Pangkalpinang (ANTARA) - Indonesia-Sentris menjadi gagasan besar Pemerintah untuk menekan kesenjangan pembangunan di Tanah Air. Daerah pinggiran, dan pulau-pulau terdepan yang menjadi gerbang masuk Indonesia menjadi prioritas. Dengan pembangunan yang merata dan berkeadilan, maka masyarakat di berbagai wilayah akan merasa menjadi bagian dari kesatuan Indonesia. Dengan begitu, sila ketiga (Persatuan) dan kelima (Keadilan) dalam Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, terwujudkan.
Indonesia-Sentris bukan sekadar angan. Bukan sekadar polesan, terlebih merupakan ulik taktik Pemerintah atas kesenjangan infrastruktur di setiap jengkal Nusantara, dan menciptakan aglomerasi kesejahteraan yang terencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2024, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 dan 2020-2024.
Kementerian Perhubungan diamanahkan membangun interkonektivitas untuk menghubungkan, dan mempersatukan Indonesia. Berbagai pembangunan infrastruktur transportasi, khususnya sektor laut dimasifkan dengan paradigma Indonesia-Sentris. Dalam rentang waktu 2014 hingga 2023, ada pembangunan pelabuhan baru di 18 lokasi, sedangkan rehabilitasi pelabuhan di 164 lokasi. Pembangunan pelabuhan pun banyak dibangun di Kalimantan, dan timur Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan pulau-pulau kecil?
Interkonektivitas yang diinginkan Pemerintah ialah membuka akses keterisolasian, serta dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah. Sebagai negara berdaulat yang dihubungkan oleh luasnya kelautan, belum sepenuhnya dari target RPJPN maupun RPJMN menyasar ke seluruh negeri. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi satu dari dua provinsi kepulauan yang ada di Sumatera, namun minim sentuhan dukungan pengembangan pelabuhan sebagai wujud Indonesia-Sentris.
Pelabuhan menjadi denyut nadi kehidupan Bangka Belitung. Selain berfungsi untuk perpindahan intra- dan antarmoda transportasi, pelabuhan juga sebagai penunjang untuk melancarkan mobilitas manusia dan barang di bidang pertambangan, perindustrian, pertanian, atau pariwisata, hingga alur perdagangan domestik dan mancanegara melalui kegiatan ekspor-impornya dalam menopang roda perekonomian.
Nyatanya, hingga saat ini, di dua pulau besar (Pulau Bangka dan Pulau Belitung) saja, provinsi ini hanya memiliki 8 pelabuhan aktif dari dua jenis, yakni pelabuhan angkatan laut, dan pelabuhan penyeberangan. Hanya ada satu pelabuhan memiliki dwi fungsi yakni Pelabuhan Sadai Bangka Selatan. Sementara, Pelabuhan Belinyu, Pangkalbalam, Tanjungpandan, dan Tanjung Batu merupakan Pelabuhan Angkatan Laut. Sedangkan Tanjung Kalian, Tanjung Ru, dan Manggar merupakan Pelabuhan Penyeberangan (sigpjj.binamarga.pu).
Menakar potensi maritim Bangka Belitung
Interkonektivitas antarpulau untuk mewujudkan Indonesia-Sentris yang digadang-gadang Pemerintah bak mimpi di depan mata, tetapi belum jua terjamah oleh kenyataan. Menilik potensinya, dengan luas laut 65.301 km2 atau 79,90 persen dari total wilayah Provinsi yakni 81,725.06 km2, sektor kemaritiman tentu menjadi salah satu potensi terbesar dari provinsi yang terletak di timur Pulau Sumatera ini.
Pada tahun 2022, perikanan tangkap (fish capture) laut dan darat sebagai potensi maritimnya, Bangka Belitung mampu memproduksi sebesar 222.067 ton dengan nilai Rp8.215.523.818 (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Sementara, daratan Bangka Belitung yang hanya 20,1 persen juga tak kalah menunjukkan potensinya di bidang pertambangan timah. Sektor ini justru menjadi penyokong terbesar dari Bangka Belitung untuk pendapatan negara dengan menghasilkan 173.095.125,63 dolar dari hasil produksi 5.944.352,60 ton per April 2024 (bps.dalamangka)
Potensi ini akan terjamah dengan maksimal di sektor perdagangan maupun keluar-masuk barang kebutuhan jika interkonektivitas antarpulau berjalan dengan baik, bagaimana di bagian barat terhubung dengan Sumatera Selatan, utara dengan Batam, Singapura, Malaysia dan negara lain di benua Asia, hubungan ke Pulau Jawa melalui Pelabuhan Pangkalbalam, juga dapat terkoneksi dengan Kalimantan melalui Pelabuhan Manggar.
Nyatanya, saat ini potensi ekonomi itu belum secara maksimal masuk ke kas daerah. Kendalanya? Karena kapasitas pelabuhan di Bangka Belitung masih terbilang kecil dan mengharuskan adanya antrian saat bongkar-muat. Belum lagi adanya persoalan pendangkalan alur, sehingga membuat kapal bertonase besar sulit untuk bersandar. Hal inilah yang membuat Bangka Belitung kesulitan memenuhi permintaan global, sehingga sulit untuk bersaing di pasar mancanegara.
Padahal, secara geografis Bangka Belitung berada pada letak yang strategis sebagai kawasan perdagangan internasional. Bahkan, Bangka Belitung disebut masuk dalam jalur Sutra (Silk Road) atau lebih dikenal sebagai jalur perdagangan tertua yang menghubungkan antara China, India, Asia Tenggara dan Eropa.
Upaya untuk memungkinkan Bangka Belitung dapat langsung melakukan aktivitas ekspor-impor sudah dilakukan pada masa Gubernur Babel Erzaldi Rosman, dengan rencana pengembangan Pelabuhan Belinyu menjadi pelabuhan ekspor-impor berkapasitas 10.000 GT.
Langkah tersebut sudah dalam tahap komunikasi bersama Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub RI, dan hingga saat ini dalam pertimbangan pemerintah pusat.
Digitalisasi Asa Menuju Indonesia-Sentris
Selain infrastruktur keras, upaya lain yang terus digodok oleh pemerintah untuk menciptakan interkonektivitas ialah infrastruktur keras non fisik dengan pemanfaatan digital melalui aplikasi Inaportnet. Sistem layanan tunggal secara elektronik berbasis internet ini memberikan pelayanan kapal dan barang secara transparan di pelabuhan, menjamin rasa keadilan pelayanan (first come first served), mempercepat penyelesaian pelayanan kapal dan barang, hingga meminimalisasi biaya.
Penerapan aplikasi keluaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 157 Tahun 2015 tersebut sudah terkoneksi di 264 pelabuhan se-Indonesia sejak diluncurkan pada 2016, termasuk 2 pelabuhan di Bangka Belitung, yaitu Pelabuhan Tanjung Kalian, dan Pelabuhan Manggar.
Jika seluruh instrumen interkonektivitas pendukung untuk daerah kepulauan seperti Bangka Belitung terpenuhi dengan panjang dan kapasitas dermaga yang memadai, pelayanan inaportnet aktif di seluruh pelabuhan, dan bahkan ketersediaan kapal mencukupi, cita-cita Indonesia-Sentris yang diinginkan dapat terealisasi.
*) Rangga adalah Staf Humas Diskominfo Babel