Jakarta (ANTARA) -
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menilai outstanding utang Indonesia yang mencapai Rp8.041 triliun per November 2023 masih aman.
Menurut dia, untuk menilai efektivitas utang pemerintah tidak hanya mengacu pada nominal, melainkan perlu memerhatikan berbagai indikator lainnya.
“Namun tentu kita tidak sekadar melihat nominal, kalau kita melihat berbagai indikator portofolio utang kita, justru kinerja utang termasuk risiko, utang kita itu lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata Suminto dalam Konferensi Pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan indikator rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) yang saat ini 38,11 persen, Suminto menilai utang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Rasio tersebut menandai penurunan dibandingkan posisi Desember 2022 yang sebesar 39,7 persen, juga posisi Desember 2021 sebesar 40,7 persen.
Kemudian jika mengacu pada indikator utang berdasarkan risiko nilai tukar (currency risk), nilai tukar proporsi dari utang Indonesia dalam valuta asing (valas) juga kian menurun. Per November 2023, utang pemerintah dalam bentuk valas tercatat 27,5 persen.
"Per November 2023, utang pemerintah yang dalam bentuk foreign currency itu hanya 27,5 persen. Dalam hal ini, dari sisi currency risk juga lebih baik," jelasnya.
Lebih lanjut, dari aspek indikator risiko refinancing, rata-rata tenor dari utang pemerintah (average time to maturity) juga dinilai cukup panjang yakni sekitar 8,1 tahun.
“Demikian dari sisi market risk yang lain risiko suku bunga mayoritas utang pemerintah sekitar 82 persen juga fix rate, sehingga tidak terlalu sensitif terhadap gerakan suku bunga yang ada di market,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembiayaan atau penarikan utang tercatat sebesar Rp407 triliun, turun 41,5 persen dibandingkan realisasi tahun 2022.
“Dibandingkan tahun 2022, di mana pembiayaan utang mencapai Rp696 triliun, realisasi 2023 kemarin pembiayaan turun 41,5 persen,” kata Sri Mulyani.
Selain itu, realisasi pembiayaan utang juga berada di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang direncanakan sebesar Rp696,3 triliun. Artinya, realisasi hanya sebesar 58,4 persen dari target.
Adapun dari Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 yang dipatok sebesar Rp421,2 triliun, realisasi pembiayaan utang sebesar 96,6 persen terhadap Perpres.
Secara rinci, pembiayaan utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp308,7 triliun serta pinjaman Rp98,2 triliun.
Realisasi SBN turun 53,1 persen dari realisasi tahun lalu sebesar Rp658,8 triliun. Sementara realisasi pinjaman naik 164 persen dari Rp37,2 triliun pada tahun lalu.
“Jadi, secara keseluruhan, SBN neto turun tapi pinjaman agak naik, dan total pembiayaan kita turunnya 41,5 persen,” ujar Menkeu.
Bendahara Negara menjelaskan turunnya pembiayaan utang pada 2023 sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pulihnya ekonomi nasional.
Tingkat imbal hasil (yield) SBN juga terkendali dan cost of fund dapat dijaga dengan efisien di tengah dinamika global dan volatilitas pasar keuangan.
Sementara itu, pembiayaan anggaran terealisasi Rp3595,5 triliun. Nilai tersebut setara 60,1 persen dari target APBN 2023 sebesar Rp598,2 triliun serta 74,9 persen dari target Perpres 75/2023 sebesar Rp479,9 triliun.