Seluruh warga Desa Kacung, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat dalam dua minggu terakhir bergotong royong membersihkan kampung dan lingkungan rumah untuk menyambut agenda tahunan yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat setempat, yaitu Pesta Adat Suku Ketapik.
Tak kalah sibuknya dengan warga, para panitia dan perangkat desa juga berjibaku menyiapkan tenda, panggung hiburan dan berbagai kebutuhan untuk memerihkan acara yang prosesinya diawali dari rumah adat Suku Ketapik yang terletak di tengah-tengah Desa Kacung.
Tepat pada Minggu (18/9) sejak Sang Fajar mulai terbit untuk memberikan cahaya harapan bagi seluruh makluk hidup, masyarakat secara bergelombang memadati halaman rumah adat Suku Ketapik yang terletak di tengah Desa Kacung.
Satu persatu "sador" atau alat transportasi menyerupai becak yang dibuat dari hasil perakitan dua unit sepeda pancal berhiaskan aneka bentuk dan warna yang sudah disiapkan keluarga santri khatam Al Quran berjajar rapi di halaman rumah adat.
Selain sador, di halaman rumah kebanggaan warga tersebut juga tampak 10 tandu berisikan rangkaian telur rebus hias bergagang bambu dalam jumlah puluhan butir yang dirangkai sedemikian rupa dengan hiasan kertas warna-warni.
Jumlah tandu sebanyak sepuluh menandakan pada tahun ini ada 10 anak santri yang berhasil khatam Al Quran.
Menurut salah seorang warga desa tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu buah sador sekitar dua minggu, seperti sador kreasinya yang akan dipakai untuk mengarak keliling anaknya pada pesta tersebut.
Sador kreasinya, berbahan pelepah tangkai buah kolang kaling yang ditata sedemikian rupa menyerupai sebuah kereta kencana beratapkan ijuk, tidak lupa dia menambahkan patung kuda bersayap putih diletakkan di depan kerata kencana, berbahan kertas dengan rangka bambu dilapis kertas yang divisualkan sebagai penarik kereta.
"Kami berharap anak kami yang hari ini melaksanakan khataman Al Quran senang dan berkesan naik sador keliling kampung," kata Beni.
Sekitar pukul 08.30 WIB, pembawa acara dengan lantang membuka rangkaian perarakan sador, setelah seluruh pejabat negeri yang diundang tiba di lokasi yang sudah dipenuhi sekitar 1.000 warga tersebut.
Sebagai pembuka acara, masyarakat desa setempat menampilkan atraksi silat kampong diiringi irama rampak gendang, dambus, dan gong.
Para pesilat berusia belia menampilkan berbagai jurus silat kampong yang mereka pelajari dari para tetua adat Suku Ketapik, berguling dan jungkir balik menjadi bumbu atraksi yang ditunggu-tunggu penonton yang hadir dalam acara tersebut.
Usai mendapatkan saweran sebagai bentuk apresiasi atas suguhan penampilan atraksi dari para penonton, acara dilanjutkan dengan penampilan seni dambus yang melantunkan beberapa syair berisi petuah.
Setelah dua atraksi pembuka, giliran seremonial sambutan dari para pejabat negeri setempat berlangsung sekitar 30 menit dilanjutkan dengan pelepasan sador yang diawali dengan prosesi adat yang dipimpin tetua adat kampung setempat.
Sador yang sudah sejak pagi berjajar bersiap untuk berangkat keliling kampung membawa para santri yang sudah berhasil khatam Al Quran diiringi tetabuhan yang dihasilkan dari alat musik dambus, gendang silat dan gong.
"Tahun ini merupakan pesta adat yang ke-70, kami berharap ke depan pesta adat sedekah kampung terus dilaksanakan karena mengandung nilai-nilai adat dan agama yang layak untuk diteladani," ujar Pamong Budaya Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan dan Informatika Kabupaten Bangka Barat, Anung Yunianto di sela pesta adat Suku Ketapik tersebut.
Pada awalnya, kata dia, pesta adat tersebut digelar sebagai ungkapan kegembiraan masyarakat, terutama orang tua para santri yang anaknya berhasil menyelesaikan salah satu tahap pelajaran dalam agama Islam yaitu fasih membaca Al Quran.
Sejak dahulu, budaya warga desa di daerah itu setiap kali para santri berhasil khatam Al Quran dilanjutkan dengan pesta kampung yang disambut bahagia oleh seluruh warga, bahkan kemeriahannya seperti saat perayaan Idul Fitri.
Setiap pesta kampung digelar seluruh rumah warga terlihat bersih, rapi dan siap menerima tamu dari mana saja dengan berbagai hidangan khas berupa makan besar dengan aneka lauk dan sayur serta hidangan kue-kue.
Selama berlangsungnya pesta tersebut, seluruh warga membuka pintunya lebar-lebar dan siap menerima tamu dari desa setempat, saudara dan siapa saja yang kebetulan datang ke desa tersebut.
Keterbukaan warga desa tersebut melambangkan kesiapan masyarakat menjalin silaturahim dan persaudaraan bagi siapa saja yang datang ke desa tersebut tanpa memandang derajat, golongan dan asal-usul para tamu.
Selain nilai kebersamaan dan keterbukaan, melalui rangkaian pesta adat Suku Ketapik, para tetua adat desa setempat juga berupaya memberikan nilai-nilai baru yang bisa diteladani masyarakat dengan disesuaikan ajaran agama Islam.
Dalam raangkaian pesta adat ingin mengangkat nilai-nilai sosial yang selama ini sudah ada, seperti nilai keagamaan, kebersamaan, kegotongroyongan, dan religius.
Melalui penampilan musik rebana, pembacaan ayat-ayat suci Al Quran di Masjid, pencak silat dan pertunjukan lain memberikan kesan dan rasa dalam mebangkitkan rasa nilai-nilai Islam-nya, bahkan arak-arakan dengan menggunakan kereta sador juga mengusung tema-tema keagamaan.
Seluruh santri yang berhasil fasih membaca Al Quran pada saat pesta adat didandani seperti layaknya pengantin adat dan diarak keliling kampung menggunakan kereta sador berhias aneka warna.
Pesta tersebut diharapkan mampu memberikan rasa bangga, senang, tersanjung dan para santri merasa dihargai jerih payahnya dalam menjalani proses belajar agama.
Tahapan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang telah ditunjukkan para santri khatam Al Quran tersebut seperti sebuah proses metamorfosa dari kepompong menjadi kupu-kupu yang diharapkan memberikan keindahan dalam hidup setiap manusia dan bisa menelurkan generasi baru yang berakhlak mulia.
Proses metamorfosa kehidupan para santri berhasill ditangkap salah seorang kreator sador yang menampilkan secara apik bentuk keretanya dengan hiasan bunga aneka warna lengkap dengan kupu-kupu berukuran cukup yang menempel tepat di atas bagian belakang kereta sador.
Sador berhias kupu-kupu tersebut bisa bergerak sayapnya, turun naik mengikuti alunan musik dan perjalanan kereta yang dinaiki santri khatam Al Quran tersebut.
Kupu-kupu tersebut sayapnya bisa bergerak turun naik jika sador dijalankan tersebut cukup menyita perhatian penonton.
"Kalau dilihat dari bentuknya sador tersebut cukup menarik dan memiliki tema yang mengena dengan proses khataman Al Quran," kata salah satu juri, Arif (32).
Proses metamorfosa tersebut menurut dia menyerupai proses pejalanan hidup para anak yang saat itu sedang menjalani proses khataman Al Quran menuju masa remaja.
"Secara tematik sang kreator cukup cerdas menangkap tema dan memvisualkan dalam bentuk sador kreasi, kami berharap ke depan semakin banyak seniman lokal yang bisa menampilkan seni kreasi sador sehingga menambah semarak acara tersebut," kata dia.
Sepanjang perjalanan, arak-arakan disambut antusias warga yang sudah berjejer di pinggir jalan di depan rumah masing-masing, sesekali warga menghamburkan beras kunyit kepada rombongan sebagai bentuk suka cita bersama.
Pada malam harinya, warga akan dihibur dengan sajian musik diiringi orgen tunggal dan band lokal.
Meskipun selalu tersaji hiburan modern, pesta adat Suku Ketapik diharapkan jauh dari sekadar hura-hura dan huru hara dengan mengedepankan nilai-nilai ajaran agama sehingga bisa berlangsung lebih indah, seperti kepakan sayap kupu-kupu yang selalu memberikan keindahan dalam kehidupan manusia. *