Jakarta (Antara Babel) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Basaria Panjaitan menjelaskan kronologi operasi tangkap tangan dugaan
tindak pidana korupsi terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di
lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran
2016-2017.
"Tim KPK mengamankan lima orang dalam operasi tangkap tangan itu,
yakni Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB), Komisaris PT
Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK), Manajer Keuangan PT
AGK S, Direktur PT AGK DG, dan Kepala Sub Direktorat Pengerukan dan
Reklamasi W," kata Basaria saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta,
Kamis.
Basaria mengatakan tim KPK mengamankan ATB di kediamannya di Mess
Perwira Dirjen Hubla di Jalan Gunung Sahari Jakarta Pusat sekitar pukul
21.45 WIB Rabu (23/8).
Kemudian pada Kamis (24/8), tim KPK mengamankan empat orang
lainnya, yaitu S dan DG di kantor PT AGK di daerah Sunter, Jakarta Utara
sekitar pukul 10.00 WIB.
"Tim kemudian bergerak ke Jakarta Pusat untuk mengamankan APK di
kediaman yang bersangkutan di sebuah apartemen di daerah Kemayoran
sekitar pukul 14.30 WIB. Kemudian tim mengamankan W di kantor Ditjen
Hubla sekitar pukul 15.00 WIB," kata Basaria.
Selanjutnya, kata Basaria, secara bertahap kelimanya kemudian dibawa ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan.
"Untuk keperntingan pembuktian, KPK telah menyegel sejumlah ruangan
antara lain mess yang digunakan tersangka ATB, ruang kerja Dirjen Hubla
di gedung Kementerian Perhubungan, dan kantor PT AGK di Sunter," ucap
Basaria.
KPK menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait
perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017.
"Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara,
disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau
janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di
lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga
dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB),"
kata Basaria.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan
dengan penetapan dua orang tersangka, yaitu Antonius Tonny Budiono (ATB)
dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Lebih lanjut, Basaria menyatakan dari kegiatan operasi tangkap
tangan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu
Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB.
Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar
AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar
berupa cash dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp1,174 miliar.
"Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Dirjen Hubla adalah sekitar Rp20 miliar," kata Basaria.
Diduga, kata Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait
dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
Menurut Basaria, KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam
operasi tangkap tangan kali ini karena penyerahan uang dilakukan dalam
bentuk ATM.
"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau
diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima.
Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena
bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," ucap
Basaria.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan melanggar
disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU
No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1
KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri
atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun
penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, ATB disangkakan
melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31
Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara
dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan
paling banyak Rp1 miliar.