Jakarta (Antara Babel) - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir, menyebutkan bahwa ketentuan dalam Pasal 5 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah tepat.
"Pasal 5 dari Undang Undang ITE itu adalah sesuatu yang sudah pas, tidak perlu dikurangi," ujar Mudzakir di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakan oleh Mudzakir ketika memberikan keterangan sebagai ahli dari pihak pemerintah dalam sidang uji materi yang dimohonkan oleh mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Ada pun pasal 5 UU ITE mengatur tentang informasi atau dokumen elektronik sebagai salah satu alat bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah.
Mudzakir menyebutkan bahwa banyak tindak kejahatan baik pidana maupun perdata yang saat ini menggunakan alat elektronik.
"Maka ketentuan terkait dengan alat bukti harus disesuaikan dengan tren kejahatan di masa depan," ujar Mudzakir.
Menurut Mudzakir hal itu diperlukan supaya tidak mempersulit pembuktian tindak kejahatan yang menggunakan alat elektronik.
Novanto merasa dirugian dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE, serta berlakunya Pasal 26A UU Tipikor terkait dengan alat bukti yang sah.
Novanto berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak mengatur secara tegas tentang alat bukti yang sah, serta siapa yang memiliki wewenang untuk melakukan perekaman.
Dalam kasus Novanto, Kejaksaan Agung melampirkan alat bukti terhadap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia dari rekaman pembicaraan yang direkam oleh Maroef Sjamsoeddin.