Pangkalpinang (ANTARA) - Bangka Belitung adalah daerah yang kaya, tapi ironisnya, masih banyak warganya yang menganggur. Di tengah limpahan timah, potensi sawit, dan keindahan bahari yang luar biasa, masyarakat masih berjuang mendapatkan pekerjaan yang layak. Ini adalah paradoks klasik: sumber daya melimpah, tapi tak banyak memberi ruang penghidupan.
Ketergantungan pada sektor pertambangan, khususnya timah, menjadi penyebab utama stagnasi ini. Industri tambang bersifat padat modal dan sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Ketika harga turun, ribuan orang terdampak. Padahal, sektor ini tidak menyerap tenaga kerja secara masif karena lebih mengandalkan mesin daripada manusia.
Masalah ini diperparah oleh lemahnya hubungan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri. Banyak lulusan di Babel tidak memiliki keterampilan teknis yang dibutuhkan dunia kerja. Maka jangan heran jika perusahaan besar lebih memilih membawa tenaga kerja dari luar, sementara warga lokal hanya jadi penonton di tanah sendiri.
Padahal, Babel punya satu sektor yang sangat potensial: pariwisata. Industri ini padat karya dan bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal. Namun, minimnya infrastruktur dan promosi wisata menjadikan sektor ini belum mampu berkembang optimal. Potensi ada, tapi belum digarap serius.
Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya seperti pelatihan kerja dan peningkatan vokasi, tetapi tanpa dukungan konkret dari dunia usaha dan lembaga pendidikan, hasilnya tidak akan maksimal. Kolaborasi adalah kunci. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri.
Sudah saatnya Babel tidak hanya bergantung pada tambang. Diversifikasi ekonomi mutlak diperlukan. UMKM harus diperkuat, keterampilan anak muda harus diasah sesuai kebutuhan industri, dan inovasi lokal harus diberi ruang tumbuh. Kita tidak bisa terus berharap pada kekayaan alam. Saatnya berharap pada kapasitas manusia dan kreativitas masyarakatnya.
*) Penulis adalah mahasiswa Universitas Bangka Belitung
Bangka Belitung dan dilema pengangguran di tengah kekayaan alam
Oleh Jura *) Jumat, 2 Mei 2025 17:40 WIB
