Jakarta (Antara Babel) - Kepolisian masih menyelidiki penyebab terjadinya bentrok warga penolak aktivitas tambang batu bara milik PT Citra Buana Seraya dengan aparat Kepolisian di Desa Lubuk Unen Baru, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu yang pecah pada Sabtu (11/6).
"Kami masih dalami (penyebab kejadian)," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Agus Rianto, di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Pasalnya diduga ada orang-orang yang memprovokasi warga untuk menyerang. "Ada beberapa orang menyelinap dan memprovokasi warga untuk maju (menyerang). Kami masih mencari siapa provokatornya sehingga kejadian anarkis ini terjadi," katanya.
Bentrok antara warga yang menuntut penutupan operasi tambang bawah tanah atau "underground" dengan aparat kepolisian itu terjadi pada Sabtu (11/6) siang.
Warga dari 12 desa di Kecamatan Sindang Merigi dan Kecamatan Sindang Kelingi, Bengkulu Tengah mencoba masuk ke kamp perusahaan yang berada di Desa Lubuk Unen Baru.
Saat anggota polisi berupaya menghadang warga yang bergabung dalam Forum Rejang Gunung Bungkuk memasuki lokasi pertambangan, kericuhan pecah.
Akibatnya, empat warga yang tertembak saat berunjuk rasa atas nama Alimuan, Marta Dinata, Yudi dan Badrin harus dilarikan ke RSUD M Yunus.
Dua orang korban tertembak atas nama Badrin dan Yudi sudah diperbolehkan pulang ke rumah mereka, sedangkan Marta Dinata dan Alimuan masih menjalani perawatan.
Korban jatuh tidak hanya dari pihak warga, seorang anggota polisi bernama Bripka Syafrizal juga mengalami luka cukup serius dan masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara.
Meski dalam peristiwa tersebut sejumlah warga tertembak, Kapolda Bengkulu Brigjen Pol M Ghufron menilai tindakan para personel kepolisian sudah sesuai prosedur.
"Nanti akan didalami bagaimana kericuhan bisa pecah, kepolisian punya rekaman video," ucapnya.
Penolakan warga 12 desa terhadap aktivitas pengerukan batu bara di wilayah itu sudah berlangsung cukup lama. Pada April 2016, ratusan warga sudah mendatangi kantor bupati setempat untuk meminta pemerintah menutup pertambangan itu.
"Kami khawatir dampak galiannya akan merusak kebun dan membuat desa kami ambles," kata Ketua Forum Rejang Gunung Bungkuk, Nurdin.
Menurut Nurdin, wilayah Bengkulu yang rawan gempa semakin membuat warga khawatir dengan pengeboran yang dinilai akan mempengaruhi struktur tanah di wilayah mereka.
Tuntutan warga yang belum ditindaklanjuti pemerintah daerah membuat aksi unjuk rasa terus berlanjut. Puncaknya, Sabtu (11/6) warga mendatangi lokasi penambangan untuk menutup aktivitas tambang itu dan berujung bentrok dengan aparat kepolisian.