Markas PBB, New York (ANTARA) - Di tengah pengeboman dan penembakan mematikan yang terjadi setiap hari secara luas, para pekerja kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (19/6) mengatakan bahwa sekitar 280.000 liter bahan bakar yang sangat dibutuhkan akhirnya berhasil disalurkan ke lokasi yang lebih mudah diakses di dalam wilayah Gaza.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) mengatakan PBB berhasil mengamankan pasokan bahan bakar yang sangat dibutuhkan dari Stasiun Al Tahreer di Rafah dan mengangkutnya ke Deir al Balah. Tidak ada bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza selama 110 hari terakhir.
"Meski hal ini memberi sedikit waktu tambahan, jumlahnya masih jauh dari cukup. Untuk menjaga agar operasi penyelamatan nyawa dapat terus dilakukan, bahan bakar yang dibeli dari luar harus diizinkan masuk ke Gaza. Jika hal ini tidak segera dilakukan, rumah sakit, ambulans, instalasi desalinasi air laut, jaringan telepon, dan layanan penting penunjang kelangsungan hidup lainnya akan terhenti," ungkap OCHA.

OCHA menyebutkan bahwa kekerasan kembali mengakibatkan laporan mengenai puluhan korban tewas dan lebih banyak lagi yang terluka, termasuk di antaranya warga yang sedang mencari bantuan.
Dalam aspek logistik lainnya, OCHA mengatakan upaya-upaya untuk memperbaiki kabel serat optik yang rusak terhambat sehingga mengakibatkan gangguan telekomunikasi besar-besaran selama tiga hari berturut-turut.
"Otoritas Israel awalnya menyetujui tetapi kemudian menghalangi pergerakan tim yang ditugaskan untuk mengidentifikasi lokasi putusnya kabel tersebut. Hal ini berdampak pada wilayah Gaza tengah dan selatan," kata para pekerja kemanusiaan.
OCHA memperingatkan hingga masalah ini terselesaikan, warga terputus dari informasi penyelamat nyawa mengenai lokasi bantuan. Sedangkan, tim kemanusiaan tidak dapat berkoordinasi maupun bergerak dengan aman.

OCHA mengatakan bahwa sejak 1 Maret, tidak ada bahan-bahan untuk penampungan yang masuk ke Gaza. Meskipun beberapa komoditas kemudian diizinkan masuk dalam jumlah terbatas, barang-barang seperti tenda, kayu, kain terpal, dan perlengkapan penampungan lainnya tetap dilarang.
"Hampir semua penduduk Gaza harus mengungsi berulang kali selama perang berlangsung, dan satu dari setiap tiga orang warga mengungsi kembali setidaknya sekali lagi sejak gencatan senjata terakhir kandas. Sementara itu, kondisi tempat penampungan kian memburuk dengan cepat," sebut OCHA.
OCHA menambahkan "Akomodasi darurat terkonsentrasi di sekolah-sekolah yang hancur akibat bom, lahan-lahan publik, dan puing-puing perkotaan, sering kali melebihi kapasitas lokasi itu dan tanpa infrastruktur dasar."
OCHA menyatakan pihaknya dan mitra-mitra kemanusiaannya telah menyiapkan 980.000 barang kebutuhan penampungan, termasuk hampir 50.000 tenda, yang siap diprioritaskan dan dikirim ke Gaza begitu akses masuk diberikan.
OCHA mengatakan tim PBB telah melakukan kunjungan ke Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, yang saat ini sedang kesulitan untuk tetap beroperasi karena menghadapi tekanan berat dan kekurangan pasokan yang parah.

OCHA menyebutkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) turut menjadi bagian dari tim yang mengunjungi kompleks tersebut, menyusul kedatangan ratusan korban luka, termasuk banyak korban yang dilaporkan diserang saat sedang menunggu bantuan makanan
Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Dr. Tedros Ghebreyesus mengatakan Kompleks Medis Nasser menampung jumlah pasien dua kali lipat dari kapasitas yang seharusnya. Sebuah tenda bantuan WHO, yang awalnya didirikan untuk layanan pediatrik dan bedah, kini difungsikan sebagai bangsal trauma yang penuh sesak, dengan 100 tempat tidur dijejalkan ke dalam ruangan yang dirancang untuk 88 unit.
Ia mengatakan rumah sakit tersebut tidak dapat memperluas kapasitasnya karena kekurangan ventilator, monitor, dan tempat tidur serta tenaga medis yang dibutuhkan untuk mengoperasikannya. WHO berhasil mengirimkan sejumlah minimum bahan bakar ke rumah sakit itu pada Rabu (18/6) lalu untuk menyalakan generator cadangan.
Selain itu, OCHA juga mengatakan bahwa Kompleks Medis Nasser berada di wilayah yang telah dikenai perintah pengungsian oleh otoritas Israel sepekan yang lalu. Meskipun fasilitas tersebut tidak diwajibkan untuk dievakuasi, akses menuju rumah sakit menjadi sangat terkendala akibat kurangnya bahan bakar untuk transportasi. Sementara, para tenaga medis dan pasien mengkhawatirkan keselamatan diri mereka.