Jakarta (ANTARA) - Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) menyatakan bahwa kemasan rokok yang tidak semeriah saat ini atau dibuat dalam kemasan polos, dapat memberikan dampak yang positif dalam mengurangi minat para perokok pemula di tanah air.
Ketua RUKKI, Mouhamad Bigwanto mengatakan jika pemerintah resmi menerapkan aturan rokok dengan kemasan polos, bukan tidak mungkin para pemuda yang menjadi target besar dari produsen produk tembakau yang ada di tanah air ini, enggan untuk mengkonsumsi jenis rokok tersebut.
Negara yang sudah menerapkan aturan kemasan polos itu seperti di Australia, untuk perokok aktif di atas 14 tahun negara tersebut mencatat adanya penurunan konsumsi dari 15,1 persen pada tahun 2010, menjadi 12,8 persen di tahun 2013. Mereka menerapkan kemasan polos tersebut pada 2012, kata Mouhamad Bigwanto dalam kegiatan Mendukung Implementasi Kebijakan Standardisasi Kemasan pada Produk Tembakau dan Rokok Elektronik di Jakarta, Selasa.
Tidak hanya konsumsi aktif, orang yang hendak mencoba mengkonsumsi rokok juga tercatat memiliki usia yang lebih matang dan dianggap sudah dewasa di negara tersebut. Karena memang, negara tersebut memiliki harga produk tembakau yang relatif mahal.
Umur mulai merokok juga menjadi meningkat, yang tadinya rata-rata di usia 15,4. Dengan adanya aturan kemasan polos menjadi 15,9 tahun, hampir menyentuh 16 tahun. jadi inisiasi merokok jadi lebih tua lah ya, ujar dia.
Menurut dia, adanya aturan kemasan polos pada produk rokok tidak sama sekali untuk membasmi rokok dari peredaran. Hadirnya aturan tersebut hanya untuk mencegah penggunaan produk tembakau tersebut bagi para pemula.
Meski begitu, aturan atau implementasi rokok dengan kemasan polos bukan menjadi satu acuan yang tegas untuk mengurangi konsumsi rokok pada orang pemula di tanah air. Begitu banyak cara yang bisa dilakukan untuk menekan angka konsumsi rokok bagi para pemula.
Karena memang (kemasan polos), menghindari perokok pemula. Jadi cukup efektif untuk mengurangi perokok usia muda, tutur dia.
Saat ini, Indonesia masih menetapkan harga jual rokok yang relatif murah. Sehingga, menjadikan Indonesia menempati posisi kedua di dunia untuk minat perokok laki-laki dewasa (58,4 persen) dan urutan ke-23 tertinggi secara keseluruhan (31,0 persen).
Harga rokok di Indonesia saat ini rata-rata sekitar 2,87 dolar AS atau setara dengan Rp44.485 per bungkus, jauh di bawah rata-rata harga dunia yang sudah mencapai 5,8 dolar AS atau Rp89.900 yang dianggap sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka perokok.