Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) RI Sobandi menyebutkan bahwa putusan MA yang mengabulkan kasasi terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo sudah inkrah
Dengan demikian, hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu telah berkekuatan hukum tetap.
“Sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Sobandi dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa.
Kendati telah inkrah, Sobandi menyebut terdakwa Ferdy Sambo masih bisa menempuh upaya hukum luar biasa melalui peninjauan kembali atau PK.
“Upaya hukum biasanya ‘kan sampai kasasi, tapi upaya hukum luar biasanya masih memungkinkan, yaitu sebagaimana disampaikan, peninjauan kembali dimungkinkan dengan syarat yang diatur oleh undang-undang,” kata dia.
Lebih lanjut, Sobandi memastikan, putusan MA atas permohonan kasasi Ferdy Sambo terbebas dari intervensi dari pihak mana pun.
Baca juga: MA ringankan hukuman Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf
Baca juga: MA putuskan hukuman Ferdy Sambo jadi penjara seumur hidup
“Kalau itu sudah pasti. Hakim itu dijamin kemerdekaannya, kemandiriannya, jadi tidak mungkin ada intervensi mereka memutuskan itu,” kata Sobandi.
MA memutuskan hukuman terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup dari sebelumnya hukuman mati.
Keputusan tersebut diputus dalam sidang tertutup dengan Suhadi selaku ketua majelis; Suharto selaku anggota majelis 1, Jupriyadi selaku anggota majelis 2, Desnayeti selaku anggota majelis 3, dan Yohanes Priyana selaku anggota majelis 4.
Dalam persidangan yang dimulai pada pukul 13.00 hingga 17.00 WIB itu, sambung dia, terdapat dua pendapat berbeda atau dissenting opinion (DO) dari total lima majelis.
Kedua anggota majelis itu, kata Sobandi, berbeda pendapat dengan putusan majelis yang lain. Jupriyadi dan Desnayeti berpendapat, Ferdy Sambo tetap divonis hukuman mati.
“Di dalam hukum acara kita dimungkinkan untuk dissenting opinion, tapi yang dipilih adalah suara terbanyak sudah ada aturan dal. hukum acara pidana kita,” terang Sobandi.