New York (ANTARA) - Harga minyak mentah berjangka menguat pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), berkat berkurangnya tekanan inflasi di Amerika Serikat dan meningkatnya sentimen risiko di pasar, tetapi membukukan kerugian kuartal keempat berturut-turut karena investor khawatir aktivitas ekonomi global yang lesu mengurangi permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTIN) untuk pengiriman Agustus terkerek 0,78 dolar AS atau 1,12 persen, menjadi menetap pada 70,64 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI membukukan penurunan kuartalan kedua berturut-turut, turun sekitar 6,5 persen dalam tiga bulan terakhir.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus terangkat 0,56 dolar AS atau 0,75 persen, menjadi menetap ditutup pada 74,90 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Dalam tiga bulan hingga akhir Juni, kontrak Brent merosot 6,0 persen.
Untuk hari ini, minyak mentah didukung oleh laporan Departemen Perdagangan AS yang menunjukkan kenaikan inflasi tahunan bulan lalu pada laju paling lambat dalam dua tahun.
Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS tumbuh 3,8 persen tahun ke tahun pada Mei, lebih rendah dari perkiraan konsensus 3,8 persen dan 4,3 persen di bulan sebelumnya, menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Analisis Ekonomi AS pada Jumat (30/6/2023).
Tanda disinflasi akan mengurangi tekanan bagi Federal Reserve untuk terus menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang meskipun Ketua Fed Powell membuat komentar hawkish baru-baru ini.
Tanda-tanda inflasi yang moderat "bisa menahan Federal Reserve dari kenaikan suku bunga lagi," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.
Pasar minyak bergerak lebih tinggi karena permintaan untuk aset-aset berisiko tmeningkat, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.
Kelemahan dolar AS juga memberikan dukungan tambahan untuk pasar minyak di sesi perdagangan Jumat (30/6/2023), menurut Zernov.