Depok (Antara Babel) - Wali Kota Depok Muhammad Idris menegaskan penyegelan terhadap markas Ahmadiyah di Jalan Raya Mochtar Sawangan Kota Depok Jawa Barat telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Pemkot Depok mempunyai kewajiban menjamin situasi Depok yang aman dan nyaman tidak ada konflik di masyarakat," kata Mohammad Idris ketika memberikan keterangan kepada Pers di Balaikota Depok, Minggu sore.
Ia mengatakan dasar pelarangan Ahmadiyah adalah, Fatwa MUI Nomor 11/MUNAS/VII/MUI/15/2005 tentang aliaran Ahmadiyah yang sesat dan tidak diperbolehkan di Indonesia.
Selain itu juga SKB 3 Menteri Nomor 3 Tahun 2008 Nomor KEP-033/A/6/2008 nomor 1999 tahun 2008 tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota dan/aatu anngota Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Dan juga Pergub Jabar nomor 12 tahun 2011 tentang larangan kegiatan Jemaah Ahmadiyah di daerah Jawa Barat. Serta Peraturan pelarangan Ahmadiyah nomor 9 tahun 2011 tentang larangan kegiatan Ahmadiyah di Kota Depok.
Menurut dia Pemkot Depok melakukan langkah antisipatif dalam menjaga stabilitas kamtibmas dengan merespon laporan masyarakat mengenai potensi konflik yang ada terkait aktivitas Jemaah Ahmadiyah di Depok.
Wali Kota juga menjelaskan terkait perusakan segel Pemkot Depok yang dipasang 23 Februari 2017 yang diduga dilakukan Jemaah Ahmadiyah Depok maka Pemkot Depok membuat laporan ke Polresta Depok dengan nomor laporan LP/1534/K/VI/2017/PMJ/Resta Depok 3 JUni 207 tentang tindak pidana kekerasan yang dilakukan didepan umum terhadap barang dan atau pengruskan segel/barang atas penguasa yang berwenang yang sah sebagaimana dimaskud pasal 170 KUHP.
Dan juga 232 KUHP yang terjadi di Markas Ahmadiyah di Jalan Raya Mochtar Rt03/01 Kelurahan Sawangan Depok.
Idris juga menjelaskan penyegelan ini bukan yang pertama kali menurut catatan Pemkot Depok penyegelan tersebut sudah dilakukan yang 7 kali. Ini dilakukan sebagai upaya persuasif yang dilakukan pemerintah terhadap Ahmadiyah.
"Kita telah panggil ketuanya untuk dilakukan pembinaan tetapi tak pernah datang, dan aktivitas mereka terus berlangsung, sehingga masyarakat menilai pemerintah tidak tegas," katanya.
Penyegelan berkali-kali ini juga kata Idris merupakan upaya toleransi oleh pemerintah agar jangan sampai ada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Selain itu penyegelan dilakukan dalam upaya melindungi mereka atas adanya potensi amuk massa terhadap Jemaah Ahmadiyah di daerah tersebut. "Kami wajib melindungi semua masyarakat," tegasnya.
Dikatakannya IMB yang dikeluarkan oleh Pemkot Depok merupakan rumah tinggal dan Masjid. Artinya jangan dijadikan markas Jemaah Ahmadiyah Indonesia untuk beraktivitas dan masjid juga seharusnya dibuka untuk umum bukan untuk kalangan tertentu.
"Adanya kegiatan Ahmadiyah tentunya ini di luar peruntukan. Dan kami bersama MUI dan Kemenag juga menawarkan Imam dari kami, tetapi selalu mereka tolak," katanya.
Sementara itu Kapolresta Depok Kombes Pol Herri Heriawan menegaskan bahwa pihaknya kepolisian bukan melakukan penggeladahan terhadap Masjid Ahmadiyah tetapi penyelidikan terhadap pengrusakan segel Pemkot Depok di Markas Ahmadiyah.
Saat ini penyidik dari satuan reskrim Polresta Depok telah melakukan pemeriksaan terhadap 3 orang saksi.
"Kami juga telah melakukan penyitaan, CCTV, 1 unit DVD merk vision Pro berikut adapter warna hitam di Markas kantor Ahmadiyah Kota Depok," jelasnya.
Sedangkan Sekretaris Bidang Hubungan Luar JAI Kandali Achmad Lubis kepada Antara di Depok, Minggu, mengatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum terkait upaya penutupan paksa Masjid Ahmadiyah di Depok oleh Pemerintah Kota Depok.
"Kami akan menempuh upaya hukum sepertinya. Ini penyegelan paksa untuk yang ketujuh kalinya," kata Kandali.
Ia menyatakan pihaknya merasa sangat prihatin atas kejadian itu di tengah gencarnya upaya penghormataan atas kebhinekaan pada hari lahir Pancasila tapi di sisi lain masih terjadi diskriminasi terhadap anak bangsa yang akan beribadah di tempat ibadahnya sendiri.