Jakarta (Antara Babel) - DPN Peradi menyatakan terlibatnya dua oknum advokat dalam kasus OTT di PN Jakarta Selatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, membuktikan bahwa organisasi advokat memiliki pekerjaan besar dalam menjaga dan membina perilaku advokat menjalankan profesinya.
Ketentuan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat maupun Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) tidak memiliki daya jangkau jika organisasi advokat tidak sungguh-sungguh memerangi praktik koruptif yang masih dilakukan sebagian oknum advokat Indonesia, kata Ketua Umum Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan di Jakarta, Rabu.
Selain telah membentuk Komisi Pengawas Advokat yang secara aktif bertugas mengawasi perilaku advokat, Peradi juga telah membentuk Dewan Kehormatan di tingkat daerah maupun pusat yang bertugas menyidangkan dan menindak oknum advokat.
Pada semester pertama 2017 tidak kurang 108 advokat telah dijatuhi sanksi etik termasuk di antaranya pemecatan dalam upaya menjaga perilaku advokat dalam menjalankan profesinya.
Namun demikian dengan banyaknya organisasi advokat pasca terbitnya Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015, yang membenarkan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia dapat menyumpah advokat yang diangkat oleh organisasi advokat dari manapun, maka terjadi degradasi kewibawaan organisasi advokat dalam menjaga dan membina perilaku anggotanya.
Mengingat anggota suatu organisasi advokat dapat berpindah ke organisasi lain jika menghadapi pemeriksaan Komisi Pengawas Advokat ataupun Dewan Kehormatan.
Dalam kaitan tersebut, maka wadah tunggal organisasi advokat patut dipertahankan sesuai dengan ketentuan UU Advokat demi menjaga keluhuran dan martabat profesi advokat termasuk membina perilaku advokat dalam menjalankan praktik penegakan hukum yang bersih dan bermartabat.
Dalam Rakernas bulan Desember 2016 yang dihadiri Menko Polhukam RI Jenderal (Purn) Wiranto di Jakarta, Peradi telah menyatakan kesiapannya bersinergi dengan Tim Saber Pungli yang dibentuk Menko Polhukam RI guna menekan praktik koruptif yang dilakukan oknum advokat.
Demikian juga saat ini Peradi sedang mengupayakan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pelatihan bagi para anggotanya agar terbangun kultur praktik penegakan hukum yang bersih dan bermartabat.
Terhadap semua anggota Peradi yang berjumlah 40 ribu dan tersebar di seluruh Indonesia, peristiwa OTT di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hendaknya menjadi peringatan keras karena selain harus mempertanggungjawabkan secara pidana, juga dapat dipastikan akan kehilangan profesinya sebagai advokat, yang berarti semua mimpi dan harapan yang telah dibangunnya sejak muda harus sirna oleh suatu perbuatan tercela yang seharusnya bisa dihindari jika setiap advokat memaknai keluhuran dan martabat profesinya, paparnya.
KPK juga telah menahan Tarmizi bersama dua tersangka lainnya terkait kasus tersebut untuk 20 hari pertama.
Tarmizi ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur sedangkan dua tersangka lainnya, Akhmad Zaini (AKZ) selaku kuasa hukum PT ADI ditahan di Polres Jakarta Timur dan Yunus Nafik (YN) selaku Direktur Utama PT ADI ditahan di Polres Jakarta Pusat.
KPK menetapkan tiga tersangka dugaan suap terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait putusan perkara perdata antara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) dan EJFS, Pte, Ltd.
Peradi Prihatin Atas Penangkapan Advokat Oleh KPK
Kamis, 24 Agustus 2017 5:30 WIB