Jakarta (ANTARA) -
“Saya kira kalau tawaran secara terbuka iya, tapi kalau secara khusus seperti surat masuk itu mungkin belum ya. Saya sendiri belum tahu tentang itu. Ini akan kita godok lebih dulu secara baik,” kata Saad usai konferensi pers terkait "Edukasi Jamaah Menyambut Transformasi Haji; Sistem Pelayanan Modern Arab Saudi Wujudkan Impian lbadah Nyaman dan Aman” di Gedung PP Muhammadiyah Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Saad menerangkan pemberian IUP merupakan hal baru bagi Muhammadiyah, sehingga pihaknya pasti akan membahas lebih lanjut mengenai aspek positif, negatif, serta kemampuan Muhammadiyah dalam menerima tawaran tersebut.
Karena itu, ia menekankan bahwa Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.
Baca juga: Gus Yahya: konsesi tambang untuk ormas langkah berani Presiden Jokowi
Baca juga: Bahlil: Izin usaha tambang batu bara untuk PBNU segera diterbitkan
Meski demikian, lanjutnya, para pimpinan Muhammadiyah sejauh ini juga belum menyiapkan agenda guna membahas lebih jauh terkait PP Nomor 25 Tahun 2024 yang baru diresmikan beberapa hari sebelumnya tersebut.
Ia menyebutkan pembahasan terkait pemberian IUP itu melibatkan Pimpinan Umum, Sekretaris Umum serta Ketua Muhammadiyah bidang terkait, sehingga perlu penyesuaian jadwal satu sama lain.
“Saya kira dalam waktu dekat dibicarakan, tapi hampir dipastikan tidak bisa di bulan Juni, tanggal sekarang ini sampai kira-kira tanggal 15 ke atas ya, karena dalam tempo dekat Sekretaris Umum juga ada kunjungan ke Republik Rakyat China. Tapi, ini pasti akan dibicarakan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo pada Kamis (30/5) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bisa mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).
WIUPK merupakan wilayah yang diberikan kepada pemegang izin. Berdasarkan Pasal 83A ayat (2), WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batu bara yang sudah pernah beroperasi atau sudah pernah berproduksi.
Meskipun demikian, berdasarkan Pasal 83A ayat (5), badan usaha ormas keagamaan yang memegang wilayah tersebut dilarang bekerja sama dengan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atau terhadap perusahaan maupun pihak-pihak yang terafiliasi oleh perusahaan sebelumnya.
Penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas, yakni hanya lima tahun sejak PP Nomor 25 Tahun 2024 berlaku. Dengan demikian, penawaran WIUPK terhadap badan usaha ormas keagamaan hanya berlaku sampai 30 Mei 2029.