Jakarta (Antara Babel) - Indonesia resmi melayani jasa pemanduan di
Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura, yang masuk dalam wilayah
kedaulatan Indonesia mulai Senin, 10 April 2016.
"Pemanduan kapal ini sangat penting terutama untuk menjamin
keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar melintasi jalur
tersebut," jelas Menhub Budi Karya di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan rencana pemanduan di wilayah ini sudah sejak tujuh
tahun dibahas, namun baru tahun 2017 ini dapat direalisasikan.
Selain untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, dia menambahkan
bahwa pemanduan ini juga bertujuan untuk ikut menjaga kedaulatan wilayah
Indonesia.
"Kita akan jaga dan manfaatkan setiap jengkal wilayah territorial
Indonesia agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masih banyak
wilayah perairan Indonesia yang dulunya dibiarkan begitu saja, sekarang
akan kita gunakan untuk kepentingan bangsa. Salah satunya adalah Selat
Malaka ini, yang sudah lama dibahas, namun baru sekarang terlaksana,"
katanya.
Menurut data yang ada, sekitar 60.000 sampai dengan 80.000
kapal/tahun dari berbagai negara baik kapal kargo maupun kapal tanker
berlayar melintasi selat sepanjang 550 mil ini.
Untuk menghindari kondisi rawan kecelakaan di laut, maka sesuai
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomer. HK.103/2/4/DJPL-17
tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal
pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura,
pemerintah Indonesia akan melakukan pemanduan terhadap kapal yang
melintas selat tersebut.
Pemanduan akan dilaksanakan dari titik di Iyu Kecil ke Nongsa dengan jarak kurang lebih 48 Nautical Miles.
Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Kawasan Asia Tenggara.
Kawasan sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut
sempit namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap
tahunnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono menilai
padatnya kondisi jalur pelayaran di selat tersebut tentunya juga rawan
terhadap kecelakaan di laut.
Kondisi tersebur menjadikan pemanduan di wilayah Selat Malaka dan
Selat Singapura menjadi sangat penting terutama dalam menjamin
keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar.
"Begitu pentingnya keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan
singapura, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura dibahas khusus
oleh tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam forum
Tripartite Technical Expert Group (TTEG) yang diselenggarakan tiap
tahun," kata Tonny.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran/ wilayah perairan Indonesia terbagi
menjadi dua jenis pemanduan yaitu Perairan Wajib Pandu dan Perairan
Pandu Luar Biasa.
Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang karena
kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima
ratus Gross Tonnage) atau lebih.
Sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services)
merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak
wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat
mengajukan permintaan jasa pemanduan.
Adapun Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah
satu perairan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services).
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menargetkan pada
tahun 2017 ini dapat melayani pemanduan kapal yang melintasi Selat
Malaka dan Selat Singapura.
"Kesiapan pemanduan ini guna memperkuat keselamatan pelayaran dan
perlindungan lingkungan maritim di perairan teritorial Indonesia, karena
Selat Malaka dan Selat Singapura memiliki peran yang sangat penting
berkaitan dengan pelayaran internasional dan ini juga menjadi fokus
perhatian dari International Maritime Organization (IMO)," ujarnya
Guna mewujudkan target tersebut, lanjut dia, maka Kementerian
Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah
menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomer.
HK.103/2/4/DJPL-17 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan
dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan
Selat Singapura serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor. PU.63/1/8/DJPL.07 tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa di
Selat Malaka dan Selat Singapura.
Selain itu, Kementerian Perhubungan juga telah menunjuk Pelabuhan
Indonesia (Pelindo) I sebagai operator yang memandu kapal asing dan
domestik di Selat Malaka/ melalui Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut Nomor. BX.428/PP 304 tanggal 25 November 2016 tentang
Pemberian Izin Kepada PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) untuk
melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan
Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
"Penunjukan Ini tentunya merupakan pelimpahan fungsi pemerintahan di
bidang pemanduan kapal/ meliputi kapal-kapal yang melintas maupun yang
melaksanakan kegiatan pada perairan pandu luar biasa di Selat Malaka dan
Selat Singapura," katanya.
Untuk itu,Tonny meyakini bahwa dengan diresmikannya Pelayanan
Pemanduan di Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat
Singapura oleh Menteri Perhubungan menunjukan keseriusan Indonesia
terhadap peningkatan keselamatan pelayaran di jalur internasional
tersebut.
Hal ini juga menjadikan Indonesia menjadi negara (littoral states)
pertama yang menyelenggarakan pandu secara resmi pertama di selat Malaka
dan Selat Singapura.
"Dengan pelayanan pandu tersebut, Indonesia dituntut untuk
menyediakan SDM yang mumpuni guna memandu kapal asing dengan di titik
wilayah Iyu Kecil - Nongsa yang pada akhirnya akan mendatangkan PNBP
untuk negara kita," tegas Tonny.
Tentunya, dengan demikian keselamatan dan keamanan pelayaran bagi
kapal-kapal yang berlayar di wilayah ini dapat lebih terjamin sehingga
pada gilirannya akan menunjang perkembangan perekonomian secara nasional
dan meningkatkan kepercayaan dunia internasional bagi bangsa Indonesia.
Pelaksanaan pemaduan di perairan Selat Malaka dan Selat Malaysia ini
telah disepakati oleh tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan
Singapura pada pertemuan tiga negara tersebut dalam acara Intersessional
Meeting of The Working Group on Voluntary Pilotage Services in Straits
of Malacca and Singapore yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18
s.d 20 Januari 2017 lalu.
Terkait dengan penunjukan Kementerian Perhubungan kepada PT Pelabuhan
Indonesia I untuk melaksanakan pemanduan di perairan ini, Dirjen Hubla
Tonny Budiono meminta agar Pelindo dapat melaksanakan pelayanan
pemanduan secara professional dan kompetetif dengan menyiapkan tenaga
pandu yang professional/ kapal pandu serta kapal tunda guna pelayanan
pemanduan bagi kapal-kapal yang melintas di Selat Malaka dan Selat
Singapura sehingga akan terjamin keselamatan pelayarannya.
Adapun kapal yang memanfaatkan jasa pemanduan PT. Pelabuhan Indonesia
I (Persero) di Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat
Singapura adalah Kapal S.S. Tangguh Batur.
Kapal jenis LNG Tanker yang di Nakhodai Capt. Boris Muskardin
merupakan kapal berbendera Singapura dengan panjang kapal 285,4 meter
dan memiliki bobot kapal 97.432 GT berlayar dari Lhokseumawe menuju
Bintuni.
Berita Terkait
BNN Babel sebut 90 persen peredaran narkoba lewat jalur laut
19 November 2024 14:45
Houthi serang kapal perusak, kapal induk AS di Laut Merah, Laut Arab
13 November 2024 16:48
PLN-Polres Bangka Barat sosialisasi pengamanan kabel laut dan tower SUTT 150 kV ke masyarakat
9 November 2024 14:30
Terjatuh ke laut saat mencari ikan, nelayan di Belitung ditemukan meninggal dunia
6 November 2024 19:05
Empat kapal perang Rusia sandar di Surabaya untuk Latma Orruda 2024
4 November 2024 13:53
Jumlah penumpang kapal laut di Bangka Belitung turun 10,82 persen
2 November 2024 11:24
BNN sebut 95 persen peredaran narkoba di Bangka Belitung lewat jalur laut
31 Oktober 2024 17:22