Pangkalpinang (ANTARA) - Selama 68 tahun, Pertamina telah menjelma dari gagasan revolusioner para pendiri menjadi pilar kokoh yang menjamin energi Indonesia mengalir dari Sabang sampai Merauke. Selama lebih dari enam dekade, PT Pertamina (Persero) telah menjadi denyut nadi dan pengawal keberlanjutan energi Indonesia.
Dari masa awal kemerdekaan hingga kini menghadapi transisi energi global, perjalanannya adalah narasi tentang inovasi, ketahanan, dan komitmen pada kedaulatan negeri. Dengan tulisan ini, penulis ingin mengajak menelusuri tonggak sejarah, capaian strategis, dan transformasi Pertamina dalam mengawal masa depan energi yang berkelanjutan.
Dari visi ke kedaulatan: Akar sejarah Pertamina
Sejarah Pertamina berakar dari semangat revolusi untuk menguasai sumber daya minyak nasional. Kisahnya dimulai pada 10 Desember 1957, ketika Kolonel (TNI-AD) dr. Ibnu Sutowo ditunjuk sebagai Direktur Utama Perusahaan Minyak Nasional (Permina), yang menjadi cikal bakal Pertamina. Penunjukan ini bertujuan untuk menyelamatkan dan mengamankan kilang-kilang minyak di Plaju dan Sungai Gerong, Palembang, dari upaya sabotase di masa revolusi.
Di balik kesuksesan operasional awal, terdapat peran vital Mayor (kemudian Brigadir Jenderal) Johanes Marcus Pattiasina (JM. Pattiasina). Sebagai salah satu sedikit ahli perminyakan Indonesia yang berpengalaman sejak zaman kolonial, Pattiasina adalah "otak teknikal" di balik operasi. Ia berhasil memperbaiki instalasi minyak yang hancur akibat perang dan bahkan mendirikan Sekolah Teknik Perminyakan untuk mencetak tenaga ahli lokal. Kolaborasi antara visi strategis Sutowo dan keahlian teknis Pattiasina inilah yang meletakkan fondasi kokoh bagi industri minyak nasional.
Pada 1968, PT Pertamina resmi berdiri melalui penggabungan tiga perusahaan negara: PN Permina, PN Pertamin, dan PN Permigan. Perusahaan ini kemudian menjadi soko guru industri energi nasional, dengan peran ganda sebagai regulator dan operator dominan di sektor minyak dan gas selama puluhan tahun berikutnya.
Transformasi dan Restrukturisasi: Menjawab tantangan zaman
Pertamina terus berevolusi untuk menjadi perusahaan yang lebih efisien, transparan, dan kompetitif.
- Deregulasi 2001: Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengubah status Pertamina dari regulator menjadi perusahaan komersial penuh (PT Pertamina Persero). Peran regulator beralih ke pemerintah, sementara Pertamina fokus pada operasi bisnis.
- Pembentukan Holding dan Subholding: Restrukturisasi besar terjadi pada 2021 dengan pembentukan enam Subholding. Langkah ini menciptakan struktur yang lebih lincah, salah satunya adalah Subholding Upstream yang fokus pada eksplorasi dan produksi. Di dalamnya, PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) bertugas mengoptimalkan operasi dan kolaborasi di wilayah kerja hulu.
Pilar ketahanan energi nasional saat ini
Di usianya yang ke-68, Pertamina tetap menjadi penjaga utama ketahanan energi Indonesia, sebuah kontribusi yang baru-baru ini diakui melalui BIG40 Awards 2025 kategori Keamanan Energi Nasional.
Pencapaian Operasional Kunci:
· Produksi Migas: Menjaga produksi di atas 1 juta barel setara minyak per hari (BOEPD).
· Cadangan Baru: Menemukan cadangan migas baru sebesar 724 juta barel setara minyak (MMBOE) di Blok Rokan.
· Keandalan Pasokan: Memastikan distribusi BBM ke seluruh pelosok Nusantara.
Memimpin transisi energi berkelanjutan
Menyongsong target Net Zero Emission Indonesia 2060, Pertamina secara agresif melakukan transformasi hijau. Perusahaan telah menetapkan sustainability sebagai bagian integral dari identitas dan operasinya.
Strategi dan Inisiatif Energi Bersih:
· Energi Terbarukan: Mengembangkan portofolio panas bumi, tenaga surya, angin, dan laut melalui subholding dedicated. Investasi untuk ekspansi kapasitas panas bumi saja mencapai $2.5 miliar hingga 2026.
· Biofuel & Bahan Bakar Rendah Karbon: Memimpin program mandatori biodiesel (B30/B40) dan berinovasi dengan Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan minyak jelantah, yang pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas 9,000 barel per hari.
· Dekarbonisasi Operasi: Menerapkan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), serta memasang panel surya di jaringan SPBU. Upaya ini telah berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 27% secara absolut pada 2020.
Masa Depan: Kolaborasi untuk keberlanjutan
Tantangan ke depan tidaklah kecil. Pertamina harus terus menyeimbangkan trilema energi: ketahanan (security), keterjangkauan (affordability), dan keberlanjutan (sustainability). Kunci utamanya adalah kolaborasi, baik antar-subholding dalam grup, dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maupun dengan pemerintah melalui SKK Migas untuk mengoptimalkan operasi dan investasi.
Selain itu, komitmen pada aspek sosial tata kelola (ESG) terus diperkuat, melalui program seperti BBM Satu Harga (One Price Fuel) untuk keadilan energi, pemberdayaan UMKM, serta program peningkatan keterampilan (upskilling) karyawan untuk bertransisi ke ekonomi hijau.
Garis waktu perjalanan 68 Tahun Pertamina
· 1957: Dr. Ibnu Sutowo memimpin Permina, dengan JM. Pattiasina sebagai ahli teknis kunci.
· 1968: PT Pertamina resmi berdiri dari penggabungan tiga BUMN migas.
· 2001: Deregulasi sektor migas. Pertamina berubah status menjadi Persero.
· 2021: Restrukturisasi menjadi enam Subholding untuk efisiensi dan fokus bisnis.
· 2025: Raih BIG40 Awards untuk Keamanan Energi Nasional. Memproduksi SAF pertama di Asia Tenggara.
Selama 68 tahun, Pertamina telah membuktikan diri bukan hanya sebagai perusahaan minyak, tetapi sebagai institusi strategis bangsa yang beradaptasi dan bertransformasi. Dari mengamankan kilang di masa revolusi hingga memproduksi bahan bakar pesawat ramah lingkungan, misinya tetap sama: mengawal keberlanjutan energi negeri untuk kemandirian dan kesejahteraan generasi Indonesia kini dan mendatang.
