Jayapura (ANTARA) - "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" memilih tiga daerah untuk dikunjungi, yakni Papua, Medan, dan Bali. Papua menjadi tempat pertama yang dikunjungi
koki asal negara Qatar, dan dikenalkan berbagai macam jenis kuliner Bumi Cenderawasih.
Kuliner yang ada di Papua, yakni sinole, papeda, kopi, dan beberapa jenis umbi-umbian.
Tidak hanya itu, koki asal Qatar Hassan Al Ibrahim juga dikenalkan bagaimana proses mengelola sagu menjadi papeda yang merupakan makanan asli penduduk setempat.
Menu asli Papua ini biasanya disajikan dengan cara sederhana. Tungku Batu adalah salah satu cara memasak dengan memanaskan batu sampai kurang lebih dua jam untuk kemudian meletakkan bahan makanan, mulai dari daging babi, umbi-umbian, dan berbagai jenis sayur lainnya.
Kuliner Papua memiliki dasar dan teknik sederhana yang hampir sama di semua wilayah setempat. Rata-rata teknik bakar dan pengasapan dengan tidak menggunakan minyak serta hanya sedikit garam.
Pada kunjungan ke Papua, Koki Hassan mengunjungi Kampung Skouw Sae, yang terletak di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, di mana tempat tersebut dekat perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Saat datang, Hasan disambut dengan tari Wiru yang merupakan tarian penjemputan tamu, lalu diantar ke tempat pertemuan.
Koki Hassan langsung diajak melihat proses pembakaran batu yang menjadi tempat memasak sagu bakar, kemudian ia melihat proses pengambilan sagu, mulai dari menebang pohon sagu. Kemudian, sambil menunggu proses penebangan, ia ditantang untuk memakan ulat sagu yang masih hidup.
Di mana ulat sagu berasal dari pohon sagu yang dipotong, kemudian batangnya dibiarkan membusuk. Batang yang membusuk tersebut akan muncul ulat-ulat. Untuk mengambil ulat-ulat itu, batang sagu tersebut dibongkar atau dibuka dengan kapak. Bentuk Ulat Sagu bervariasi, ada yang sangat kecil hingga yang paling besar seukuran jempol jari tangan orang dewasa.
“Memakan ulat sagu ini benar-benar pengalaman berharga yang tidak bisa didapatkan di tempat lainnya,” kata Hasan.
Menurut dia, tantangan tersebut membuatnya kaget, karena seumur hidup baru mencoba di Papua.
Meskipun baru pengalaman pertama, ia bisa merasakan manis, gurih dan ada tekstur kenyal, namun bisa dibilang enak.
Lalu ia melihat proses tokok atau mencangkul sagu. Selanjutnya ia bersama beberapa mama-mama memeras batang sagu yang telah ditokok untuk membuat tepung sagu.
Hassan, sangat senang melihat langsung proses pembuatan sagu sebelum menjadi papeda. Papua yang diketahui memang terkenal keanekaragaman yang kental serta budayanya masih sangat asri.
Ke depan, Hasan akan mencoba memasak dari bahan sagu dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di Qatar.
Saat menikmati papeda, Hassan merasakan sagu sebagai sesuatu bahan pokok yang berbeda dan dia tidak pernah menemui tekstur bahan makanan seperti ini.
Dia mengakui memang ada sagu di Qatar, namun teksturnya berbeda. Sagu di Qatar menggunakan air mawar, dan beberapa bahan lainnya, sedangkan di Papua tidak. Jika dimakan bersama sayur jantung pisang dan bunga pepaya, lalu ikan kuah kuning, dia mengaku rasanya nikmat.
Makanan lokal mendunia
Pendiri Koki Hutan Papua Charles Toto mengatakan bangga kedatangan koki dari Qatar dan mau melihat langsung pembuatan sagu, sebelum menikmati hidangan papeda.
Apalagi Koki Hassan sudah mencoba menebang pohon sagu, memangkur, mengelola menjadi tepung sagu, dan mencoba memakan ulat sagu.
Toto, mewakili masyarakat Papua berharap ke depan akan ada kunjungan seperti ini lagi, sehingga makanan lokal Papua bisa terkenal di dunia.
Ini merupakan momen sejarah di mana kedatangan koki asal Qatar bertepatan hari sagu ke-7 dan berharap ke depan sagu menjadi ketahanan pangan Indonesia.
Selama ini kita hanya mengenal makanan pokok jagung, sorgum, padi dan lainnya, sehingga diharapkan sagu juga bisa menjadi prioritas utama makanan di Indonesia.
Sagu di Papua ada 18 jenis dan memiliki manfaatnya masing-masing. Seperti sagu untuk gula itu ada jenis tersendiri di mana tekstur itu tidak memiliki serat.
Panitia "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" di papua memang sengaja memperkenalkan bagaimana cara pembuatan papeda dari sagu, sehingga bisa menjadi sesuatu pembicaraan agar makanan lokal Papua mendunia karena prosesnya benar-benar alami.
Program pertukaran budaya
Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) memilih Papua karena melihat Indonesia memiliki 17 ribu pulau dengan berbagai macam keanekaragaman hayati dan budaya. Dan 70 persen kekayaan alam paling banyak ada di Papua.
Jadi kalau ACMI memilih Papua, karena daerah itu sangat banyak keanekaragaman pangan lokal, terutama sagu. ACMI ingin memperkenalkan sagu kepada koki dari Qatar. Selain itu juga ingin melestarikan kekayaan sagu.
Selain melihat proses pengelolaan sagu, pihaknya juga akan memasak hidangan Qatar dan memperkenalkan rempa-rempah kepada siswa SMK Negeri 1 Jayapura, jurusan tata boga.
Pengetahuan ini dinilai sangat penting bagi siswa jurusan tata boga untuk mengenal makanan asal Qatar, sehingga bisa menjadi motivasi untuk terus berkreasi.
Sementara itu Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI mencatat "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" merupakan program pertukaran budaya, sehingga menu-menu spesial dari Indonesia bisa disampaikan ke negara-negara lainnya.
Dengan demikian, maka koki asal Papua bisa bertukar pengalaman membuat masakan dari koki asal Qatar, sehingga resep masakan antara Qatar dan Indonesia yang diwakili Papua dapat digabungkan.
Lewat ajang ini, kerja sama antarnegara bisa terangkat, sehingga kegiatan tersebut tidak hanya di Papua, namun ada juga beberapa daerah lainnya. Dengan begitu jalinan kerja sama kedua negara ini semakin kuat.
Kuliner yang ada di Papua, yakni sinole, papeda, kopi, dan beberapa jenis umbi-umbian.
Tidak hanya itu, koki asal Qatar Hassan Al Ibrahim juga dikenalkan bagaimana proses mengelola sagu menjadi papeda yang merupakan makanan asli penduduk setempat.
Menu asli Papua ini biasanya disajikan dengan cara sederhana. Tungku Batu adalah salah satu cara memasak dengan memanaskan batu sampai kurang lebih dua jam untuk kemudian meletakkan bahan makanan, mulai dari daging babi, umbi-umbian, dan berbagai jenis sayur lainnya.
Kuliner Papua memiliki dasar dan teknik sederhana yang hampir sama di semua wilayah setempat. Rata-rata teknik bakar dan pengasapan dengan tidak menggunakan minyak serta hanya sedikit garam.
Pada kunjungan ke Papua, Koki Hassan mengunjungi Kampung Skouw Sae, yang terletak di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, di mana tempat tersebut dekat perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Saat datang, Hasan disambut dengan tari Wiru yang merupakan tarian penjemputan tamu, lalu diantar ke tempat pertemuan.
Koki Hassan langsung diajak melihat proses pembakaran batu yang menjadi tempat memasak sagu bakar, kemudian ia melihat proses pengambilan sagu, mulai dari menebang pohon sagu. Kemudian, sambil menunggu proses penebangan, ia ditantang untuk memakan ulat sagu yang masih hidup.
Di mana ulat sagu berasal dari pohon sagu yang dipotong, kemudian batangnya dibiarkan membusuk. Batang yang membusuk tersebut akan muncul ulat-ulat. Untuk mengambil ulat-ulat itu, batang sagu tersebut dibongkar atau dibuka dengan kapak. Bentuk Ulat Sagu bervariasi, ada yang sangat kecil hingga yang paling besar seukuran jempol jari tangan orang dewasa.
“Memakan ulat sagu ini benar-benar pengalaman berharga yang tidak bisa didapatkan di tempat lainnya,” kata Hasan.
Menurut dia, tantangan tersebut membuatnya kaget, karena seumur hidup baru mencoba di Papua.
Meskipun baru pengalaman pertama, ia bisa merasakan manis, gurih dan ada tekstur kenyal, namun bisa dibilang enak.
Lalu ia melihat proses tokok atau mencangkul sagu. Selanjutnya ia bersama beberapa mama-mama memeras batang sagu yang telah ditokok untuk membuat tepung sagu.
Hassan, sangat senang melihat langsung proses pembuatan sagu sebelum menjadi papeda. Papua yang diketahui memang terkenal keanekaragaman yang kental serta budayanya masih sangat asri.
Ke depan, Hasan akan mencoba memasak dari bahan sagu dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di Qatar.
Saat menikmati papeda, Hassan merasakan sagu sebagai sesuatu bahan pokok yang berbeda dan dia tidak pernah menemui tekstur bahan makanan seperti ini.
Dia mengakui memang ada sagu di Qatar, namun teksturnya berbeda. Sagu di Qatar menggunakan air mawar, dan beberapa bahan lainnya, sedangkan di Papua tidak. Jika dimakan bersama sayur jantung pisang dan bunga pepaya, lalu ikan kuah kuning, dia mengaku rasanya nikmat.
Makanan lokal mendunia
Pendiri Koki Hutan Papua Charles Toto mengatakan bangga kedatangan koki dari Qatar dan mau melihat langsung pembuatan sagu, sebelum menikmati hidangan papeda.
Apalagi Koki Hassan sudah mencoba menebang pohon sagu, memangkur, mengelola menjadi tepung sagu, dan mencoba memakan ulat sagu.
Toto, mewakili masyarakat Papua berharap ke depan akan ada kunjungan seperti ini lagi, sehingga makanan lokal Papua bisa terkenal di dunia.
Ini merupakan momen sejarah di mana kedatangan koki asal Qatar bertepatan hari sagu ke-7 dan berharap ke depan sagu menjadi ketahanan pangan Indonesia.
Selama ini kita hanya mengenal makanan pokok jagung, sorgum, padi dan lainnya, sehingga diharapkan sagu juga bisa menjadi prioritas utama makanan di Indonesia.
Sagu di Papua ada 18 jenis dan memiliki manfaatnya masing-masing. Seperti sagu untuk gula itu ada jenis tersendiri di mana tekstur itu tidak memiliki serat.
Panitia "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" di papua memang sengaja memperkenalkan bagaimana cara pembuatan papeda dari sagu, sehingga bisa menjadi sesuatu pembicaraan agar makanan lokal Papua mendunia karena prosesnya benar-benar alami.
Program pertukaran budaya
Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) memilih Papua karena melihat Indonesia memiliki 17 ribu pulau dengan berbagai macam keanekaragaman hayati dan budaya. Dan 70 persen kekayaan alam paling banyak ada di Papua.
Jadi kalau ACMI memilih Papua, karena daerah itu sangat banyak keanekaragaman pangan lokal, terutama sagu. ACMI ingin memperkenalkan sagu kepada koki dari Qatar. Selain itu juga ingin melestarikan kekayaan sagu.
Selain melihat proses pengelolaan sagu, pihaknya juga akan memasak hidangan Qatar dan memperkenalkan rempa-rempah kepada siswa SMK Negeri 1 Jayapura, jurusan tata boga.
Pengetahuan ini dinilai sangat penting bagi siswa jurusan tata boga untuk mengenal makanan asal Qatar, sehingga bisa menjadi motivasi untuk terus berkreasi.
Sementara itu Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI mencatat "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" merupakan program pertukaran budaya, sehingga menu-menu spesial dari Indonesia bisa disampaikan ke negara-negara lainnya.
Dengan demikian, maka koki asal Papua bisa bertukar pengalaman membuat masakan dari koki asal Qatar, sehingga resep masakan antara Qatar dan Indonesia yang diwakili Papua dapat digabungkan.
Lewat ajang ini, kerja sama antarnegara bisa terangkat, sehingga kegiatan tersebut tidak hanya di Papua, namun ada juga beberapa daerah lainnya. Dengan begitu jalinan kerja sama kedua negara ini semakin kuat.