahan dan telah dinobatkan menjadi museum timah pertama di Asia itu berdiri kokoh di Jalan Ahmad Yani No. 179 Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Dari luar terlihat begitu adem dengan barisan rindangnya pepohonan hijau hingga arsitektur bangunan bergaya klasik khas zaman Belanda yang semakin memikat para pengunjung hingga pengguna jalan yang berlalu lalang.
Plt Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan dan Kepemudaan Olahraga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Herwanita, mengatakan MTI Pangkalpinang merupakan salah satu wisata sejarah yang dapat memberikan pemahaman kepada generasi muda khususnya terkait sejarah penambangan timah di Pulau Bangka Belitung disertai dengan perlengkapan peralatan penambangan timah. Selain itu, juga sebagai wisata edukasi dimana pengunjung bisa mengetahui mengenai sejarah pertimahan di Bangka Belitung dari mulai zaman Belanda hingga masa kini.
Faktanya, bagian paling menarik saat mengunjungi museum itu adalah keberadaan biorama dan dioramanya yang begitu memikat. Biorama dan diorama tampak seperti miniatur tiga dimensi yang menggambarkan sebuah kejadian tertentu, bagi yang tidak paham mungkin akan menganggap hanya sekedar hiasan visualisasi semata. Namun bila ditelusuri lebih dalam ada bagian perjalanan sejarah penambangan timah yang digambarkan dengan begitu menarik.
Kehadiran biorama dan diorama di MTI Pangkalpinang akan membuat pengunjung diajak untuk berimajinasi dan mengidentifiksi terkait aktivitas penambangan timah tempo dulu. Pengunjung diajak jeli dalam membaca dan menangkap berbagai situasi serta keadaan yang digambarkan. Setelahnya, para pemandu museum akan memberikan penjelasan yang lebih mendetail.
Staf dan pemandu Museum MTI Pangkalpinang, Sinta, mengatakan MTI Pangkalpinang terlihat berbeda dengan museum umumnya karena suasananya lebih semi-modern. Selain diorama, museum ini juga dilengkapi sarana prasarana pendukung seperti VR, topografi tiga dimensi, teknologi kapal keruk, studio mini hingga mobil pownis.
Berdasarkan lintas sejarah timah dimulai pada era prasejarah di mana saat itu pulau Bangka disebut sebagai Wangka (sansekerta timah). Masyarakat di wilayah Pulau Bangka, Belitung dan Singkep mengenal timah dengan ditemukannya butiran putih keperakan di permukaan tanah bekas kebakaran hutan. Pada masa awal Kerajaan Sriwijaya tercatat pada saat itu penggunaan timah sebagai salah satu mata dagang.
Di museum ini, pengunjung bisa langsung menyaksikan berbagai temuan artefak dengan usia berabad-abad sehingga dapat merasakan "feel" yang dalam tentang sejarah pertimahan melalui temuan sarana dan prasarana termasuk mata dagang (picis kongsi), balok timah, logam timah, penyimpanan air, garu kayu, gerabah, celedon, godam, rantai kayu, gayung air, dan peralatan gali tanah.
Pada penelusuran jejak dari diorama pertama, pengunjung akan diajak berimajinasi tentang aktivitas penambangan timah tempo dulu dan merupakan metode paling awal yakni pada Penambangan Timah Kulit atau penambangan timah permukaan. Penambangan ini diidentifikasi di Pulau Belitung, saat itu penggalian timah masih dalam skala kecil dan menggunakan alat-alat yang sangat sederhana. Timah masih mudah didapatkan dengan galian yang tidak terlalu dalam, sekira kurang dari lima meter dan identik pada lahan di daerah pinggiran sungai. Seperti dalam diorama itu, digambarkan satu lahan di daerah aliran sungai dengan sebuah rumah sederhana, sumur, dan area penjemuran untuk timah yang sudah dicuci.
Menelusuri diorama selanjutnya terlihat perbedaan yang cukup signifikan dibanding sebelumnya. Pada diorama itu menggambarkan penambangan yang dinamakan Sumur Palembang. Galian pada masa penambangan itu memiliki skala yang lebih besar dari Timah Kulit, saat itu aktivitas penambangan timah dilakukan di daerah perbukitan, karena kontur tanahnya yang lebih keras dengan galian lebih dari lima meter.
Dalam diorama pengunjung bisa mengidentifikasi aktivitas penambangan dalam satu lahan luas di daerah perbukitan, terdapat sumur-sumur yang terhubung dengan terowongan di bawahnya dan tidak terkena mata air.
Semakin maju zaman semakin canggih pula aktivitas penambangan, berakhirnya masa Sumur Palembang dilanjutkan dengan masa Tambang Kolong. Pada saat itu aktivitas penambangan timah dilakukan di daerah yang berkontur tanah lebih lembek dan bisa dimana saja termasuk di daerah perbukitan dan pinggir sungai.
Dalam diorama tersebut menggambarkan sebuah lahan Tambang Kolong dengan galian skala besar yang diperkirakan lebih dari 10 meter, lebih dalam dibandingkan pada Sumur Palembang dan Tanah Kulit. Di sisi samping terdapat alat tradisional yang disebut sakan, berbentuk seperti bak mobil pick up yang terbuat dari kayu dan terdapat alas di bawahnya yang berguna untuk mencuci timah dan memisahkannya dari tanah biasa. Selain itu, terdapat alat tradisional yakni pompa Cina yang berfungsi untuk membuang air, ini merupakan teknologi yang di bawa oleh pendatang Tionghoa yang disebut chincia, kincir air pengairan sawah yang kemudian dimanfaatkan untuk pengeringan lobang galian tambang.
Selain aktivitas bersejarah terkait penambangan timah di darat juga terdapat diorama penambangan timah di lepas pantai yang sudah modern dengan menggunakan kapal keruk. Dalam diorama ini bisa terlihat jelas di bagian bawah kapal keruk terdapat susunan mangkok yang langsung mengarah menuju dasar laut untuk memudahkan proses pengangkatan timah.
Menelusuri lebih dalam titik-titik menarik di MTI Pangkalpinang sampailah pada titik spot paling instagramable bagi para pengunjung di museum itu, yakni biorama.
Biorama memiliki visualisasi dengan skala ukuran yang lebih besar daripada diorama, pada biorama yang terpajang menggambarkan aktivitas penambang timah pada zaman Kolonial Belanda. Hal itu teridentifikasi dari gambar seorang mandor yang berperawakan khas Belanda yang dikelilingi pekerja atau penambang dari China.
Seperti diketahui, pada masa itu didatangkan banyak penambang dari Negeri Tirai Bambu ke Pulau Bangka karena keahlian mereka dalam penambangan timah serta kedisiplinannya. Kedatangan kuli tambang dari China telah berdampak besar bagi produksi timah saat itu karena mereka membawa teknologi yang lebih canggih sehingga dapat meningkatkan produksi timah. Pada saat itu metode penambangan timah yang dilakukan yakni Penambangan timah kolong yang memanfaatkan teknologi chincia atau pompa air.
Kembali pada biorama, saat diidentifikasi uniknya pada sisi kiri dan kanannya terdapat patung dewa dewi yang bukan sekedar hiasan semata. Kehadiran patung dewa dan dewi tersebut merupakan bagian dari kisah penambangan timah masa Kolonial Belanda yang masih berkaitan erat dengan penambang Tionghoa.
Pada masa itu di setiap lokasi penambangan pasti terdapat patung dewa dan dewi hingga kuil kecil, dua patung yang terletak di sisi kanan dan kiri tersebut merupakan patung dewa keselamatan dan rezeki. Patung itu bagian dari peninggalan sejarah yang didapatkan di daerah penambangan timah tempo dulu.
Selain menjelajah sejarah melalui biorama dan diorama pengunjung MTI Pangkalpinang yang lebih didominasi oleh kalangan pelajar dan milenial juga bisa mendapatkan informasi terkait kerajinan pewter yakni cenderamata yang terbuat dari bahan timah dengan teknik cetak ukir dan cetak keping soldier.
Salah satu pengunjung MTI Pangkalpinang, Ihsan, mengharapkan ke depannya wisata sejarah khususnya MTI Pangkalpinang ini bisa meningkatkan lagi segala fasilitas yang ada agar generasi yang akan datang semakin tertarik mengetahui sejarah tentang penambangan timah di Indonesia khususnya di Pulau Bangka.
Riwayat MTI Pangkalpinang
MTI Pangkalpinang resmi ditetapkan menjadi cagar budaya Kota Pangkalpinang melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Nomor: PM/13/PW.007/MKP/2010, pada tanggal 28 Januari 2010 dan dilindungi UU Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Bangunan itu didirikan pada masa Kolonial Belanda oleh Banka Tin Winning Bedrijjf (BTWF) sebagai rumah dinas Hoofd Adminstrateur BTW.
Pada 1949 gedung itu digunakan sebagai tempat persiapan perundingan Roem-Royen, perundingan antara wakil pemerintah RI utusan Komisi Tiga Negara (KTN) PBB dan utusan Hindia Belanda. Setelah melalui beberapa perundingan lahirlah Konferensi Roem-Royen pada 7 Mei 1949 yang salah satuny berisi Pemerintah Hinda Belanda setuju Pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta.
Kemudian, setelah pengambilan alih dari BTW ke tangan PN. Tambang Timah Bangka pada 1 Maret 1953 rumah ini dijadikan Museum Wisma Budaya dan pada awal tahun 1960 dikembangkan menjadi Museum Timah sebagai saranan pembelajaran tentang pertimahan.